Benarkah menulis
skripsi itu sulit?
Menurut Kamus
Besar Bahasa Indonesia (KBBI), skripsi diartikan sebagai karangan ilmiah yang
diwajibkan sebagai bagian dari persyaratan pendidikan akademis. Buat sebagian
mahasiswa, skripsi adalah sesuatu yang lumrah. Tetapi buat sebagian mahasiswa
yang lain, skripsi bisa jadi momok yang terus menghantui dan menjadi mimpi
buruk. Banyak juga yang berujar “lebih baik sakit gigi daripada bikin skripsi”.
Saya juga sering
mendapat kiriman pertanyaan tentang bagaimana menyusun skripsi dengan baik dan
benar. Ada juga beberapa yang menanyakan masalah teknis tertentu dengan
skripsinya. Karena keterbatasan waktu, lebih baik saya jawab saja secara
berjamaah di sini. Sekalian supaya bisa disimak oleh audiens yang lain.
Karena target
pembacanya cukup luas dan tidak spesifik, maka tulisan ini akan lebih
memaparkan tentang konsep dan prinsip dasar. Tulisan ini tidak akan menjelaskan
terlalu jauh tentang aspek teknis skripsi/penelitian. Jadi, jangan menanyakan
saya soal cara menyiasati internal validity, tips meningkatakan response rate,
cara-cara dalam pengujian statistik, bagaimana melakukan interpretasi hasil,
dan seterusnya. Itu adalah tugas pembimbing Anda. Bukan tugas saya.
Apa itu Skripsi
Saya yakin
(hampir) semua orang sudah tahu apa itu skripsi. Seperti sudah dituliskan di
atas, skripsi adalah salah satu syarat yang harus dipenuhi sebagai bagian untuk
mendapatkan gelar sarjana (S1). Skripsi inilah yang juga menjadi salah satu
pembeda antara jenjang pendidikan sarjana (S1) dan diploma (D3).
Ada beberapa
syarat yang musti dipenuhi sebelum seorang mahasiswa bisa menulis skripsi. Tiap
universitas/fakultas memang mempunyai kebijakan tersendiri, tetapi umumnya
persyaratan yang harus dipenuhi hampir sama. Misalnya, mahasiswa harus sudah
memenuhi sejumlah SKS, tidak boleh ada nilai D atau E, IP Kumulatif semester
tersebut minimal 2.00, dan seterusnya. Anda mungkin saat ini belum “berhak”
untuk menulis skripsi, akan tetapi tidak ada salahnya untuk mempersiapkan
segalanya sejak awal.
Skripsi tersebut
akan ditulis dan direvisi hingga mendapat persetujuan dosen pembimbing. Setelah
itu, Anda harus mempertahankan skripsi Anda di hadapan penguji dalam ujian
skripsi nantinya. Nilai Anda bisa bervariasi, dan terkadang, bisa saja Anda
harus mengulang skripsi Anda (tidak lulus).
Skripsi juga
berbeda dari tesis (S2) dan disertasi (S3). Untuk disertasi, mahasiswa S3
memang diharuskan untuk menemukan dan menjelaskan teori baru. Sementara untuk
tesis, mahasiswa bisa menemukan teori baru atau memverikasi teori yang sudah
ada dan menjelaskan dengan teori yang sudah ada. Sementara untuk mahasiswa S1,
skripsi adalah “belajar meneliti”.
Jadi, skripsi
memang perlu disiapkan secara serius. Akan tetapi, juga nggak perlu disikapi
sebagai mimpi buruk atau beban yang maha berat.
Miskonsepsi
tentang Skripsi
Banyak mahasiswa
yang merasa bahwa skripsi hanya “ditujukan” untuk mahasiswa-mahasiswa dengan
kecerdasan di atas rata-rata. Menurut saya pribadi, penulisan skripsi adalah
kombinasi antara kemauan, kerja keras, dan relationships yang baik. Kesuksesan
dalam menulis skripsi tidak selalu sejalan dengan tingkat kepintaran atau
tinggi/rendahnya IPK mahasiswa yang bersangkutan. Seringkali terjadi mahasiswa
dengan kecerdasan rata-rata air lebih cepat menyelesaikan skripsinya daripada
mahasiswa yang di atas rata-rata.
Masalah yang
juga sering terjadi adalah seringkali mahasiswa datang berbicara ngalor ngidul
dan membawa topik skripsi yang terlalu muluk. Padahal, untuk tataran mahasiswa
S1, skripsi sejatinya adalah belajar melakukan penelitian dan menyusun laporan
menurut kaidah keilmiahan yang baku. Skripsi bukan untuk menemukan teori baru
atau memberikan kontribusi ilmiah. Karenanya, untuk mahasiswa S1 sebenarnya
replikasi adalah sudah cukup.
Hal lain yang
juga perlu diperhatikan adalah bahwa penelitian, secara umum, terbagi dalam dua
pendekatan yang berbeda: pendekatan saintifik dan pendekatan naturalis.
Pendekatan saintifik (scientific approach) biasanya mempunyai struktur teori
yang jelas, ada pengujian kuantitif (statistik), dan juga menolak grounded
theory. Sebaliknya, pendekatan naturalis (naturalist approach) umumnya tidak
menggunakan struktur karena bertujuan untuk menemukan teori, hipotesis
dijelaskan hanya secara implisit, lebih banyak menggunakan metode eksploratori,
dan sejalan dengan grounded theory.
Mana yang lebih
baik antara kedua pendekatan tersebut? Sama saja. Pendekatan satu dengan
pendekatan lain bersifat saling melengkapi satu sama lain (komplementer). Jadi,
tidak perlu minder jika Anda mengacu pada pendekatan yang satu, sementara teman
Anda menggunakan pendekatan yang lain. Juga, tidak perlu kuatir jika
menggunakan pendekatan tertentu akan menghasilkan nilai yang lebih baik/buruk
daripada menggunakan pendekatan yang lain.
Hal-hal yang
Perlu Dilakukan
Siapkan Diri.
Hal pertama yang wajib dilakukan adalah persiapan dari diri Anda sendiri.
Niatkan kepada Tuhan bahwa Anda ingin menulis skripsi. Persiapkan segalanya
dengan baik. Lakukan dengan penuh kesungguhan dan harus ada kesediaan untuk
menghadapi tantangan/hambatan seberat apapun.
Minta Doa Restu.
Saya percaya bahwa doa restu orang tua adalah tiada duanya. Kalau Anda tinggal
bersama orang tua, mintalah pengertian kepada mereka dan anggota keluarga
lainnya bahwa selama beberapa waktu ke depan Anda akan konsentrasi untuk
menulis skripsi. Kalau Anda tinggal di kos, minta pengertian dengan teman-teman
lain. Jangan lupa juga untuk membuat komitmen dengan pacar. Berantem dengan
pacar (walau sepele) bisa menjatuhkan semangat untuk menyelesaikan skripsi.
Buat Time Table.
Ini penting agar penulisan skripsi tidak telalu time-consuming. Buat planning
yang jelas mengenai kapan Anda mencari referensi, kapan Anda harus mendapatkan
judul, kapan Anda melakukan bimbingan/konsultasi, juga target waktu kapan skripsi
harus sudah benar-benar selesai.
Berdayakan
Internet. Internet memang membuat kita lebih produktif. Manfaatkan untuk
mencari referensi secara cepat dan tepat untuk mendukung skripsi Anda.
Bahan-bahan aktual bisa ditemukan lewat Google Scholar atau melalui
provider-provider komersial seperti EBSCO atau ProQuest.
Jadilah
Proaktif. Dosen pembimbing memang “bertugas” membimbing Anda. Akan tetapi, Anda
tidak selalu bisa menggantungkan segalanya pada dosen pembimbing. Selalu
bersikaplah proaktif. Mulai dari mencari topik, mengumpulkan bahan, “mengejar”
untuk bimbingan, dan seterusnya.
Be Flexible.
Skripsi mempunyai tingkat “ketidakpastian” tinggi. Bisa saja skripsi anda sudah
setengah jalan tetapi dosen pembimbing meminta Anda untuk mengganti topik.
Tidak jarang dosen Anda tiba-tiba membatalkan janji untuk bimbingan pada waktu
yang sudah disepakati sebelumnya. Terkadang Anda merasa bahwa
kesimpulan/penelitian Anda sudah benar, tetapi dosen Anda merasa sebaliknya.
Jadi, tetaplah fleksibel dan tidak usah merasa sakit hati dengan hal-hal yang
demikian itu.
Jujur. Sebaiknya
jangan menggunakan jasa “pihak ketiga” yang akan membantu membuatkan skripsi
untuk Anda atau menolong dalam mengolah data. Skripsi adalah buah tangan Anda
sendiri. Kalau dalam perjalanannya Anda benar-benar tidak tahu atau menghadapi
kesulitan besar, sampaikan saja kepada dosen pembimbing Anda. Kalau disampaikan
dengan tulus, pastilah dengan senang hati ia akan membantu Anda.
Siapkan Duit.
Skripsi jelas menghabiskan dana yang cukup lumayan (dengan asumsi tidak ada
sponsorships). Mulai dari akses internet, biaya cetak mencetak, ongkos kirim
kuesioner, ongkos untuk membeli suvenir bagi responden penelitian, biaya
transportasi menuju tempat responden, dan sebagainya. Jangan sampai penulisan skripsi
macet hanya karena kehabisan dana. Ironis kan?
Tahap-tahap
Persiapan
Kalau Anda
beruntung, bisa saja dosen pembimbing sudah memiliki topik dan menawarkan judul
skripsi ke Anda. Biasanya, dalam hal ini dosen pembimbing sedang terlibat dalam
proyek penelitian dan Anda akan “ditarik” masuk ke dalamnya. Kalau sudah
begini, penulisan skripsi jauh lebih mudah dan (dijamin) lancar karena
segalanya akan dibantu dan disiapkan oleh dosen pembimbing.
Sayangnya,
kebanyakan mahasiswa tidak memiliki keberuntungan semacam itu. Mayoritas
mahasiswa, seperti ditulis sebelumnya, harus bersikap proaktif sedari awal.
Jadi, persiapan sedari awal adalah sesuatu yang mutlak diperlukan.
Idealnya,
skripsi disiapkan satu-dua semester sebelum waktu terjadwal. Satu semester tersebut
bisa dilakukan untuk mencari referensi, mengumpulkan bahan, memilih topik dan
alternatif topik, hingga menyusun proposal dan melakukan bimbingan informal.
Dalam mencari
referensi/bahan acuan, pilih jurnal/paper yang mengandung unsur kekinian dan
diterbitkan oleh jurnal yang terakreditasi. Jurnal-jurnal top berbahasa asing
juga bisa menjadi pilihan. Kalau Anda mereplikasi jurnal/paper yang berkelas,
maka bisa dipastikan skripsi Anda pun akan cukup berkualitas.
Unsur kekinian
juga perlu diperhatikan. Pertama, topik-topik baru lebih disukai dan lebih
menarik, bahkan bagi dosen pembimbing/penguji. Kalau Anda mereplikasi
topik-topik lawas, penguji biasanya sudah “hafal di luar kepala” sehingga akan
sangat mudah untuk menjatuhkan Anda pada ujian skripsi nantinya.
Kedua,
jurnal/paper yang terbit dalam waktu 10 tahun terakhir, biasanya mengacu pada
referensi yang terbit 5-10 tahun sebelumnya. Percayalah bahwa mencari dan
menelusur referensi yang terbit tahun sepuluh-dua puluh tahun terakhir jauh
lebih mudah daripada melacak referensi yang bertahun 1970-1980.
Salah satu tahap
persiapan yang penting adalah penulisan proposal. Tentu saja proposal tidak
selalu harus ditulis secara “baku”. Bisa saja ditulis secara garis besar
(pointer) saja untuk direvisi kemudian. Proposal ini akan menjadi guidance Anda
selama penulisan skripsi agar tidak terlalu keluar jalur nantinya. Proposal
juga bisa menjadi alat bantu yang akan digunakan ketika Anda mengajukan
topik/judul kepada dosen pembimbing Anda. Proposal yang bagus bisa menjadi
indikator yang baik bahwa Anda adalah mahasiswa yang serius dan benar-benar
berkomitmen untuk menyelesaikan skripsi dengan baik.
Kiat Memilih
Dosen Pembimbing
Dosen pembimbing
(academic advisor) adalah vital karena nasib Anda benar-benar berada di
tangannya. Memang benar bahwa dosen pembimbing bertugas mendampingi Anda selama
penulisan skripsi. Akan tetapi, pada prakteknya ada dosen pembimbing yang
“benar-benar membimbing” skripsi Anda dengan intens. Ada pula yang membimbing
Anda dengan “melepas” dan memberi Anda kebebasan. Mempelajari dan menyesuaikan
diri dengan dosen pembimbing adalah salah satu elemen penting yang mendukung
kesuksesan Anda dalam menyusun skripsi.
Tiap
universitas/fakultas mempunyai kebijakan tersendiri soal dosen pembimbing ini.
Anda bisa memilih sendiri dosen pembimbing yang Anda inginkan. Tapi ada juga
universitas/fakultas yang memilihkan dosen pembimbing buat Anda. Tentu saja
lebih “enak” kalau Anda bisa memilih sendiri dosen pembimbing untuk skripsi
Anda.
Lalu, bagaimana
memilih dosen pembimbing yang benar-benar tepat?
Secara garis
besar, dosen bisa dikategorikan sebagai: (1) dosen senior, dan (2) dosen
junior. Dosen senior umumnya berusia di atas 40-an tahun, setidaknya bergelar
doktor (atau professor), dengan jam terbang yang cukup tinggi. Sebaliknya,
dosen junior biasanya berusia di bawah 40 tahun, umumnya masih bergelar master,
dan masih gampang dijumpai di lingkungan kampus.
Tentu saja,
masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Sebagai contoh,
kalau Anda memilih dosen pembimbing senior, biasanya Anda akan mengalami
kesulitan sebagai berikut:
Proses bimbingan
cukup sulit, karena umumnya dosen senior sangat perfeksionis.
Anda akan
kesulitan untuk bertemu muka karena umumnya dosen senior memiliki jam terbang
tinggi dan jadwal yang sangat padat.
Tapi,
keuntungannya:
Kualitas skripsi
Anda, secara umum, akan lebih memukau daripada rekan Anda.
Anda akan
“tertolong” saat ujian skripsi/pendadaran, karena dosen penguji lain (yang
kemungkinan masih junior/baru bergelar master) akan merasa sungkan untuk
“membantai” Anda.
Dalam beberapa
kasus, bisa dipastikan Anda akan mendapat nilai A.
Sebaliknya,
kalau Anda memilih dosen pembimbing junior, maka Anda akan lebih mudah selama
proses bimbingan. Dosen Anda akan mudah dijumpai di lingkungan kampus karena
jam terbangnya belum terlalu tinggi. Dosen muda umumnya juga tidak “jaim” dan
“sok” kepada mahasiswanya.
Tapi,
kerugiannya, Anda akan benar-benar “sendirian” ketika menghadapi ujian skripsi.
Kalau dosen penguji lain lebih senior daripada dosen pembimbing Anda, bisa
dipastikan Anda akan “dihajar” cukup telak. Dan dosen pembimbing Anda tidak
berada dalam posisi yang bisa membantu/membela Anda.
Jadi, hati-hati
juga dalam memilih dosen pembimbing.
Format Skripsi
yang Benar
Biasanya, setiap
fakultas/universitas sudah menerbitkan acuan/pedoman penulisan hasil penelitian
yang baku. Mulai dari penyusunan konten, tebal halaman, jenis kertas dan
sampul, hingga ukuran/jenis huruf dan spasi yang digunakan. Akan tetapi, secara
umum format hasil penelitian dibagi ke dalam beberapa bagian sebagai berikut.
Pendahuluan.
Bagian pertama ini menjelaskan tentang isu penelitian, motivasi yang melandasi
penelitian tersebut dilakukan, tujuan yang diharapkan dapat tercapai melalui
penelitian ini, dan kontribusi yang akan diberikan dari penelitian ini.
Pengkajian Teori
& Pengembangan Hipotesis. Setelah latar belakang penelitian dipaparkan
jelas di bab pertama, kemudian dilanjutkan dengan kaji teori dan pengembangan
hipotesis. Pastikan bahwa bagian ini align juga dengan bagian sebelumnya.
Mengingat banyak juga mahasiswa yang “gagal” menyusun alignment ini. Akibatnya,
skripsinya terasa kurang make sense dan nggak nyambung.
Metodologi
Penelitian. Berisi penjelasan tentang data yang digunakan, pemodelan empiris
yang dipakai, tipe dan rancangan sampel, bagaimana menyeleksi data dan karakter
data yang digunakan, model penelitian yang diacu, dan sebagainya.
Hasil
Penelitian. Bagian ini memaparkan hasil pengujian hipotesis, biasanya meliputi
hasil pengolahan secara statistik, pengujian validitas dan reliabilitas, dan
diterima/tidaknya hipotesis yang diajukan.
Penutup. Berisi
ringkasan, simpulan, diskusi, keterbatasan, dan saran. Hasil penelitian harus
disarikan dan didiskusikan mengapa hasil yang diperoleh begini dan begitu. Anda
juga harus menyimpulkan keberhasilan tujuan riset yang dapat dicapai, manakah
hipotesis yang didukung/ditolak, keterbatasan apa saja yang mengganggu, juga
saran-saran untuk penelitian mendatang akibat dari keterbatasan yang dijumpai
pada penelitian ini.
Jangan lupa
untuk melakukan proof-reading dan peer-review. Proof-reading dilakukan untuk
memastikan tidak ada kesalahan tulis (typo) maupun ketidaksesuaian tata letak
penulisan skripsi. Peer-review dilakukan untuk mendapatkan second opinion dari
pihak lain yang kompeten. Bisa melalui dosen yang Anda kenal baik (meski bukan
dosen pembimbing Anda), kakak kelas/senior Anda, teman-teman Anda yang dirasa
kompeten, atau keluarga/orang tua (apabila latar belakang pendidikannya serupa
dengan Anda).
Beberapa
Kesalahan Pemula
Ketidakjelasan
Isu. Isu adalah titik awal sebelum melakukan penelitian. Isu seharusnya
singkat, jelas, padat, dan mudah dipahami. Isu harus menjelaskan tentang
permasalahan, peluang, dan fenomena yang diuji. Faktanya, banyak mahasiswa yang
menuliskan isu (atau latar belakang) berlembar-lembar, tetapi sama sekali sulit
untuk dipahami.
Tujuan Riset
& Tujuan Periset. Tidak jarang mahasiswa menulis “sebagai salah satu syarat
untuk mencapai gelar kesarjanaan” sebagai tujuan risetnya. Hal ini adalah
kesalahan fatal. Tujuan riset adalah menguji, mengobservasi, atau meneliti
fenomena dan permasalahan yang terjadi, bukan untuk mendapatkan gelar S1.
Bab I: Bagian
Terpenting. Banyak mahasiswa yang mengira bahwa bagian terpenting dari sebuah
skripsi adalah bagian pengujian hipotesis. Banyak yang menderita sindrom
ketakutan jika nantinya hipotesis yang diajukan ternyata salah atau ditolak.
Padahal, menurut saya, bagian terpenting skripsi adalah Bab I. Logikanya, kalau
isu, motivasi, tujuan, dan kontribusi riset bisa dijelaskan secara runtut,
biasanya bab-bab berikutnya akan mengikuti dengan sendirinya. (baca juga: Joint
Hypotheses)
Padding. Ini
adalah fenomena yang sangat sering terjadi. Banyak mahasiswa yang menuliskan
terlalu banyak sumber acuan dalam daftar pustaka, walaupun sebenarnya mahasiswa
yang bersangkutan hanya menggunakan satu-dua sumber saja. Sebaliknya, banyak
juga mahasiswa yang menggunakan beragam acuan dalam skripsinya, tetapi ketika
ditelusur ternyata tidak ditemukan dalam daftar acuan.
Joint
Hypotheses. Menurut pendekatan saintifik, pengujian hipotesis adalah kombinasi
antara fenomena yang diuji dan metode yang digunakan. Dalam melakukan
penelitian ingatlah selalu bahwa fenomena yang diuji adalah sesuatu yang
menarik dan memungkinkan untuk diuji. Begitu pula dengan metode yang digunakan,
haruslah metode yang valid dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Kalau
keduanya terpenuhi, yakinlah bahwa skripsi Anda akan outstanding. Sebaliknya, kalau
Anda gagal memenuhi salah satu (atau keduanya), bersiaplah untuk dibantai dan
dicecar habis-habisan.
Keterbatasan
& Kemalasan. Mahasiswa sering tidak bisa membedakan antara keterbatasan
riset dan “kemalasan riset”. Keterbatasan adalah sesuatu hal yang terpaksa
tidak dapat terpenuhi (atau tidak dapat dilakukan) karena situasi dan kondisi
yang ada. Bukan karena kemalasan periset, ketiadaan dana, atau sempitnya waktu.
Kontribusi
Riset. Ini penting (terutama) jika penelitian Anda ditujukan untuk menarik
sponsor atau dibiayai dengan dana pihak sponsor. Kontribusi riset selayaknya
dijelaskan dengan lugas dan gamblang, termasuk pihak mana saja yang akan
mendapatkan manfaat dari penelitian ini, apa korelasinya dengan penelitian yang
sedang dilakukan, dan seterusnya. Kegagalan dalam menjelaskan kontribusi riset
akan berujung pada kegagalan mendapatkan dana sponsor.
Menghadapi Ujian
Skripsi
Benar. Banyak
mahasiswa yang benar-benar takut menghadapi ujian skripsi (oral examination).
Terlebih lagi, banyak mahasiswa terpilih yang jenius tetapi ternyata gagal
dalam menghadapi ujian pendadaran. Di dalam ruang ujian sendiri tidak jarang
mahasiswa mengalami ketakutan, grogi, gemetar, berkeringat, yang pada akhirnya
menggagalkan ujian yang harus dihadapi.
Setelah menulis
skripsi, Anda memang harus mempertahankannya di hadapan dewan penguji. Biasanya
dewan penguji terdiri dari satu ketua penguji dan beberapa anggota penguji.
Lulus tidaknya Anda dan berapa nilai yang akan Anda peroleh adalah akumulasi
dari skor yang diberikan oleh masing-masing penguji. Tiap penguji secara
bergantian (terkadang juga keroyokan) akan menanyai Anda tentang skripsi yang
sudah Anda buat. Waktu yang diberikan biasanya berkisar antara 30 menit hingga
1 jam.
Ujian skripsi
kadang diikuti juga dengan ujian komprehensif yang akan menguji sejauh mana
pemahaman Anda akan bidang yang selama ini Anda pelajari. Tentu saja tidak
semua mata kuliah diujikan, melainkan hanya mata kuliah inti (core courses)
saja dengan beberapa pertanyaan yang spesifik, baik konseptual maupun teknis.
Grogi, cemas,
kuatir itu wajar dan manusiawi. Akan tetapi, ujian skripsi sebaiknya tidak
perlu disikapi sebagai sesuatu yang terlalu menakutkan. Ujian skripsi adalah
“konfirmasi” atas apa yang sudah Anda lakukan. Kalau Anda melakukan sendiri
penelitian Anda, tahu betul apa yang Anda lakukan, dan tidak grogi di ruang
ujian, bisa dipastikan Anda akan perform well.
Cara terbaik
untuk menghadapi ujian skripsi adalah Anda harus tahu betul apa yang Anda
lakukan dan apa yang Anda teliti. Siapkan untuk melakukan presentasi. Akan
tetapi, tidak perlu Anda paparkan semuanya secara lengkap. Buatlah “lubang
jebakan” agar penguji nantinya akan menanyakan pada titik tersebut. Tentu saja,
Anda harus siapkan jawabannya dengan baik. Dengan begitu Anda akan tampak
outstanding di hadapan dewan penguji.
Juga, ada
baiknya beberapa malam sebelum ujian, digiatkan untuk berdoa atau menjalankan
sholat tahajud di malam hari. Klise memang. Tapi benar-benar sangat membantu.
Jujur saja, saya
(dulu) menyelesaikan skripsi dalam tempo 4 minggu tanpa ada kendala dan
kesulitan yang berarti. Dosen pembimbing saya adalah seorang professor dengan
jam terbang sangat tinggi. Selama berada dalam ruang ujian, kami lebih banyak
berbicara santai sembari sesekali tertawa. Dan Alhamdulillah saya mendapat
nilai A.
Bukan. Bukan
saya bermaksud sombong, tetapi hanya untuk memotivasi Anda. Kalau saya bisa,
seharusnya Anda sekalian pun bisa.
Pasca Ujian
Skripsi
Banyak yang
mengira, setelah ujian skripsi segalanya selesai. Tinggal revisi, bawa ke
tukang jilid/fotokopi, urus administrasi, daftar wisuda, lalu traktir makan
teman-teman. Memang benar. Setelah Anda dinyatakan lulus ujian skripsi, Anda
sudah berhak menyandang gelar sarjana yang selama ini Anda inginkan.
Faktanya, lulus ujian
skripsi saja sebenarnya belum terlalu cukup. Sebenarnya Anda bisa melakukan
lebih jauh lagi dengan skripsi Anda. Caranya?
Cara paling
gampang adalah memodifikasi dan memperbaiki skripsi Anda untuk kemudian
dikirimkan pada media/jurnal publikasi. Cara lain, kalau Anda memang ingin
serius terjun di dunia ilmiah, lanjutkan dan kembangkan saja penelitian/skripsi
Anda untuk jenjang S2 atau S3. Dengan demikian, kelak akan semakin banyak
penelitian dan publikasi yang mudah-mudahan bisa memberi manfaat bagi bangsa
ini.
Bukan apa-apa,
saya cuma ingin agar bangsa ini bisa lebih cerdas dan arif dalam menciptakan
serta mengelola pengetahuan. Sekarang mungkin kita memang tertinggal dari
bangsa lain. Akan tetapi, dengan melakukan penelitian, membuat publikasi, dan
seterusnya, bangsa ini bisa cepat bangkit mengejar ketertinggalan.
Jadi, menyusun
skripsi itu sebenarnya mudah kan?
0 komentar:
Posting Komentar