Kamis, 10 Mei 2012

Pendekatan dalam Bimbingan Konseling


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Untuk mengantisipasi dan mengikuti perkembangan dunia, maka Bimbingan dan Konseling di sekolah merupakan suatu hal yang tidak dapat ditawar keberadaannya. Pesatnya kemajuan jaman menuntut manusianya untuk siap mengisi jaman tersebut. Manusia sebagai individu yang berperan mengisi aktivitas jaman akan selalu terbentur dengan masalah-masalah yang dihadapinya dalam kehidupan.
Siswa sebagai anak didik yang juga merupakan bahagian dari individu yang dikatakan berperan mengisi zaman tentu tidak akan terlepas dari kondisi ini. Pada siswa yang dipersiapkan untuk menjadi generasi penerus diharapkan dapat dan memperoleh perkembangan individu yang optimal. Perkembangan disini tentunya melalui sekolah. Berbicara mengenai sekolah maka perangkat membentuk individu melalui pendidikan merupakan suatu sistem. Disamping memperoleh ilmu pengetahuan siswa juga diharapkan dapat berkembang lebih jauh sesuai dengan kapasitas individu yang dimilikinya. Disinilah peran guru Bimbingan Konseling, dengan mendampingi si anak untuk memperoleh dan meraih harapan dan cita-citanya, diharapkan anak dapat tergali dan berkembang lebih baik kemampuan yang ada pada dirinya.

B.     Rumusan Masalah
1.      Seperti apakah pendekatakan bimbingan konseling di sekolah itu?
2.      Bagaimanakah tehnik-tehnik yang digunakan dalam bk?
3.      Program apa sajakah yang ada dalam bimbingan konseling di sekolah?
C.    Tujuan Pembahasan
1.      Ingin mengetahui pendekatan bimbingan konseling di sekolah.
2.      Ingin mengetahui tehnik-tehnik bimbingan konseling
3.      Ingin mengetahui program dalam bimbingan konseling di sekolah



BAB II
PEMBAHASAN MASALAH

A.    PENDEKATAN PADA BIMBINGAN KONSELING
Kata Pendekatan terdiri dari kata dasar dekat dan mendapat imbuhan Pe-an yang berarti hal, usaha atau perbuatan mendekati atau mendekatkan.[1] Jadi Pendekatan Bimbingan dan Konseling adalah suatu usaha yang dilakukan oleh seorang konselor untuk mendekati kliennya sehingga klien mau menceritakan masalahnya. Ada 2 pendapat mengenai pendekatan Bimbingan Konseling di sekolah yaitu Dalam melaksanakan kegiatan BK ada beberapa pendekatan, antara lain :

1.       Pendekatan Non-Direktif
Secara perlahan-lahan konselor juga mendorong klien untuk mencurahkan perasaan positifnya serta mengadakan penilaian terhadap pola berpikirnya dari pola pikir orang lain, serta menilai perbuatannya dari perbuatan orang lain. Itu sebagai suatu gambaran situasi hubungan yang bersifat Non-Direktif.[2]

Tujuan Pendekatan Non-Direktif
a.       Membebaskan klien dari berbagai konflik psikologis yang dihadapinya.
b.      Menumbuhkan kepercayaan pada diri klien, bahwa ia memiliki kemampuan untuk mengambil keputusan terbaik bagi dirinya tanpa merugikan orang lain.
c.      Memberikan kesempatan kepada klien untuk mempercayai orang lain dan siap menerima pengalaman orang lain yang bermanfaat baginya.
d.     Memberikan kesadaran kepada klien bahwa dirinya merupakan bagian dari suatu lingkungan social budaya yang luas tetapi ia masih tetap memiliki kekhasan dan keunikan tersendiri.
e.     Menumbuhkan keyakinan pada klien bahwa dirinya terus tumbuh dan berkembang (process of becoming).[3]


 Kebaikan-kebaikan Pendekatan Non-Direktif.
Penggunaan pendekatan ini akan banyak membantu apabila :
a.     Klien mengalami kesukaran emosional dan tidak dapat menganalisis secara raional dan logis.
b.      Konselor memiliki kemampuan yang cukup tinggi untuk menangkap penghayatan emosi dalam mengungkapkan masalah dari klien dan memantulkan kembali kepada klien dalam bahasa dan tindakan yang sesuai.
c.       Pendekatan ini sangat baik digunakan jika klien memiliki kemampuan untuk merefleksikan diri dan mengungkapkan perasaan-perasaan serta pikiran-pikirannya secara verbal.
d.      Pendekatan ini cocok digunakan sebab masalah yang dihadapi klien tetap menjadi tanggung jawab klien sendiri, walaupun konselor memberikan bantuan-bantuan berupa pertanyaan penggali, ajakan menekankan supaya klien memusatkan perhatian pada refleksi ini.
Kelemahan Pendekatan Non-Direktif
1.     Cara pendekatan ini menyita banyak waktu bila wawancara konseling tidak  terarah.
2.     Kemampuan dan keberanian klien untuk mengungkapkan secara verbal seluruh permasalahannya sangat terbatas.
3.      Kesukaran-kesukaran klien dalam menerima dan memahami diri sendiri.
4.      Pendekatan ini menuntut sifat dan sikap kedewasaan dari klien.
5.     Kesukaran-kesukaran konselor dalam aspek klinis sering merupakan masalah, karena konselor belum terlatih dalam masalah psikologis.[4]

2.       Pendekatan Rasional-Emotif

Teori Konseling Rasional Emotif dengan istilah lain dikenal dengan "rasional-emotif therapy" yang dikembangkan oleh Dr. Albert Ellis, seorang ahli Clinikal Psychology (Psikologi klinis).
Tujuan dari RET Albert Ellis pada intinya ialah untuk mengatasi pikiran yang tidak logis tentang diri sendiri dan lingkungannya. Konselor berusaha agar klien makin menyadari pikiran dan kata-katanya sendiri, serta mengadakan pendekatan yang tegas, melatih klien untuk bisa berpikir dan berbuat yang lebih realistis dan rasional.
Penerapan pendekatan ini sangat ideal apabila diterapkan di sekolah, terutama oleh guru, konselor, atau guru pembimbing yang berwibawa. Guru pembimbing yang berwibawa akan mampu membantu siswa yang mengalami gangguan mental untuk mengarahkan secara langsungpada para siswa yang memiliki pola berpikir yang tidak rasional, serta mempengaruhi cara berpikir mereka yang tidak rasional untuk meninggalkan anggapan yang keliru itu menjadi rasional dan logis.
Guru melalui mata pelajaran yang diajarkan kepada siswanya secara langsung bias mengaitkan pola bimbingan yang terpadu untuk mempengaruhi para siswanyauntuk segera meninggalkan tindakan, pikiran, dan perasaan yang tidak rasional.[5]
3.       Pendekatan Analisis Transaksional
Prinsip-prinsip yang dikembangkan melalui analisis transaksional diperkenalkan pertama kali pada tahun 1956 oleh Eric Berne, dan kemudian disusul dengan pembahasan yang mendalam di depan Regional Meeting of The American Group Psychotherapy Association di Los Angeles, buolan November 1957, yang berjudul: "Transactional Analysis: A New and EffectiveMethod Group Therapy".
Prinsip-prinsip yang dikembangkan oleh Eric Berne dalam analisis transaksional adalah upaya untuk merangsang rasa tanggung jawab pribadi atas tingkah lakunya sendiri, pemikiran yang logis, rasional, tujuan-tujuan yang realistis, berkomunikasi dengan terbuka, wajar dan pemahaman dalam berhubungan dengan orang lain.
Tujuan Analisis Transaksional :
1.      Tujuan pertama, konselor membantu klien yang mengalami kontaminasi (pencemaran) status ego yang berlebihan.
2.      Konselor berusaha membantu mengembangkan kapasitas diri klien dalam menggunakan semua status egonya yang cocok.
3.      Konselor berusaha membantu klien di dalam mengembangkan seluruh status ego dewasanya. Pengembangan ini pada hakikatnya adalah menetapkan pikiran dan penalaran individu.
4.      Tujuan terakhir dari konseling adalah membantu klien dalam membebaskan dirinya dari posisi hidup yang kurang cocok serta menggantinya dengan rencana hidup yang baru yang lebih produktif.[6]

4.      Pendekatan Klinikal
Konseling Klinikal berkembang diawali dari konsep konseling jabatan (vocational counseling), yang menitikberatkan pada kesesuaian pendidikan dengan jabatan(vocational). Konseling jabatan pertama-tama dirintis dan diperkenalkan oleh Frank Parson (1909) yang menekankan kepada tiga aspek penting, yaitu : (1) pemahaman yang jelas tentang potensi-potensi yang dimiliki individu termasuk di dalamnya ialah tentang bakat, minat, kecakapan, kekuatan-kekuatan maupun kelemahan-kelemahannya. (2) pengetahuan tentang syarat, kondisi, kesempatan dan tentang prospek dari berbagai jenis pekerjaan atau kerir, (3) penyesuaian yang tepat antara kedua aspek tersebut.
Istilah klinikal, apakah dalam arti diagnosis klinikal maupun konseling klinikal adalah merupakan kerangka acuan kerja, yang mendasarkan pada konsep bahwa konselor bukanlah semata-mata piñata dan pelaksana tes, tetapi dia juga bekerja menghadapi individu sebagai pribadi seutuhnya. Jadi, ini berarti bahwa konseling klinikal didasari pada pandangan tertentu tentang hakiukat manusia.[7]
Tujuan Konseling Klinikal
1.     Klien yang perlu mendapat bantuan adalah siswa yang menghadapi masalah yang tidak dapat memcahkan masalahnya sendiri. Untuk dapat membantu siswa dalam memecahkan masalahnya, konselor harus memahami dengan seksama seluk beluk dan liku-liku masalah yang dihadapi oleh siswa sebagai suatu dasar bagi konselor dalam menentukan tehnik atau pendekatan yang tepat. Jadi peranan langkah diagnosis di sini memegang peranan penting.
2.    Karena pada dasarnya konseling klinikal merupakan suatu proses personalisasi dan individualisasi, maka tujuan dari konseling adalah untuk membantu siswa mempelajari, memahami, dan menghayati dirinya sendiri serta lingkungannya, serta melancarkan terjadinya proses pengembangan diri, pemahaman diri, perwujudan cita-cita dan penemuan identitas diri.
Tujuan lain dari pendekatan konseling klinikal adalah agar individu mampu belajar melihat dirinya sendiri sebagaimana adanya dan mampu untuk mengembangkan potensi-potensi yang ada pada dirinya secara optimal. Untuk mencapai tujuan ini, pola hubungan yang penuh dengan keakraban, bersahabat, perhatian, dan ikut merasakan apa yang dirasakan orang lain perlu ditanamkan dalam proses hubungan konseling.[8]

Langkah-langkah Pendekatan Klinikal
1.      Langkah Diagnosis I yaitu konselor berusaha mengumpulkan dari berbagai sumber dan dari berbagai pihak yang diduga ada relevansinya dengan masalah yang dihadapi siswa.
2.      Langkah Sintesis ialah suatu langkah untuk membuat suatu rangkuman data diatas, sehingga tampak jelas hal-hal unik yang berhubungan dengan masalah siswa.
3.      Langkah Diagnosis II yaitu kegiatan untuk menyusun gambaran kondisi siswa. Dengan tersusunnya gambaran kondisi sehingga tampak dengan jelas masalah apa yang sedang dialami siswa dan faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya masalah tersebut.
4.      Langkah Prognosis adalah suatu usaha untuk memilih alternatif tindakan yang dapat membantu siswa dalam mengatasi sendiri masalahnya.
5.      Langkah Treatment atau penyembuhan adalah pelaksanaan pemberian bantuan kepada siswa.
6.      Langkah Follow Up (lanjutan) ialah membantu siswa melaksanakan rerncana tindakan langkah awal sampai terakhir sedangkan klien itu sendiri kelihatan aktif pada waktu terjadi hubungan wawancara konseling saja.[9]







Menurut pandangan Gerald Corey (2005), menguraikan berbagai pendekatan dalam bimbingan dan konseling sebagai berikut.

1. Pendekatan Psikoanalitik
Manusia pada dasarnya ditentukan oleh energi psikis fdan pengalaman-pengalaman dini. motif dan konflik tak sadar adalah sentral dalam tingkah laku sekarang. adapun perkembangan dini penting karena masalah-masalah kepribadian berakar pada konflik-konflik masa kanak-kanak yang direpresi.
2. Pendekatan Eksistensial-Humanistik
Berfokus pada sifat dari kondisi manusia yang mencakup kesanggupan untuk menyadari diri, kebebasan untuk menentukan nasib sendiri, kebebasan dan tanggug jawab, kecemasan sebagai suatu unsur dasar, pencrian makna yang unik didalam dddunia yang tak bermakna, ketika sendirian dan ketika berada dalam hubungan dengan orang lain, keterhinggaan dan kematian, dan kecenderungan untuk mengaktualkan diri.

3. Pendekatan Clien-Centered
Pendekatan ini memandang manusia secara positif bahwa manusia memiliki suatu kecenderungan ke arah berfungsi penuh.dalam konteks hubungan konseling, mengalami perasaan yang sebelumnya diingkari. klien mengaktualkan potensi danbergerak kearah peningkatan kesadaran, spontanitas, kepercayaan kepada diri, dan keterarahan.
4. Pendekatan Gestalt
Manusia terdorong kearah keseluruhan dan integrasi pemikiran perasaan serta tingkah laku. pandangannya anati deterministik dalam arti individu dipandang memiliki kesanggupanuntuk menyadaribagaimana pengaruh masa lampau berkaitan dengan kesulitan sekarang.
5. Pendekatan Analisis Transaksional
Manusia dipandang memiliki kemampuan memilih. apa yang sebelumnya ditetapkan, bisa ditetapkan ulang. meskipun manusia bisa menjadi korban dari putusan-putusan bingung dan sekenario kehidupan, aspek-aspek yang mengalihkan diri bisa diubah dengan kesadaran.
6. Pendekatan Tingkah Laku
Manusia dibentuk dan dikondisikan oleh pengondisian sosial budaya. pandangannya deterministik, dalam arti, tingkah laku dipandang sebagai hasil belajar dan pengondisian.
7. Pendekatan Rasional Emotif
Manusia dilahirkan dengan potensi untuk berpikir rasional, tetapi juga dengan kecenderungan-kecenderungan kearah berpikir curang. mereka cenderung untuk menjadi korban dari keyakinan-keyakinan yang rasional dan untuk mereindoktrinasi dengan keyakinan-keyakinan yang irasional itu, tetapi berorientasi kognitif-tingkah laku-tindakan, dan menekankan berpikir, menilai, menganilisis, melakukan, dan memutuskan ulang. modelnya adalah didaktif direktif, tetapi dilihat sebagai proses reduksi.
8. Pendekatan Realitas
Pendekatan realitas berlandaskan motivasi pertumbuhan dan anti deterministik.

B.     Tehnik Bimbingan dan Konseling
Tehnik adalah suatu cara (kepandaian, pengetahuan dll) untuk membuat atau melakukan sesuatu.[10] Jadi Tehnik Bimbingan dan Konseling adalah Suatu cara yang harus digunakan oleh seorang konselor dalam melaksanakan kegiatan Bimbingan dan Konseling.
   Pada dasarnya tehnik-tehnik pengenalan dan pemahaman individu dapat digolongkan menjadi 2, yaitu :
1.      Tehnik Non Testing
2.      Tehnik Testing[11]
1. Tehnik Non Testing
Tehnik Non Testing adalah tehnik-tehnik pengumpulan data dengan menggunakan alat yang bukan test. Tehnik ini digunakan untuk mengumpulkan data yang tidak dapat dikumpulkan dengan tehnik testing. Penggunaan tehnik ini perlu diutamakan karena alat-alat tersebut dapat diusahakan sendiri oleh konselor atau petugas bimbingan di sekolah.
Tehnik non testing ada bermacam-macam jenisnya, antara lain :
a)      Tehnik wawancara, adalah suatu proses pembicaraan dalam suatu situasi komunikasi langsung (face to face relationship) antara pewawancara dan yang diwawancarai dalam hal mana kedua belah pihak saling memberikan dan atau menerima informasi tentang persoalan-persoalan yang dibicarakan. Sedangkan dalam bidang bimbingan dan konseling , wawancara dapat mempunyai berbagai tujuan, seperti (a) pengumpulan data, (b) menciptakan hubungan baik, (c) memberi pertolongan.[12]
b)      Tehnik Observasi, adalah tehnik pengumpulan data yang dilakukan secara sistematis dan sengaja dengan menggunakan alat indera (terutama mata) dan pencatatan terhadap gejala perilaku yang diselidiki. Alat indera merupakan alat utama dalam observasi, oleh karena itu agar observasi dapat berhasil maka dituntut kemampuan menggunakan alat indera dengan sebaik-baiknya. Kesengajaan itu bersangkutan dengan tanggung jawab ilmiah bagi yang melakukan observasi, sedangkan sistematis merupakan cirri kerja ilmiah. Gejala-gejala perilaku individu perlu diselidiki bilamana kita ingin memahami kondisi kepribadian seseorang individu. Oleh karena itu tehnik observasi sangat tepat untuk memahami perilaku individu.[13]
c)      Tehnik Kuesioner adalah suatu daftar yang berisi pertanyaan-pertanyaan yang harus dijawab atau dikerjakan oleh orang yang ingin diselidiki atau responden. Dengan mempergunakan kuesioner akan dapat diperoleh fakta-fakta atau opin-opini. Pertanyaan-pertanyaan dalam kuesioner sangat tergantung pada maksud dan tujuan yang ingin dicapai. Hal ini akan mempunyai pengaruh terhadap bentuk dari pertanyaan yang ada dalam kuesioner itu. Kuesioner berfungsi sebagai tehnik pengumpul data dan juga sebagai alat pengumpul data.[14]
d)      Tehnik Dokumentasi, yaitu tehnik yang dipergunakan untuk mengumpulkan data dengan usaha mempelajari dan membuktikan laporan tertulis dari suatu peristiwa yang isinya terdiri atas penjelasan dan pemikiran yang bertalian dengan keperluan yang dibutuhkan. Dokumen tersebut dapat diambil dari buku pribadi, buku rapor dandaftar presensi.[15]
e)      Pemeriksaan fisik dan kesehatan, yang dapat dilakukan secara periodic, misalnya satu bulan atau satu semester sekali.dapat juga dalikukan secara insidentil (sewaktu-waktu) sesuai kebutuhan atau masalah yang dihadapi. Data tentang pertumbuhan jasmani atau kesehatan dapat dipergunakan sebagai pedoman guru atau konselor di dalam membantu murid.[16]
f)       Tehnik Biografi, yaitu tehnik pengumpulan data dengan menggunakan bahan-bahan yang berwujud tulisan mengenai kehidupan subjek yang diselidiki , baik yang ditulis sendiri maupun oleh orang lain. Bahan-bahan biografis yang banyak dipergunakan dalam pengumpulan data adalah : biografi, autobiografi, buku harian, kenangan masa muda dan case history.[17]
g)       Tehnik home visit (kunjungan rumah), adalah suatu tehnik bimbingan dimana konselor atau guru mengadakan kunjungan ke rumah orang tua murid dengan tujuan untuk lebih mengenal dan memahami lingkungan hidup murid dalam keluarga dan keterangan-keterangan lain tentang murid.[18]
h)      Tehnik Sosiometri dikemukakan oleh Moreno yang bertujuan untuk meneliti saling hubungan antara anggota kelompok di dalam suatu kelompok. Dengan kata lain sosiometri banyak digunakan untuk mengumpulkan data tentang dinamika kelompok. Dengan sosiometri maka akan dapat diketahui kesukaran seseorang dalam kelompoknya, baik dalam pekerjaan, belajar di sekolah maupun teman-teman bermain, menyelidiki ketidaksukaan terhadap teman kelompoknya.[19]
i)        Tehnik Case Study adalah suatu tehnik untuk mempelajari keadaan dan perkembangan seseorang secara mendalam, dengan tujuan membantu untuk mencapai penyesuaian diri yang lebih baik. Studi kasus bersifat integrative artinya dalam mengumpulkan data menggunakan berbagai macam pendekatan misalnya wawancara, observasi dan lain-lain. Studi kasus juga bersifat komprehensif artinya data yang dikumpulkan meliputi berbagai aspek kepribadian misalnya data tentang latar belakang sosial, latar belakang keluarga dan lain-lain.[20]
j)        Tehnik Case Conference adalah pertemuan yang direncanakan untuk membahas keadaan dan masalah seseorang atau beberapa orang. Tujuannya adalah untuk lebih mengenal dan memahami anak yang mengalami kasus agar dapat diberikan pertolongan secara tepat. Yang ikut menghadiri dalam case conference adalah konselor, wali kelas, kepala sekolah, guru dan ahli lain yang dianggap perlu, kadang-kadang orang tua diundang jika dalam pembahasan kasus menuntut kerja sama dari orang tua.[21]
2.  Tehnik Testing.
Tehnik tes tediri dari bermacam-macam tes, diantaranya :
1.      tes kemampuan
2.      tes prestasi
3.      tes bakat
4.      tes minat
5.      tes kepribadian.
Penggunaan tes bagi konselor berfungsi untuk :
1.     Mengetahui kemampuan, minat, bakat, kepribadian individu/siswa sehingga dapat dipahami kekuatan dan kelemahannya yang nantinya menjadi bahan dalam pemberian bantuan.
2.     Membantu memperkirakan kemungkinan-kemungkinan untuk menuju sukses sesuai dengan bakat, minat dan kemampuan siswa.
3.     Membantu siswa dalam mengambil keputusan dasar yang berkenaan dengan perencanaan pendidikan dan pekerjaan. Kesulitan-kesulitan siswa yang berkenaan dengan hal-hal tersebut dapat dipertimbangkan dengan hasil tes yang ada.
4.     Menggunakan tes untuk diagnosis masalah siswa, maksudnya masalah-masalah siswa dikenali dan direncanakan untuk dapat ditetapkan dalam usaha perbaikannya.
5.     Membantu mengevaluasi hasil-hasil bimbingan atau konseling.[22]

C.     Program Bimbingan dan Konseling
Program pelayanan Bimbingan dan Konseling di sekolah disusun berdasarkan kebutuhan peserta didik (need assessment) yang diperoleh melalui aplikasi instrumentasi, dengan substansi program pelayanan mencakup:
Empat bidang jenis layanan dan kegiatan pendukung format kegiatan, sasaran pelayanan volume/beban tugas konselor. Program pelayanan Bimbingan dan Konseling pada masing-masing satuan sekolah/madrasah dikelola dengan memperhatikan keseimbangan dan kesinambungan program antar kelas dan antar jenjang kelas, dan mensinkronisasikan program pelayanan Bimbingan dan Konseling dengan kegiatan pembelajaran mata pelajaran dan kegiatan ekstrakurikuler, serta mengefektifkan dan mengefisienkan penggunaan fasilitas sekolah/madrasah.
 Dilihat dari jenisnya, program Bimbingan dan Konseling terdiri 5 (lima) jenis program, yaitu : [23]
1.      Program Tahunan, yaitu program pelayanan Bimbingan dan Konseling meliputi seluruh kegiatan selama satu tahun masing-masing kelas di sekolah/madrasah.
2.      Program Semesteran, yaitu program pelayanan Bimbingan dan Konseling meliputi seluruh kegiatan selama satu semester yang merupakan jabaran program tahunan.
3.      Program Bulanan, yaitu program pelayanan Bimbingan dan Konseling meliputi seluruh kegiatan selama satu bulan yang merupakan jabaran program semesteran.
4.      Program Mingguan, yaitu program pelayanan Bimbingan dan Konseling meliputi seluruh kegiatan selama satu minggu yang merupakan jabaran program bulanan.
5.      Program Harian, yaitu program pelayanan Bimbingan dan Konseling yang dilaksanakan pada hari-hari tertentu dalam satu minggu. Program harian merupakan jabaran dari program mingguan dalam bentuk satuan layanan (SATLAN) dan atau satuan kegiatan pendukung (SATKUNG). DAFTAR PUSTAKA

Penyusunan Program[24]
  1. Program pelayanan konseling disusun berdasarkan kebutuhan peserta didik (need assessment) yang diperoleh melalui aplikasi instrumentasi.
  2. Substansi program pelayanan konseling meliputi keempat bidang, jenis layanan dan kegiatan pendukung, format kegiatan, sasaran pelayanan, dan volume/beban tugas konselor.


BAB III
PENUTUP
A.    KESIMPULAN
Dari pembahasan di atas telah banyak dijelaskan mengenai pendekatan, tehnik-tehnik serta program bimbingan dan konseling di sekolah. Disini dapat kita ketahui bahwasanya ketiga poin tersebut saling berkaitan dimana setiap program yang ada di bimbingan konseling dilakukan/ dilaksanakan bersadarkan tehnik-tehnik tertentu. Serta dalam melakukan program tersebut diperlukan pendekatan-pendekatan tersendiri kepada setiap murid.
Pada pendekatan bimbingan konseling sudah dijelaskan diatas namun biasanya pendekatan yang dilakukan oleh konselor antara masing-masing sekolah berbeda-beda, hal ini tergantung bagaimana si konselor tersebut bisa mudah untuk mendekati murid-muridnya yang memerlukan maupun yang tidak memerlukan bantuan.























[1]  Kamus Besar Bahasa Indonesia, hal 237
[2] Drs.Dewa Ketut Sukardi, pengantar pelaksanaan program BK di sekolah , hal 66-68
[3] Ibid hal 90
[4] Ibid hal 95-98
[5] Ibid hal 111
[6] Ibid hal 133
[7] Ibid hal 142
[8] Ibid hal 147
[9] Ibid hal 169-180
[10] Kamus umum bahasa Indonesia hal 1035
[11] Drs.Mungin Adi Wibowo, Materi pokok Bimbingan dan konseling jilid 1 hal 17
[12] Ibid hal 19
[13] Ibid hal 30
[14] Ibid hal 47
[15] Ibid hal 56-57
[16] Ibid hal 59
[17] Ibid hal 63-64
[18] Ibid hal 67
[19] Ibid hal 68
[20] Ibid hal 79
[21] Ibid hal 85
[22] Prof.H.M.Arifin,M.Ed, Materi pokok bimbingan dan konseling, hal 94
[23] Pola Dasar Rencana dan Pengembangan Program Bimbingan dan Penyuluhan proyek – proyek perintis sekolah pembangunan. BPP Jakarta 1974.\

2 komentar:

Unknown mengatakan...

terima kasih, sangat membantu

tamararetta mengatakan...

vcggh

Posting Komentar