BAB I
A.
PENDAHULUAN
1.
Latar
Belakang
Alhamdulillah dengan segala puji Allah SWT kami dari kelompok 5 kelas
IPS-c semester dua jurusan pendidikan ilmu pengetahuan sosial fakultas tarbiyah
telah menyelesaikan makalah yang berjudul “ Ruang Lingkup Sosiologi” pada mata
kuliah pengantar sosiologi dengan dosen pengampu Dr.Zulfi Mubaraq, M.Ag.
kelompok kami mengambil beberapa
referensi diantaranya; pengantar ilmu sosial, sosiologi suatu pengantar
serta sosiologi agama.
Pentingnya pembahasan topik ini adalah untuk mengetahui bagaimana
pentingnya menerapkan ilmu sosiologi diberbagai kalangan masyarakat, yakni
dalam kalangan masyarakat desa,kota, menangani masalah medis,industri.
Isi global mengenai makalah ini adalah membahas mengenai ruang
lingkup sosiologi, diantaranya sodiologi pedesaan(rural sociology), sosiologi
industri (industrial sociology), sosiologis medis (medical sociology),
sosiologi perkotaan (urban socilogy), sosiologi wanita( woman sociology ),
sosiologi militer (military sociology), sosiologi keluarga(family sociology),,
sosiologi agama, sosiologi pendidikan ( Educational of sociology) serta
sosiologi seni.
2.
Tujuan
pembahasan
Ingin memahami mengenai ruang lungkup sosiologi dibeberapa kalangan
masyarakat serta bagaimanakah peranan yang ada didalam ruang lingku sosiologi
tersebut.
3.
Rumusan
masalah
1.
Apakah
sosiologi pedesaan itu?
2.
Mengapa
sosiologi medis perlu diterapakan pada masyarakat?
3.
Apa
peran penting seorang wanita dalam sosiologi wanita?
4.
Apa
saja sistem sosial yang berada didalam sosiologi keluarga?
5.
Apakah
sosiologi agama itu?
BAB II
POKOK PEMBAHASAN
A.
Sosiologi
Pedesaan (Rural Sociology)
Jurusan yang pertama kali mengkhususkan sosiologi pedesaan muncul
di amerika serikat tahun 1930-an, kemudian muncul beberapa Akademi Land
Grant yang dibentuk dalam wilayah kewenangan departemen pertanian amerika
serikat untuk meneliti masalah pedesaan dan meneliti ahli sosiologi serta
ekstensionis pedesaan untuk kerja sama lebaga-lembaga pemerintah beserta
organisasi petani(hightower:1973). Adapun kerangka yang paling sering digunakan
untuk mengenali berbagai temuan empiris, adalah gagasan tentang suatu “kontinum
pedesaan-perpetaan”, yang berusaha menjeaskan berbagai pendekatan pola sosial
dan kultural dengan mengacu kepada tempat masyarakat tersebut disepanjang
kontinum yang bergerak dari tipe pemukiman yang paling kota ( the most urban)
hingga yang paling desa ( the most plural). Selanjutnya, model
penelitiannya terfokus pada maslaah-masalah, seperti penyebaran inovasi
teknologi, kesenjangan anatara gaya hidup masyarakat kota dan desa, dan
mobilitas pendidikan dan pekerjaan, serta dampak program pembangunan msyarakat.
Berbagai dimensi tersebut dikaji dengan menggunkanan metodologi yang berdasarkan kuesioner, teknik
wawancara formal, dan analisis kuantitatif(long,2000:941).
Pada mulanya, terutama sejak tahun 1950-an dan 1960-an, terdapat
begiu banyak penelitian sosiologi pedesaan yang dilaksanakan menurut skema
konseptual tersebut demikian suksesnya sehingga diadaptasi oleh berbagai
negara. Di Eropa masuk aam bentuk Mental Marshall Aid, kemudian penelitian
menyebar ke Amerika latin dan Asia (Hofstee,1963). Bahkan pendiri berbagai
asosiasi internasional yang mengkhususkan pada sosiologi pedesaan, seperti International
rural sociological association (IRSA), menyelengggarakan kongres dunia
setiap empat tahun sekali, yang sangat berjasa dalam membangkitkan antusiasme
dan sumber daya instuional para anggotanya. [1]
Warga pedesaan suatu masyarakat mempunyai hubungan yang lebih erat
dan mendalam ketimbang hubungan mereka dengan warga masyarakat pedesaan
lainnya. Sitem kehiduan biasanya berkelompok atas dasar sistem kekeluargaan.
Penduduk masyarakat pedesaan pada umumnya hidup dari pertanian. Walaupun
terlihat adanya tukang kayu,tukang genteng dan bata, tukang membat gula, bahkan
tukang catut ( ingan sistem”ijon”), inti pekerjaan penduduk adalah pertanian.
Pekerjaan-pekerjaan disamping pertanian hanya pekerjaan sambilan saja karena
bila tiba masa panen atau masa menanam padi, pekerjaan-pekerjaan sambilan tadi
segera ditinggalkan. Namun demikian tidaklah berarti setiap orang memiliki
tanah.
B.
Sosiologi
industri (Industial Sociology)
Kelahiran dibidang ini mendapat inspirasi dari pemikiran-pemikiran Karl
Marx,Emile Durkheim, dan Max Weber walaupun secara formal sosiologi industri
lahir pada kurun waktu antara perang dunia I dan II, serta secara matang tahun
1960-an dan awal tahun 1970-an(Grint,2000:488). Dari pemikiran Karl Marx,
setidaknya teori revolusi proletaritat dari tumbuhnya alienasi serta
eksploitasi ekonomi pengaruhnya sangat dirasakan pada periode antara perang
dunia I dan II manakala terjadi pengangguran dan krisis ekonomi dunia, walaupun
realitanya pengaruh ini kurang dominan[2].
Kemudian gagasan Emile Durkheim yang ditulis dari buku Division Of Labour
(1933) memberikan kontribusi yang berarti dalam sosiologi industri terutama
pada konsep dasar teorinya tentang norma dan bentuk solidaritas sosial organik
dan mekaniknya.
Sedangkan dari
pemikiran Weber, merupakan jantung dalam pembentukan sosiologi industri. Dengan
menetang penjelasan materialis Marx mengenai kemunculan kapitalisme, Max Weber
(1949) berpandangan bahwa gagasanpun memiliki peranan penting, khususnya yang
berkaitan dengan etika kerja protestan. Namun yang paling banyak dibicarakan
analisis Max Weber tersebut adalah tentang birokrasi dan signifikansi dari
dominannya bentuk-bentuk otoritas legal-formal, yakni otoritas yang
legitimasinya berakar pada aturan-aturan dan prosedur formal(Grint,2000:488).
Dalam perkembangannya,
sosiologi indutri sejak tahun 1980an terdapat empat tema baru yang muncul dan
daam riset-riset sosiologi industri. [3]
a.
Sosiologi
industri yang hanya menekankan gaya tradisional yang patriarkat memberikan
peluang munculnya lini baru, yakni feminisme dalam riset. Dalam
pendekatan ini, kerja dapat direduksi menjadi pekerjaan orang-orang kerah biru
di pabrik-pabrik diperlawankan dan dikontraskan dengan kerja domestik yang
tidak bergaji dan meningkatnya jumlah wanita part-timer yang mengerjakan
klerikal dan jasa. Lebih jauh gagasan-gagasan bahwa teknologi bersifat netral
dan deterministik, diperlihatkan sebagai unsur penting dlam mempertahankan
kesinambungan patriarkat (Cockburn,1983; Wajcman1991).
b.
Runtuhnya
komunisme di eropa timur, adanya globalisasi industri, pergeseran di Fordisme
(keadaan ekonomi seusai perang) menuju post fordisme,
perkembangan-perkembangan teknologi pengawasan dan bangkitnya individualisme
tanpa ikatan tahun 1980-an, mengantarkan bangkitnya minat pada peran norma dan
dominasi diri yang seringkali dikaitkan dengan gagasan foucault dan tokoh
pascamodernis lainnya (Reed dan Hughes,1992)
c.
Perkembangan
teknologi informasi dan aplikasi-aplikasinya dibidang manufaktur serta
perdagangan, telah mendorong bangkitnya kembali minat untuk menerapkan
gagasan-gagasan konstruktivis sosial dari sosiologi ilmu pengetahuan serta
teknologi ke sosiologi kerja dan industri (Grint dan Woolgar,1994)
d.
Asumsi
bahwa pekerjaan dan produksi merupakan kunci identitas sosial tentang
argumen-argumen bahwa pola-pola konsumsi merupakan sumber identitas individual
(Hall, 1992:114)
C.
Sosiologi
medis
Sosiologi medis merupakan dari sosiologi yang kajiannya memfokuskan
pada pelestarian ilmu kedokteran, khususnya pada masyarakat modern
(Amstrong,2000:643).[4]
Bidang ini berkembang pesat sejak tahun 1950-an sampai sekarang. Setidaknya ada
dua alasan yang mendorong pesatnya perkembangan dibidang ini.
a.
Berhubungan
dengan asumsi-asumsi dan kesadaran bahwa masalah yang terkandung daam perawatan
kesehatan masyarakat modern adalah sebagai bagian integral masalah-masalah
sosial.
b.
Meningkatnya
minat terhadap pengobatan dalam aspek-aspek sosia dari kondisi sakit (illness),
terutama berkaitan dengan psikiatri(berhubungan dengan penyakit jiwa ),
pediatri(ksehatan anak), praktik umum (pengobatan keluarga), geriatrik (
perawatan usia lanjut), dan pengbatan komunitas (Amstrong, 2000:643-644).
Beberapa
tulisan yang menghiasi keahiran sosiologi medis tahun 1950-an adalah Journal
Of Health And Human Behaviour yang
kemudian diubah pada tahun 1960-an menjadi Journal Of Health and Social
Behaviour. Pada awal kelahirannya yang dominan adalah perspektif
medis,psikologi dan psikologi sosial. dalam perspektif medis , terutama pada
epidemiologi sosial yang berusaha mengidentifikasi peran dari faktor-faktor
sosial terhadap berjangkitnya penyakit menular yang dilakukan oleh para ahli
medis dan sosiologi. Hasil kajian awal menunjukkan bahwa terdapat pengaruh dari
struktur sosial (kelas sosial) terhadap etiologi dari penyakit psikiatris
maupun organis ( amstrong , 2000:644).
Kemudian
Freidson menulis buku Profesionof Medicine(1970) yang berisikan tawaran
suatu sintesis dari berbagai kajian awal mengenai profesi, penkasifikasian,
organisasi medis, persepsi pasien dan sebagainya. Khazanah baru ini merupakan
teks penting dalam menetapkan identitas formal sosiologi medis ke arah baru.
Sebab pada dasarnya kondisi sakit (illness) maupun penyakit (disease) merupakan
konstruksi realita sosial, refleksi dari organisasi sosial, kepentingan
professional, hubungan kekuasaan dan sebagainya.
Dalam hal ini
prestasi freidson (1970) adalah membebaskan sosiologi medis dari
batasan-batasan yang berdasarkan kategori medis, serta mengungkapkan pengalaman
pasien dan pengetahuan medis hingga analisis yang lebih mendalam dan
sistematis.
Dalam perkembangan selanjutnya, khususnya
tahun 1990-an minat terhadap studi detail kehidupan sosial pun dilibatkan yang
meneliti ekspresi dalam pngalaman sakit pasien. Pandangan pasien mengenai
kondisi sakit ditelaah sebatas sebagai bahan tambahan dari perilaku sakit
berdasarkan posisi pasien itu sendiri. Konsekuensi logis penerimaan pendapat
tersebut yang sama bermanfaatnya dengan bidang medis tersebut dapat menjadi
objek penting dalam sosiologi. Ini berarti pengetahuan medis dapat
dieksplorasi, tidak hanya sebagai suatu bentuk kebenaran pengetahuan tertinggi,
tetpi sebagai suatu sarana menuju masyarakat yang dapat
dikendalikan,dialenasi,dan didepolitisasi dalam penyelenggaraan kehidupan
mereka. Dimana pengetahuan dan praktik medis memiliki peran penting dalam
mnciptakan tubuh yang dapat dianalisis dan dikalkulasi masyarakat modern.
Namun demikian, tidak berarti ssiologi media
dipekerjakan oleh institusi-instusi medis atau pada tugas-tugas mengandung nsur
medis bahkan upaya memperbaiki (ameliorate) pasien yang menderita
(Amstrong,2000:646)
D.
Sosiologi
perkotaan (urban sociology)
Sosiologi urban
atau perkotaan dan studi sosiologi yang menggunakan berbagai statistik diantara
populasi dalam kota-kota besar. Kajiannya terutama dipusatkan pada studi
wilayah perkotaaan dimana zona industri, perdagangan dan tempat tinggal
terpusat. [5]Praktik
ini menerangkan pengaruh penggunaan tata ruang dan lingkungan kota besar dalam
beberapa lokasi atau daerah mikin sebagai jawaban diatas beberapa kultur ,
etnis dan bahasa yang berbeda, suatu mutu hidup yang rendah, terutama bahwa
semua fenomena-fenomena sosial ke arah
disorganisasi sosial. walapun t idak dipungkiri justru dikota terdapat banyak
kelompok-kelompok sosial masyarakat elite, menengah dan profesional.
Sosiologi
perkotaan baru dimulai di Eropa, perintisannya sejak tahun 1920-an dan 1930-an
walaupun resminya sejak tahun 1970-an yang kemudian menyebar ke berbagai
wilayah khususnya Amerika Serikat. Hal itupun mempengaruhi studi masyaraka
lainnya samai ke kota-kota besar di Jepang pada tahun 1970-an. Selama dua puluh
tahun sejak pengenalannya di Barat, dapat dibagi menjadi tiga tahapan :
a.
Periode
dari 1977-1985, ketika sosiologi urban prancis, terutama sekali teori manuael
castell pernyataannya sangat berpengaruh.
b.
Dari
1986-1992 memusatkan pada teori pergerakan sosial dan konsep global di kota
besar dalam satu konteks pembaruan, terutama dikota-kota jepang.
c.
Dari
1992 sampai sekarang, ditandai oleh suatu perubahan untuk sosiologi perkotaan
dalam suatu teori ruang kemasyarakatan dibawah globalisasi yang telah begitu
besar mempengaruhi pekerjaan David Harvey (Kazutaka Hashimoto,2002). Beberapa
tema yang relevan dalam kajian sosiologi urban tersebut,diantaranya
populasi,geopolitik, ekonomi dan lain-lain.
Sosiologi perkotaan ini lebih digunakan dalam menangani masalah
kehidupan masyarakat yang berada di kota. Contohnya dalam penggunaan kebutuhan
masyarakat kota ini cenderung lebih boros. Kehidupan seperti inilah yang perlu
diatur.[6]
Mazhab
chicago adalah suatu mazhab yang berpengaruh besar dalam studi sosiologi
perkotaan ini. Setelah mempelajari kota-kota besar pada awal abad ke-20 dan 21.
Mazhab chicago ini masih memiliki peranan penting. Banyak dari penemuan mereka
yang berharga telah menempatkan pengaruh mazhab tersebut sehingga masih
dominan. Bahkan belakangan ini telah berkembang sosiologi perkotaan baru
dibawah pengaruh tulisan mark Gottdiener dan Ray (2006)
yang menyajikan teks terobosan mereka dalam suatu edisi baru ketiga, sekarang
dengan sepenuhnya meninjau kembali dengan mengefektifkan dengan memberikan bagi
para mahasiswa suatu kajian yang menandaskan secara terintegrasi pada
topik-topik aktual.
Buku tersebut diorganisir secara terpadu
dengan perspektif paradigma sociouspatial yang mempertimbangkan peran
yang dimiliki oleh faktor-faktor sosial, seperti ras,kelas,jenis kelamin,gaya
hidup, ekonomi, kultur, dan politik pada pengembangan daerah metropolitan.
Studi kasus baru, dimana seluruh teks menghadirkan pekerjaan yang paling
terbaru didalam bidang ini, seperti halnya terminologi kunci dan diskusi
mempertanyakan masing-masing perubahan terbaru. Perubahan baru it meliputi
kajian globalisme,suburbaniasi,daerah yang muticentered sebagai format baru
yang berkenaan dengan perkembangan kota-kota baru , urbanisme yang baru, dan
perspektif kritis pada perencanaan dan kebijakan.
E.
Sosiologi
wanita
Lahir dan berkembangnya sosiologi wanita, dimana sejarah perintisannya
sejalan dengan perkembangan gerakan feminsme yang dipelopori oleh Mary
Wollstonecraft dalam bukunya A Vindication of The Right Of Women (1779),
kendati akar-akar historisnya dapat dilacak sejak lahirnya sosiologi sebagai
disiplin akademik. Sosiologi wanita merupakan suatu perspektif menyeluruh
tentang keanekaragaman pengalaman yang terstruktur bagi kaum wanita, dengan
mendefinisikan sosiologi wanita dalam pola-pola ketidakadilan yang terstruktur,
khususnya kerangka stratifikasi gender. Disamping itu secara eksplisit adanya
pengintegrasian penelitian yang progresif mengenai peran gender dari disiplin
sosiologi.
Bidang kajian bergerak ke
arah suatu penilaian sistematika tentang seluruh wanita, termasuk wanita kulit
berwarna, wanita kelas pekerja, wanita lanjut usia, dan sebagainya. Singkatnya
yang dilakukan oleh kaum wanita ialah mengembangkan suatu sosiologi oleh dan
untuk kaum wanita(Ollenburger dan Moore,996:v). [7]
Dilihat dari perspektif pendorong teori sosiologi wanita tersebut,
terdiri atas tiga kelompok kontributor pemikiran sosiologi tama yang terpilih.[8]
1.
Kelompok
teoretisi positivis atau fungsionalis,
menegaskan bahwa tatanan alamiah dominasi laki-laki sebagai suatu perbedaan
terhadap argumen-argumen mengenai hak-hak kaum wanita. August Comte percaya
bahwa wanita secara konstitusional bersifat inferior terhadap laki-laki karena
kedewasaan mereka berakhir pada masa kanak-kanak. Oleh karena itu , Comte
percaya bahwa wanita menjadi subordinat laki-laki manakala ia menikah.
2.
Kelompok
para teoritis konflik,
melukiskan sistem-sistem penindasan yang secara sitematis membatasi kaum
wanita. Karl marx melihat masyarakat secara konstant berubah komposisinya,
kekuatan antitesis menyebabkan perubahan sosial melalui ketegangan dan
perjuangan antarkelas yang bertentangan. Karena itu kemajuan sosial diisi oleh
perjuangan dan upaya keras yang membuat knflik sosial menjadi inti dari proses
sejarah. Disinilah mark menulis mengenai eksploitasi tenaga kerja yang
menimbulkan alienasi dan pembentukan kelas yang saling berlawanan. Dalam
tulisan Marx dan Engels (1970) mereka menulis tentang wanita sebagai alat
produksi.
Akan tetapi, komunitas anda akan memasukkan
komunitas wanita dan mengutuk semua borjis yang secara serempak. Seorang
borjuis melihat istrinya sebagai alat produksi belaka. Ia medengar bahwa
alat-alat produksi biasanya dieksploitasi dan tentu saja tidak ada kesimpulan
lain, apa yang biasa terjadi pada kebanyakan alat produksi, menimpa pula pada
kaum wanita.
3.
Kelompok
alternatif, yaitu
kelompok aktivis karya sosial dan interaksionis. Kelmpok ini dipimpin oleh Jane
Addams yang bermukim dipemukiman kumuh Chicago West Side dari taun
1800-andan awal 1900-an (Addams,1910). Yang membuka Hull house pada
tahun 1889, mendahulukan pembukaan universitas Chicago tahun 1982. Model
pemukiman tersebut adalah egalitarian,dominasi kewanitaan, dan pragmatis.
Jaringan kerja para aktivis sosial dan akademikus yang akan sering mengunjungi Hull
house, termasuk John Dewey dan George Herbert Mead banyak memberikan
kontribusi pada perkembangan pragmatisme chicago yang menggabungkan ilmu
pengetahuan objektif pengamatan dengan isu-isu etik dan moral untuk menghsilkan
suatu masyarakat yang adil dan bebas (Deegan,1988:6)
F.
Sosiologi
militer ( Military Sociology )
Bidang kajian ini menyoroti angkatan bersenjata sebagai suatu
organisasi bertipe khusus dengan fungsi sosial spesifik ( Bredow,2000:664).
Fungsi-fungsi tersebut bertolak dari suatu tujuan organisasi keamanan dan
sarana-sarananya, kekuatan, serta kekerasan. Sebenarnya, masalah-masalah
seperti itu sudah lama didiskusikan oleh para sosiolog. Seperti August Comte
maupn Herbert Spencer. Akan tetapi secara formal studi sosiologi militer
tersebut itu baru dimulai selama perang dunia II. Kajian yang paling awal dilakukan
Research branch of information and education of the armed forces antara
tahun 1942-1945, yang kemudian dipubikasikan (Stouffer,1949).
Sosiologi militer tersebut
terus berkembang pesat khususnya di Amerika Serikat, yang menurut Bredow
(2000:665), terdapat lima bidang kajian sosiologi militer.[9]
1.
Problem
organisasi internal yang menganalisis proses-proses dalam kelompok kecil dan
ritual militer dengan tujuan mengidentifikasi problem disiplin dan motivasi,
serta menguraikan cara-cara subkultur militer dibentuk.
2.
Program
organisasional internal dalam pertempuran, didalam hal ini dianalisis termasuk
seleksi para petinggi militer, kepangkatan,dan evaluasi motivasi pertempuran.
3.
Angkatan
bersenjata dan masyarakat yang mengkaji tentang citra profesi yang berkaitan
dengan dampak perubahasan sosial dan teknologi, profil rekrutmen angkatan
bersenjata, problem pelatihan dan pendidikan tentang serta peran wanita dalam
angkatan bersenjata.
4.
Militer
dan politik. Dalam hal ini, dianalisis ada suatu perbandingan bahwa pada
demokrasi barat riset militer, terfokus pada kontrol politik terhadap jaringan
militer, kepentingan ekonomi, \dan administrasi lainnya. Namun bagi
negara-negara berkembang, memfokuskan berbagai sebab dan konsekuensi dari
kudeta militer yang diperankannya dengan membawa atribut-atribut pembangunan
dan Practiorisme ( bentuk yang biasanya diterapkan oleh militerisme negara
berkembang).
G.
Sosiologi
keluarga ( Family Sociology)
Mempelajari pembentukan dan perkembangan keluarga, bentuk keluarga,
fungsi dan struktur keluarga, arah perkembangan keluarga pada masa mendatang,
permasalahan yang dihadapi keluarga serta penyelesaiannya, masalah penyimpangan
hubungan dengan sosialisasi, disorganisasi keluarga dan masalah keluarga
berencana.[10]
Mencakup hubungan keluarga dengan sistem sosial lainnya,seperti sistem
pendidikan,ekonomi,pemerintah,hubungan keluarga dengan sistem nilai dan
organisasi lainnya serta implikasinya terhadap anggota keluarga.. Pendekatan
sosiologis dalam melihat keluarga, peranan, interaksi dan fungsi keluarga dalam
era modernisasi maupun pembangunan (Goode,2002:37)
H.
Sosiologi
Agama
Sosiologi agama merupakan studi sosiologis yang mempelajari studi
ilmu budaya secara empiris, profan dan positif yang menuju kepada praktik, struktur
sosial, latar belakang historis, pengembangan, tema universal, dan peran agama
dalam masyarakat (goddijin,1966:36).[11]
Para ahli sosiologi agama mencoba untuk menjelaskan efek masyarakat itu pada
agama maupun efek agama terhadap masyarakat. Dengan kata lain, terdapat
hubungan yang bersifat dialektis antara keduanya, dalam kaitannya dengan agama
ini terutama tertuju pada studi praktis,struktur sosial,latar beakang historis,
perkembangan,tema universal, dan peram agama dalam masyarakat( Wikipedia:2002).
Dari definisi diatas, dapat dikemukakan bahwa sosiologi umum yang bertujuan
untuk mencari keterangan ilmiah tentang masyarakat agama khususnya.
H.Goddijn-W.Goddjin, sosiologi agama adalah bagian dari sosiologi
umum yang mempelajari suatu ilmu budaya empiris, profan, dan positif yang
menuju kepada pengetahuan umum, yang jernih dan pasti dari
struktur,fungsi-fungsi dan perubahan-perubahan kelompok keagamaan dan
gejala-gejala kekelompokan keagamaan. Dengan definisi tersebut sudah cukup
memberikan gambaran kepada kita bahwa sosiologi agama ada hakekatnya adalah
cabang dari sosiologi umum yang mempelajarai masyarakat agama (religious
society) secara sosiologis untuk mencapai keterangan-keterangan imiah dan pasti
demi masyarakat untuk masyarakat agama itu sendiri dan umat atau masyarakat
pada umumnya. [12]
Ditinjau dari sejarahnya, perintisan sosiologi agama sebenarnya
sejak lama dan hampir seusia dengan sosiologi itu sendiri. Pada abad ke-19
sejumlah sarjana barat terkenal (1832-1917) , Friedrich H.Muller (1823-1917),
dan james Frazer(1854-1941), telah banyak enulis tentang aga-aga pada masyaakat
primitif. Akan tetapi, pengkajian masalah agama secara ilmiah dan sistematis
baru dilakukan sekitar tahun 1900-an hingga pertengahan abad ke-20.
Mulai saat itu muncullah
buku-buku sosiologi agama yang dikenal dengan periode agama klasik yang
dipelopori oleh Emile Durkheim (1858-1917) seorang erintis sosiologi dari
Prancis dalam bukunya The elementary form of religius life, dan Max
Weber (1864-1920) seorang sosiolog dari Jerman dalam karyanya the sociology of
religion keduanya dikenal sebagai
pendiri sosiologi agama .Dalam perkembangannya, ssiologi memiliki empat mazhab
yakni klasik,positivisme, teori konflik dan fungsionalisme
(Hendropuspito,193:24).
Jika mazhab klasik memiliki karakteristik yang lebih bercorak
sosiologi dasar dari pada sosiologi agama, dengan pengecualian Durkheim dan
Weber. Mazhab positivisme, memiliki karakteristik dimana ia menyibukkan dirinya
dengan kuantifikasi dari dimensi masyarakat yang kualitatif, dengan kata lain
memberikan kesimpulan-kesimpulan yang netral tanpa diwarnai pertimbangan
teologis mauun filsafatis. Berbeda dengan mazhab teori konflik, masyarakat yang
sehat brcirikan masyarakat yang hidup dalam situasi konfliktual. Sebaliknya
masyarakat yang dalam keadaan equilibrium dianggapnya sebagai masyarakat
tertidur dan stagnan dalam kemajuan (Hendropuspito,1983:25). Disisi lain aliran
ini pun sering disebut sosiologi agama yang kritis,sedangkan mazhab
fungsionalis, memiliki karakteristik yang berasumsi bahwa masyarakat itu
merupakan suatu perimbangan, setiap kelompok memberikan kontribusinya yang khas
dalam membentuk sistem perimbangan secara keseluruhan (hendropuspito,1983:26).
I.
Sosiologi
pendidikan (Educational Sociology yang kemudian menjadi Sociology Of
Education)
Merupakan bidang kajian sosiologi yang penitisannya selalu
dikaitkan dengan sosiolog pendidikan bernama Lester Frank Ward pada tahun 1883,
yang menegaskan bahwa untuk memperbaiki masyarakat diperlukan pendidikan (Ballantine,1983:11).
Selanjutnya, Ward menegaskan bahwa perbedaan kelas yang terjadi dalam
masyarakat bersumber kepada perbedaan
pemilikan kesempatan, terutama kesempatan dalam memperoleh pendidikan tersebut
mengarah monopoli pemilikan sumber-sumber sosial maupun keadilan.[13]
Dengan berasumsi bahwa pada
dasarnya manusia memiliki kapasitas belajar yang sama, selanjutnya Ward
mendesak kpada pemerintah Amerika untuk mengadakan wajib belajar. Baru pada
abad ke-20, muncul semangat yang kuat untuk mendirikan sebuah cabang sosiolgi
yang dinamakan educational sociology (Brookover dalam pavalko,1976:6).
Perkembangannya ternyata bidang baru tersebut sangat pesat, hal ini terlihat
pada tahn 1914, khususnya di Amerika Serikat teah 14
universitas yang mengadakan program perkuliahan bidang tersebut,
dimana bidang educational sociology mengandalkan pada problem solving
sosial sebagai metodenya (Adiwikarta,1988:2). Timbul ketidakpuasan atas
educational sociology tersebut dari sosiolog lainnya, terutama Robert Angell
terhadap nama subdisiplin itu, maupun terhadap metodenya sehingga tahun 1928,
muncul istilah baru, yaitu socioloy of education. Bagi Angell, sociology of
education harus berbeda dengan educational sociology, ia tidak perlu
menjanjikan jawaban sosiologis untuk mengatasi permasalahan sosial yang
dihadapi dunia pendidikan. Bidang ini cukup bertugas untuk melakukan berbagai
riset dan menjadikan instuisi pendidikan sebagai sumber data ilmiah. Dengan
demikian yang menjadi pusat perhatian dalam sociology of education adalah
penelitian dan hasilnya, bukan dikusi tentang penanggulangan masalah
pendidikan. Ternyata perkembangan sociology of education tersebut jauh
lebih pesat dan mendapat dukungan besar dari Inggris,Prancis, dan Jerman.
Menurut Brookover, bidang-bidang kajian materi sociology of education tersebut mencakup (a)hubungan sistem
pendidikan dengan sistem sosial lain;(b)hubungan sekolah dengan komunitas
sekitarnya;(c) hubungan antar manusia dalam sistem pendidikan;(d)pengaruh
sekolah terhadap perilaku anak didik (Pavalko,1976:14-16).
J.
Sosiologi
seni
Istilah sosiologi seni ( sociology of art ) digunakan dari
sosiologi berbagai seni (sociolgy of arts) atau sosiologi seni dan literatur (
sociology of art and literature). Sedangkan sosiologi visual relatif jarang
dikembangkan ddibandingkan sosiologi literature,drama maupun film.
Implikasinya, sifat generik dari bidang kajian ini mau tidak mau menimbulkan
kesulitan dalam analisisnya karena tidak selalu terdapat hubungan linear antara
musik dan novel dengan konteks atau politiknya (Wolff,2000:41). Namun demikian,
sosiologi seni dapat dikatakan sebagai wilayah kajian yang cair karena didalamnya
tidak ada suatu model analisis atau teori yang dominan.[14]
Beberapa pendekatan yang banyak digunakan di Eropa dan Amerika
memang ada perbedaan. Sebagai contoh di Inggris dan Eropa lainnya, pendekatan
marxis dan non-marxis masih ada pengaruhnya hingga tahun 1970-an. Sebaliknya
sosiologi seni di Amerika Serikat yang seringkali dinamakan sebagai
pendekatan produksi-budaya (Kamerman dan
Martorella, 1983;Becker,1982). Dalam tradisi marxis, para ahli seni bergerak
dari metafora sederhana, yakni baris dan suprastruktur yang mengandung bahaya
sikap reduksionis ekonomiterhadap budaya, dan beranjak melihat literatur serta
seni semata-mata sebagai pncerminan faktor-faktor kelas atau ekonomi. Karena
itu karya-karya pengarang Antonio Gramsci,Theodor Adorno,dan Louis Althusser
menjadi penting dalam penyempurnaan model yang bertumpu pada level-level
kelompok sosial antara kesadaran individual dan pengalaman spesifik
tekstual(Wolff,2000:41-42).
Hal itu berbeda dengan pendekatan sosiologi seni produksi-budaya
yang sering mendapat kritik karena dianggap mengabaikan produk budaya itu
sendiri. Pendekatan produksi-budaya (production of culture) memfokuskan pada
masalah hubungan sosial dimana karya
seni itu diproduksi.[15]
Para ahli sosiologi seni melihat peranan para “penjaga gawang”, seperti para
penerbit kritikus, pemilik galeri dalam memperantarai seniman dan
masyarakat,hubungan sosial dan proses pengambilan keputusan disuatu lembaga
akademi seni maupun perusahaan opera, serta mengenai hubungan antara
produk-produk budaya tertentu, seperti fotografi dimana jarya itu dibuat (Rosenblum,1978;Adlrer,1979).
Kebanyakan yang menjadi fokus kajiannya di banyak negara, kecuali di Inggris
(studi literatur), yakni pada seni pertunjukkan yang menyajikan kompleksitas
interaksi sosial yang dianalisis.
BAB III
C.ANALISIS DAN DISKUSI
BAB IV
D. KESIMPULAN
1. sosiologi pedesaan adalah
suatu bidang ilmu yang mengenali berbagai temuan empiris, adalah gagasan tentang
suatu “kontinum pedesaan-perpetaan”, yang berusaha menjeaskan berbagai
pendekatan pola sosial dan kultural dengan mengacu kepada tempat masyarakat
tersebut disepanjang kontinum yang bergerak dari tipe pemukman yang paling kota
( the most urban) hingga yang paling desa ( the most plural).
2.
karena ada dua alasan yang mendorong pesatnya perkembangan dibidang ini yakni :
a.
Berhubungan
dengan asumsi-asumsi dan kesadaran bahwa masalah yang terkandung daam perawatan
kesehatan masyarakat modern adalah sebagai bagian integral masalah-masalah
sosial.
b.
Meningkatnya
minat terhadap pengobatan dalam aspek-aspek sosia dari kondisi sakit (illness),
terutama berkaitan dengan psikiatri(berhubungan dengan penyakit jiwa ),
pediatri(ksehatan anak), praktik umum (pengobatan keluarga), geriatrik (
perawatan usia lanjut), dan pengbatan komunitas (Amstrong, 2000:643-644).
3.wanita sebagai alat produksi.
4.
sistem
sosial seperti sistem pendidikan,ekonomi,pemerintah,hubungan keluarga dengan
sistem nilai dan organisasi lainnya serta implikasinya terhadap anggota
keluarga.
5.
studi
sosiologis yang mempelajari studi ilmu budaya secara empiris, profan dan
positif yang menuju kepada praktik, struktur sosial, latar belakang historis,
pengembangan, tema universal, dan peran agama dalam masyarakat
(goddijin,1966:36)
[1] Dr.H.Dadang Supardan,M.Pd, engantar Ilmu sosial hal 79
[2] Ibid hal 80
[3] Ibid hal 81
[4] Dr.H.Dadang Supardan,Mpd Pengantar ilmu sosial hal 81
[5] Ibid hal 83
[6] Serjono Soekamto, sosiologi sebagai engantar hal 155
[7] Dr.H.Dadang Sparlan,S.Pd,engantar Ilmu sosial hal 84
[8] Ibid hal 85-86
[9] Ibid hal 86
[10] Ibid hal 87
[11] Ibid hal 87
[12] Ishomuddin, pengantar sosiologi agama hal 22
[13] Dr.H.Dadang Supardan, pengantar ilmu sosial hal 89
[14] Ibid hal 90
[15] Ibid hal 90
0 komentar:
Posting Komentar