BAB I
A. PENGERTIAN
PENDIDIKAN
Ilmu
pendidikan berasal dari kata bahasa yunani pedagogues,
dalam bahasa latin paedagogus, yang
berarti pemuda yang berugas mengantar anak ke sekolah serta menjaga anak itu
agar ia bertingkah laku susila dan disiplin. Di bawah ini ada beberapa batasan
pendidikan yang berbeda berdasarkan fungsinya:
a.
Pendidikan
sebagai proses transformasi budaya
Sebagai proses transformasi budaya,
pendidikan diartikan sebagai kegiatan pewarisan budaya dari satu generasi ke
generasi yang lain. Ada tiga bentuk transformasi yaitu nilai-nilai yang masih
cocok diteruskan misalnya nilai-nilai kejujuran, rasa tanggung jawab dan
lain-lain. Yang kurang cocok diperbaiki, misalnya tata cara pesta perkawinan.
Dan yang tidak cocok diganti misalnya pendidikan seks yang dahulu ditabukan
diganti dengan pendidikan seks melalui pendidikan formal.
b. Pendidikan
sebagai proses pembentuk pribadi
Sebagai
proses pembentuk pribadi, pendidikan di artikan sebagai suatu kegiatan yang
sistematis dan sistemik terarah kepadaterbentuknya kepribadian peserta didik.
c. Pendidikan
sebagai proses penyiapan warga negara.
Pendidikan
sebagai penyiapan warga negara diartikan sebagai suatu kegiatan yang terencana
untuk membekali peserta didik agar menjadi warga negara yang baik.
Bagi kita
warga negara yang baik diartikan selaku pribadi yang tahu hak dan kewajiban
sebagai warga negara, hal ini ditetapkan dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal
27 yang menyatakan bahwa segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam
hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan
tak ada kecualinya.
d. Pendidikan
sebagai penyiapan tenaga kerja
Pendidikan
sebagai penyiapan tenaga kerja diartikan sebagai kegiatan membimbing peserta
didik sehingga memiliki bekal dasar untuk bekerja. Pembekalan dasar berupa
pembentukan sikap, pengetahuan, dan keterampilan kerja pada calon luaran. Ini
menjadi misi penting dari pendidikan karena bekerja menjadi kebutuhan pokok
dalam kehidupan manusia. Bekerja menjadi penopang hidup seseorang dan keluarga
sehingga tidak tergantung dan mengganggu orang lain.
UUD 1945
Pasal 27 Ayat 2 menyatakan bahwa tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan
dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Dalam GBHN (BP 7 Pusat, 1990:
70-96) sebagai arah dan kebijaksanaan pembangunan umum butir 22 dinyatakan
mengembangkan SDM dan menciptakan angkatan kerja indonesia yang tangguh, mampu,
dan siap bekerja sehingga dapat mengisi semua jenis tingkat lapangan kerja
dalam pembangunan nasional.
Selanjutnya
dalam butir 23 dinyatakan bahwa meningkatkan pemerataan lapangan kerja dan kesempatan kerja serta memberikan perhatian khusus pada penanganan
angkatan kerja usia muda. Kemudian butir 10 dinyatakan bahwa pengadaan tenaga
kerja, penyediaan kesempatan lapangan kerja, perencanaan terpadu, penyempurnaan
sistem informasi untuk penyediaan dan pemasaran tenaga kerja, dan perlindungan
tenaga kerja.
e. Definisi
pendidikan menurut GBHN
GBHN 1988
(BP 7 Pusat, 1990:105) memberikan batasan tentang pendidikan nasional sebagai
berikut: pendidikan nasional yang berakar pada kebudayaan bangsa Indonesia dan
berdasarkan pancasila serta Undang-Undang Dasar 1945 diarahkan untuk
meningkatkan kecerdasan serta harkat dan martabat bangsa, mewujudkan manusia
serta masyarakat Indonesia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha
Esa, berkualitas, dan mandiri sehingga mampu membangun dirinya dan masyarakat
sekelilingnya serta dapat memenuhi kebutuhan pembangunan nasional dan
bertanggung jawab atas pembangunan bangsa.
B. FUNGSI
LINGKUNGAN PENDIDIKAN
Seperti
yang diketahui, lingkungan pendidikan pertama dan utama adalah keluarga. Makin
bertambah usia seseorang, peranan lingkungan pendidikan lainnya yaitu sekolah
dan masyarakat. Berdasarkan perbedaan ciri-ciri penyelenggaraan pendidikan pada
ketiga lingkungan pendidikan itu, maka ketiganya sering dibedakan sebagai
pendidikan informal, pendidikan formal, dan pendidikan nonformal.
Pendidikan
yang terjadi dalam lingkungan keluarga berlangsung alamiah dan wajar disebut
pendidikan informal. Sebaliknya, pendidikan di sekolah adalah pendidikan yang
secara sengaja dirancang dan dilaksanakan dengan aturan-aturan yang ketat,
seperti harus berjenjangdan berkesinambungan, sehingga disebut pendidikan
formal. Sedangkan pendidikan di lingkungan masyarakat (umpamanya kursus atau kelompok belajar)
tidak dipersyaratkan berjenjang dan berkesinambungan, serta dengan
aturan-aturan yang lebih longgar sehingga disebut pendidikan nonformal.
C. ALIRAN-ALIRAN
PENDIDIKAN
1.
Aliran klasik
dan gerakan baru dalam pendidikan
Alira-aliran
klasik yang meliputi aliran-aliran empirisme, nativisme, naturalisme, dan
konvergensi merupakan benang-benang merahyang menghubungkan
pemikiran-pemikiranpendidikan masa lalu, kini, dan mungkin yang akan datang.
Selanjutnya,
terdapat beberapa gagasan yang lebih bersifat satu gerakan dalam pendidikan
yang pengaruhnya masih terasa sampai kini, yakni gerakan-gerakan pengajaran
alam sekitar, pengajaran pusat perhatian, sekolah kerja dan pengajaran proyek.
Gerakan-gerakan ini sangat mempengaruhi cara-cara guru dalam mengelola kegiatan
belajar mengajar di sekolah. Oleh karena itu gerakan-gerakan itu dapa dikaji
untuk memperkuat wawasandan pengetahuan tentang
pengajaran.
a.
Aliran-aliran
klasik dalam pendidikan dan pengaruhnya terhadap pemikiran pendidikan di
Indonesia
Aliran-aliran ini pada umumnya mengemukakan satu faktor dominan tertentu
saja, dan dengan demikian suatu aliran dalam pendidikan akan mengajukan gagasan
untuk mengoptimalkan faktor tersebut untuk mengembangkan manusia. Aliran-aliran
klasik tersebut yaitu:
a)
Aliran Empirisme
Aliran Empirisme bertolak dari lockean
Tradition yang mementingkan stimulasi eksternal dalam perkembangan manusia,
dan menyatakan bahwa perkembangan anak tergantung pada lingkungan, sedangkan
pembawaan tidak dipentingkan. Menurut pandangan Empirisme pendidik
memegangperanan yang sangat penting sebab pendidik dapat menyediakan lingkungan
pendidikan kepada anak dan akan diterima oleh anak sebagai
pengalaman-pengalaman, pengalaman-pengalaman itu tentunya yang sesuai dengan
tujuan pendidikan.
Aliran empirisme dipandang berat sebelahsebab hanya mementingkan peranan
pengalaman yang diperoleh dari lingkungan. Sedangkan kemampuan dasar yang
dibawa anak sejak lahir dianggap tidak menentukan, menurut kenyataan dalam
kehidupan sehari-hari terdapat anak yang berhasil karena berbakat, meskipun
lingkungan sekitarnya tidak mendukung. Meskipun demikian, penganut aliran ini
masih tampak pada pendapat-pendapat yang memandang manusia sebagai makhluk yang
pasif dan dapat dimanipulasi, umpama malalui modifikasi tingkah laku.
b) Aliran
Nativisme
Aliran Nativisme bertlak
dari leibnitzian Tradition yang
menekankan kemampuan dalam diri anak, sehingga faktor lingkungan, termasuk
faktor pendidikan, kurang berpengaruh terhadap perkembangan anak. Meskipun
dalam kenyataan sehari-hari, sering ditemukan anak mirip orang tuanya dan anak
juga mewarisi bakat-bakat yang ada pada orang tuanya.
Terdapat
suatu pokok pendapat aliran nativisme yang berpengaruh luas yaknibahwa dalam
diri individu terdapat suatu “inti” pribadi yang mendorong manusia untuk
mewujudkan diri, mendorong manusia dalam menentukan pilihan dan kemauan
sendiri, dan yang menempatkan manusia sebagai makhluk aktif yang mempunyai
kemauan bebas.
c) Aliran
Naturalisme
Pandangan
yang ada persamaannya dengan nativisme adalah aliran naturalisme yang
dipelopori oleh seorang filsuf Prancis J.J Rousseau (1712-1778). Rousseau
berpendapat bahwa pendidikan yang diberikan orang dewasa malahan dapat merusak
pembawaan anak yang baik itu. Aliran ini juga disebut negativisme, karena
berpendapat bahwa pendidik wajib membiarkan pertumbyhan anak pada alam.
d) Aliran
Konvergensi
Perintis
aliran adalah William Stern (1871-1939), seorang ahli pendidikan bahasa jerman
yang berpendapat bahwa seorang anak dilahirkan di dunia sudah disertai
pembawaan baik maupun pembawaan buruk.
Aliran
konvergensi pada umumnya diterima secara luas tumbuh-kembang manusia. Demikian
pula halnya dalam belajar mengajar, variasi pendapat itu telah menyebabkan
munculnya berbagai teori belajar dan atau teori/model mengajar. Sebagai contoh, dikenal berbagai pendapat
tentang model-model mengajar seperti rumpun model behavioral (umpama model
belajar tuntas, model belajar kontrol diri sendiri, model belajar simulasi, dan
model belajar asertif), rumpun model pemrosesan informasi (model mengajar
inkuiri, model presentase kerangka dasar atau advace organizer, dan model pengembangan berpikir).
b.
Gerakan
baru pendidikan dan pengaruhnya terhadap pelaksanaan di Indonesia
Pendidikan sebagai suatu kegiatan yang kompleks menuntut penanganan
untuk meningkatkan kualitasnya, baik yang bersifat menyeluruh maupun pada
beberapa komponen tertentu saja. Gerakan-gerakan baru dalam pendidikan pada
umumnya termasuk yang kedua yakni upaya peningkatan mutu pendidikan hanya dalam
satu atau beberapa komponen saja.
a)
Pengajaran alam sekitar
Beberapa prinsip gerakan pengajaran alam sekitar yaitu:
1)
Dengan
pengajaran alam sekitar itu guru dapat meragakan secara langsung. Betapa
pentingnya pengajaran dengan meragakan atau mewujudkan itu sesuai dengan
sifat-sifat atau dasar-dasar orang pengajaran.
2)
Pengajaran alam
sekitar memberikan kesempatan sebanyak-banyaknya agar anak aktif atau giat
tidak hanya duduk, dengar, dan catat saja.
3)
Pengajaran alam
sekitar memungkinkan untuk memberikan pengajaran totalitas.
4)
Pengajaran alam
sekitar memberi kepada anak bahan apersepsi intelektual yang kukuh dan tidak
verbalistis. Yang dimaksud dengan apersepsi intelektual ialah segala sesuatu
yang baru dan masuk di dalam intelek anak, harus dapat luluh menjadi satu
dengan kekayaan pengetahuan yang sudah dimiliki anak.
5)
Pengajaran alam
sekitar memberikan apersepsi emosional, karena alam sekitar mempunyai ikatan
emosional dengan anak.
b)
Pengajaran pusat perhatian
Pengajaran
pusat perhatian dirinis oleh Ovideminat Decroly (1871-1932)dari Belgia dengan
pengajaran melalui pusat-pusat minat, disamping pendapatnya tentang pengajaran
global.
Decroly
menyumbangkan dua pendapat yang sangat berguna bagi pendidikan dan pengajaran,
yang merupakan dua hal yang khas dari Decroly, yaitu:
1)
Metode Global
(keseluruhan). Mengingat keseluruhan lebih dulu daripada bagian-bagian. Jadi
ini berdasar atas prinsip psikologi Gestalt.
Metode ini bersifat videovisual sebab arti sesuatu kata yang diajarkan
itu selalu diasosiasikan dengan tanda (tulisan), atau suatu gambar yang dapat
dilihat.
2)
Pusat-pusat
minat. Pengajaran harus disesuaikan dengan minat-minat spontan. Sebab apabila
tidak, yaitu misalnya minat yang ditimbulkan oleh guru, maka pengajaran itu
idak akan banyak hasilnya.
c)
Sekolah kerja
Gerakan sekolah kerja dapat dipandang
sebagai titik kulminasi dari pandanga-pandangan yang mementingkan pendidikan
keterampilan dalam pendidikan. Gagasan sekolah kerja sangat mendorong
berkembangnya sekolah kejuruan di setiap negara, termasuk di Indonesia. Peranan
sekolah kejuruan pada tingkat menengah merupakan tulang punggung penyiapan
tenaga terampil yang diperlukan oleh negara-negara sedang membangun seperti
Indonesia. Pendidikan keterampilan itu sangat diperlukan oleh setiap orang yang
akan memasuki lapangan kerja. Oleh karena itu, dalam rangka wajib belajar 9
tahun di Indonesia akan dikembangkan pula paket program yang memberi peluang
lulusannya untuk memasuki lapangan kerja, dengan tidak mengabaikan pendidikan
umum yang akan melanjutkan ke SMTA. Di samping pengaruh sekolah kerja di
program pendidikan jalur sekolah, pengaruh terbesar gagasan ini adalah pada
jalur pendidikan luar sekolah (seperti kursus-kursus, balai latihan kerja, dan
sebagainya).
d) pengajaran
proyek
Dasar filosofis dan pedagogis dari pengajaran-pengajaran
proyek diletakkan oleh John Dewey (1859-1952).
Pengajaran proyek biasanya digunakan
sebagai salah satu metode mengajar di Indonesia, antara lain dengan nama
pengajaran proyek, pengajaran unit, dan sebagainya. Yang perlu ditekankan bahwa
pengajaran proyek akan menumbuhkan kemampuan untuk memandang dan memecahkan
persoalan secara komprehensif, dengan kata lain menumbuhkan kemampuan pemecahan
masalah secara multidislipin. Pendekatan multidisiplin tersebut makin lama
makin penting, utamanya dalam masyarakat yang maju.
2.
Dua “Aliran”
pkok pendidikan di Indonesia
Dua
“Aliran” pokok pendidikan di Indonesia itu dimaksudkan adalah Perguruan
Kebangsaan Taman Siswa dan Ruang Pendidikan INS Kayu Tanam. Kedua aliran ini
dipandang sebagai suatu tonggak pemikiran tentang pendidikan di Indonesia.
Sebagai
satu sisdiknas, seluruh upaya dan lembaga pendidikan di Indonesia seyogianya
berada dan sesuai dengan aturan dari sisdiknas tersebut termasuk gagasan atau
aliran pendidikan yang dikembangkan di Indonesia.dalam ketetapan itu dengan
tegas dinyatakan “satu” dan bukannya “suatu” sisdiknas itu.
a. Perguruan
Kebangsaan Taman Siswa
Perguruan Kebangsaan Tamn
Siswa didirikan oleh Ki Hadjar Dewantara (lahir 2 Mei 1889 dengan nama Suwardi
Suryaningrat) pada tanggal 3 Juli 1932 di Yogyakarta, yakni dalam bentuk
yayasan, selanjutnya mulai didirikan Taman Indria (taman kanak-kanak) dan
kursus guru, selanjutnya Taman Muda (SD), disusul Taman Dewasa merangkap Taman
Guru (Mulo-kweekschool).
b.
Ruang pendidik INS Kayu Tanam
Ruang pendidik INS
(Indonesia Nederlandsche School) didirikan oleh Mohammad Sjafei (lahir di
Matan, Kalbar tahun 1895) pada tanggal 31 Oktober 1926 di Kayu Tanam (Sumatera
Barat). INS pada mulanya dipimpin oleh bapaknya, kemudian diambil alih oleh Moh.
Sjafei dimulai dengan 75 orang murid, dibagi dalam dua kelas, serta masuk
sekolah bergantian karena gurunya hanya satu yakni Moh. Sjafei sendiri.
Pendidikan INS mempunyai
asas-asas yaitu berfikir logis dan rasional, keaktifan atau kegiatan,
pendidikan masyarkat, memperhatikan pembawaan anak, menentang intelektualisme.
Setelah kemerdekaan
Indonesia, Moh. Sjafei mengembangkan asas-asas pendidikan INS menjadi
dasar-dasar pendidikan Republik Indonesia. Dasar-dasar tersebut dikembangkan
dengan mengintegrasikan asas-asas Ruang Pendidik INS, sila-sila dari Pancasila,
dan ahsl analisis alam dan masyarakat Indonesia, serta pengalaman sebagai guru
sekolah Kartini di Jakarta (1914-1922), dan sebagai pimpinan INS. Dasar-dasar
pendidikan tersebut sebagai beriku:
1)
Ke-Tuhanan Yang
Maha Esa
2)
Kemanusiaan
3)
Kesusilaan
4)
Kerakyatan
5)
Kebangsaan
6)
Percaya pada
diri sendiri juga pada Tuhan
7)
Berakhlak
(bersusila) setinggi mungkin
8)
Bertanggung
jawab akan keselamatan nusa dan bangsa
9)
Berjiwa aktif
positif dan aktif negatif
10) Mempunyai daya cipta
11) Cerdas, logis, dan rasional
12) Berperasaan tajam, halus, dan estetis
13) Gigih atau ulet yang sehat
14) Correct atau cepat
15) Gabungan antara pendidikan ilmu umum dan kejuruan
16) Emosional atau terharu
17) Jasmani sehat dan kuat
18) Cakap berbahasa Indonesia, Inggris, dan Arab
19) Sanggup hidup sederhana dan bersusah payah
20) Sanggup mengerjakan sesuatu pekerjaan dengan alat
serba kurang
21) Sebanyak mungkin memakai kebudayaan nasional waktu
mendidik
22) Waktu mengajar para guru sebanyak mungkin menjadi
objek, dan murid-murid menjadi subjek. Bila hal ini tidak mungkin barulah para
guru menjadi subjek dan murid menjadi objek
23) Sebanyak mungkin para guru mencontohkan
pelajaran-pelajarannya, tidak hanya pandai menyuruh saja
24) Diusahakan supaya pelajar mempunyai darah ksatria;
berani karena benar
25) Mempunyai jiwa konsentrasi
26) Pemeliharaan (perawatan) sesuatu usaha
27) Menepati janji
28) a) sebelum pekerjaan dimulai dibiasakan menimbangnya
dulu sebaik-baiknya
b) kewajiban harus dipenuhi
29) Hemat
Demikian
dasar-dasar pendidikan menurut Moh. Sjafei, yang mencakup berbagai hal, seperti
syarat-syarat pendidikan yang efektif, tujuan yang ingin dicapai, dan
sebagainya.
Dibawah
ini tujuan dari INS Kayu Tanam:
a)
mendidik rakyat
ke arah kemerdekaan
b)
memberi
pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat
c)
mendidik para pemuda
agar berguna untuk masyarakat
d)
menanamkan
kepercayaan terhadap diri sendiri dan berani bertanggung jawab
e)
mengusahakan
mandiri dalam pembiayaan
D. PERMASALAHAN
PENDIDIKAN
1.
Permasalahan
pokok pendidikan
Pada
dasarnya ada dua masalah pokok yang dihadapi oleh dunia pendidikan di tanah air
kita dewasa ini, yaitu:
a.
Bagaimana semua
warga negara dapat menikmati kesempatan pendidikan.
b.
Bagaimana
pendidikan dapat membekali peserta didik dengan keterampilan kerja yang mantap
untuk dapat terjun ke dalam kancah kehidupan bermayarakat.
2.
Jenis
permasalahan pokok pendidikan
Dibawah ini
adalah empat masalah pokok pendidikan yang telah menjadi kesepakatan nasional
yang perlu diprioritaskan penanggulangannya:
a.
Masalah
pemerataan pendidikan
b.
Masalah mutu
pendidikan
c.
Masalah
efisiensi pendidikan
d.
Masalah
relevansi pendidikan
3.
Faktor-faktor
yang mempengaruhi berkembangnya masalah pendidikan
Faktor-faktor
yang mempengaruhi berkembangnya masalah pendidikan, yaitu:
a.
Perkembangan
iptek dan seni
b.
Laju pertumbuhan
penduduk
c.
Aspirasi
masyarakat
d.
Keterbelakangan
budaya dan sarana kehidupan
E. SISTEM
PENDIDIKAN NASIONAL
Setiap
bangsa memiliki sistem pendidikan nasional. Pendidikan nasional masing-masing
bangsa berdasarkan pada dan dijiwai oleh kebudayaannya.
Sistem
pendidikan nasional Indonesia disusun berlandaskan kepada kebudayaan bangsa
Indonesia dan berdasar pada Pancasila dan UUD 1945 sebagai kritalisasi
nilai-nilai hidup bangsa Indonsia. Penyelenggaraan sistem pendidikan nasional
disusun sedemikian rupa, meskipun secara garis besar ada persamaan dengan
sistem pendidikan nasional bangsa lain, sehingga sesuai dengan kebutuhan akan
pendidikan dari bangsa Indonesia yang secara geografis, demografis, historis,
dan kultural berciri khas.
1)
Kelembagaan,
program, dan pengelolaan pendidikan
Pendidikan
adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik agar dapat berperan aktif dan
positif dalam hidupnya sekarang dan yang akan datang.
Pendidikan
nasional Indonesia adalah pendidikan yang berakar pada kebudayaan bangsa
Indonesia dan berdasar kepada pencapaian tujuan pembangunan nasional Indonesia.
Sistem
pendidikan nasional diselenggarakan oleh pemerintah dan swasta di bawah
tanggung jawab Menteri Pendidikan dan kebudayaan dan menteri lainnya.
Pelaksanaan pendidikan nasional dilaksanakan melalui bentuk-bentuk kelembagaan
beserta program-programnya. Butir- butir berikut ini akan membahas kedua hal
tersebut.
a.
Kelembagaan
pendidikan
Berdasarkan
UU RI No. 2 Tahun 1989 tentang sistem pendidikan nasional, kelembagaaan
pendidikan dapat dilihat dari segi jalur pendidikan dan program serta
pengelolaan pendidikan.
1.
Jalur pendidikan
Melalui jalur pendidikan
dibagi dengan dua, yaitu jalur pendidikan sekolah dan jalur pendidikan luar
sekolah. Jalur pendidikan sekolah merupakan pendidikan yang diselenggarakan disekolah
melalui kegiatan belajar mengajar secara berjenjang dan bersinambungan.
Sifatnya formal, diatur berdasarkan ketentuan-ketentuan pemerintah, dan
mempunyai keseragaman pla yang bersifat nasional. Sedangkan jalur pendidikan
diluar sekolah merupakan pendidikan yang bersifat kemasyarakatanyang
diselenggarakan di luar sekolah melalui kegiatan belajar mengajar yang tidak
berjenjang dan tidak bersinambungan, sperti kepramukaan, berbagai kursus, dan
lain-lain. Sifatnya tidak formal dalam arti tidak ada keseragaman pola yang
bersifat nasional.
2.
Jenjang
pendidikan
Jenjang pendidikan adalah
suatu tahap dalam pendidikan berkelanjutan yang ditetapkan berdasarkan tingkat
perkembangan peserta didik serta keluasan dan kedalaman bahan pengajaran.
b.
Program dan
pengelolaan pendidikan
1.
Jenis program
pendidikan
Jenis pendidikan adalah
pendidikan yang dikelompokkan sesuai dengan sifat dan kekhususan tujuannya.
Program pendidikan yang
termasuk jalur pendidikan sekolah terdiri atas pendidikan umum, pendidikan
kejuruan, pendidikan luar biasa, pendidikan kedinasan, pendidikan keagamaan.
2.
Kurikulum
program pendidikan
Kurikulum diartikan sebagai:
·
Seperangkat mata
pelajaran dan materi pelajaran yang terorganisir (Heymen, 1973).
·
Rencana kegiatan
untuk menentukan pengajaran (Macdonald, 1965).
·
Rencana untuk
membelajarkan peserta didik (Taba, 1962).
·
Pengalaman
belajar (Krug dan Edward A., 1956).
Dalam hubungan dengan
pembangunan nasional, kurikulum pendidikan nasional mengisi upaya pembentukan
sumber daya manusia untuk pembangunan. Dalam kaitan ini, kurikulum mengandung
dua aspek yaitu:
-
Aspek kesatuan
nasional, yang memuat unsur-unsur penyatuan bangsa.
-
Aspek lokal,
yang memuat sifat-sifat kekhasan daerah,
baik yang berupa unsur budaya, sosial maupun lingkungan alam, yang menghidupkan
sift kebhinekaan dan merupakan kekayaan nasional.
Kurikulum yang mengandung aspek
kesatuan nasional, memberikan bekal kesadaran dan kesatuan nasional, semangat
kebangsaan, kesetiaan sosial, serta mempertebal rasa cinta tanah air disebut
kurikulum nasional, dan yang mengandung unsur-unsur lokal disebut muatan lokal
dalam kurikulum. Didalam struktur kurikulum, porsi muatan lokal adalah 20% dari
kurikulum nasional.
UU RI No. 2 tahun 1989 Pasal 38 Ayat 1
menyatakan adanya dua aspek nasinal dan lokal itu sebagai berikut: pelaksanaan
kegiatan pendidikan dalam suatu satuan pendidika didasarkan atas kurikulum yang
berlaku secara nasional dan kurikulum yang disesuaikan dengan keadaan serta
kebutuhan lingkungan dan ciri khas suatu pendidikan yang bersangkutan.
F. ALAT
PENDIDIKAN
Alat
pendidikan merupakan faktor pendidikan yang sengaja dibuat dan digunakan demi
pencapaian tujuan pendidikan tertentu.
Alat
pendidikan menurut Langeveld ialah suatu perbuatan atau situasi yang dengan
sengaja diadakan untuk mencapai suatu tujuan pendidikan. (Langeveld,
1971:fatsal 10 dan 43; Barnadib, 1982:95-96; Suwarno, 1985:113).
-
Macam-macam alat
pendidikan
Macam alat
pendidikan dapat ditinjau dari segi wujudnya, yaitu:
a.
Perbuatan
pendidik mencakup nasehat, teladan, larangan, perintah, pujian, teguran,
ancaman, dan hukuman.
b.
Benda-benda
sebagai alat bantu mencakup meja-kursi belajar, papan tulis, penghapus, kapur
tulis, buku, peta, dan masih banyak lainnya.
-
Tindakan
pendidikan yang merupakan alat pendidikan dapat ditinjau berdasarkan tiga sudut
pandangan, yaitu:
a.
Pengaruh
tindakan terhadap tingkah laku anak didik:
·
Yang bersifat
positif mendorong anak didik untuk melakukan serta meneruskan tingkah laku
tertentu, seperti teladan, perintah, pujian, dan hadiah.
·
Yang bersifat
mengengkang mendorong anak didik untuk menjauhi serta menghentikan tingkah laku
tertentu, seperti larangan, teguran, ancaman, dan hukuman.
b.
Akibat tindakan
terhadap perasaan anak didik:
·
Menyenangkan
anak didik, seperti pujia, dan hadiah.
·
Tidak
menyenangkan atau menyebabkan anak didik menderita, seperti teguran, ancaman,
dan hukuman.
c.
Bersifat
melindungi anak didik:
·
Mencegah atau
mengarahkan, seperti perintah, teladan, dan larangan.
·
Memperbaiki,
seperti teguran, ancaman, dan hukuman.
-
Alat Pendidikan Yang Baik
Sebuah alat pendidikan yang
akan digunakan, dikatakan baik berdasarkan pertimbangan berikut:
a.
Alat tersebut
sesuai atau cocok dalam pencapaian tujuan pendidikan tertentu.
b.
Pendidik
memahami peranan alat tersebut dan cakap menggunakannya. Jika memerlukan alat
bantu, pendidik dapat memilih kapan tersedia atau membuat sendiri apabila belum
tersedia.
c.
Anak didik mampu
menerima penggunaan alat pendidikan itu sesuai dengan keadaan dirinya, sebab
anak didiklah yang akan menerima dan mengolah pengaruh pendidikan dari alat
pendidikan tersebut demi pencapaian kedewasaan dirinya.
d.
Alat pendidikan
itu dapat membawa hasil yang diharapkan dan tidak menimbulkan akibat sampingan
yang merugikan anak didik.
-
Penggunaan alat pendidikan
Penggunaan alat pendidikan
berupa tindakan pendidikan nampak dalam bentuk tindakan yang bersumber pada
kewibawaan pendidik, yaitu:
a.
Teladan adalah
tindakan pendidik yang disengaja untuk ditiru oleh anak didik. Teladan
merupakan alat pendidikan yang utama, sebab terikat erat dalam pergaulan dan
berlagsung secara wajar.
b.
Perintah ialah
tindakan pendidikan menyuruh anak didik melakukan sesuatu yang diharapkan untuk
mencapai tujuan tertentu.
c.
Larangan ialah
tindakan pendidik menyuruh anak didik tidak melakukan atau menghindari tingkah
laku tertentu demi tercapainya tujuan pendidikan tertentu.
d.
Pujian dan
hadiah adalah tindakan pendidikan yang berfungsi memperkuat penguasaan tujuan
pendidikan tertentu yang telah dicapai oleh anak didik.
e.
Teguran
merupakan tindakan pendidik untuk mengoreksi pencapaian tujuan pendidikan oleh
anak didik. Biasanya teguran digunakan apabila anak didik tidak atau kurang
bertingkah laku sesuai dengan perintah atau larangan.
f.
Ancaman ialah
tindakan pendidik mengoreksi secara keras tingkah laku anak didik yang tidak
diharapkan, dan disertai perjanjian jika
g.
Hukuman
merupakan alat pendidikan istimewa, sebab membuat anak didik menderita. Hukuman
ialah tindakan pendidik terhadap anak
didik karena melakukan kesalahan, dan dilakukan agar anak didik tidak lagi
melakukannya.
G. TANGGUNG
JAWAB DAN KEWIBAWAAN PENDIDIKAN
Tanggung
jawab dan kewibawaan pendidikan selalu menyangkut hubungan antara anak diidk
dan pendidik, termasuk pula hubungan antara anak didik dan lembaga pendiidkan.
Tanggung
jawab pendidikan berarti adanya kesadaran pendidik dan lembaga pendidikan akan
tugasnya membantu, menuntun anak didik, dan bertindak demi kepentingan anak
didik. Kewibawaan pendidikan berarti adanya penerimaan, pengakuan, kepercayaan
anak didik terhadap pendidik dan lembaga pendidikan yang memberikan bantuan,
tuntunan kepadanya, karena anak didik melihat dalam diri pendidik dan lembaga
pendidikan itu perwujudan nilai-nilai manusiawi yang hendak dicapai pula oleh
anak didik sendiri.
1)
Yang memiliki
tanggung jawab pendidikan
Dibawah ini adalah kriteria
tentang siapa yang bertanggung jawab pendidikan menurut Langeveld:
a.
Ketergantungan
wajar (kodrati) dari anak didik pada orang dewasa. Ketergantungan wajar ini ada
pada anak terhadap orang tua yang melahirkan mereka, dan mereka hidup bersama
dalam kesatuan hidup yaitu keluarga. Didalam masyarakat keluarga merupakan
lembaga sosial (soko guru). Orang tua adalah pendidik krodati (utama). Tanggung
jawab pendidikan ada pada orang tua.
b.
Ketergantungan
kebetulan (insidental) dari anak didik pada orang dewasa. Dalam keadaan
tertentu anak tidak dapat hidup bersama, dan dipelihara oleh orang tua,
misalnya, karena orang tua meninggal, atau karena orang tua menderita cacat
rohani-jasmani berat, sehingga tidak dapat menjalankan tugas memelihara dan
mendidik. Orang tua angkat atau wali menjadi pendidik pengganti yang
bertanggung jawab atas pendidikan anak.
c.
Ketergantungan
seluruhnya atau sebagian dari anak didik pada orang dewasa. Dalam masyarakat
dibentuk berbagai lembaga sosial yang masing-masing mempunyai tugas membantu
warga masyarakat mencapai kesejahteraan dalam bidang nilai tertentu. Misalnya negara, lembaga keagamaan, lembaga
kesehatan, lembaga ilmiah (sekolah). Lembaga-lembaga ini dan orang dewasa yang
memimpin mereka, seperti pejabat pemerintah, pemuka agama, guru, membantu orang
tua dan keluarga melaksanakan tugas mendidik anak.
2)
Yang memiliki
kewibawaan pendidikan
Menurut Langeveld pemilik
kewibawaan pendidikan didasarkan pada dua kriteria berikut ini:
a.
Pemangku
kewibawaan pendidikan yaitu pemimpin suatu kesatuan hidup bersama, seperti yang
sudah dibahas di atas. Kewibawaan pendidikan semacam ini disebut kewibawaan
atas dasar status kodrati/jabatan.
b.
Orang dewasa
yang menjadi pendidik memiliki dan merealisir sendiri nilai-nilai kemanusiaan.
Nilai-nilai kemanusiaan ini hendak dimiliki dan direalisir juga oleh anak didik
dalam hidupnya. Dalam hubungan dengan anak didik, pendidik memancarkan
nilai-nilai kemanusiaan dari dalam dirinya sebagai pribadi dewasa susila dalam
bentuk tingkah lakunya.
H. ILMU- ILMU
DALAM PENDIDIKAN
A. Pengertian ilmu bantu
Pendidikan
merupakan usaha kerja sama antara pendidik dan anak didik dalam suatu kesatuan
hidup bersama, dan bertujuan membantu anak didik mencapai pribadi dewasa
susila. Oleh karena itu kita tidak dapat menetapkan begitu saja sistem
pendidikan yang kita gunakan semata-mata dari sudut pandangan ilmu pendiidkan.
Ada
ilmu-ilmu lain terutama ilmu-ilmu sosial yang membahas juga kegiatan-kegiatan
manusia, baik sebagai individu maupun sebagai kelompok. Ilmu-ilmu itu antara
lain filsafat, antropologi, psikologi, sosiologi, sejarah, politik-ekonomi.
Jadi, ilmu
bantu dalam pendidikan berarti ilmu yang digunakan juga untuk menyempurnakan
azas-azas pendidikan.
a.
Macam ilmu bantu
dalam pendidikan
1.
Filsafat
pendidikan
Ada
beberapa ilmu filsafat pendidikan seperti parennialism, esensialise,
progresivise, rekonstruksionise, dan eksistensialise (dibahas secara khusus
dalam mata kuliah filsafat pendiidkan). Yang dimaksud dengan filsafat
pendidikan ialah analisis filosofis tentang gejala (praktek) pendidikan.
Analisis filosofis membantu kita terutama bilamana terjadi pertentangan dalam
praktek-praktek pendidikan, dan pertentangan ini tidak dapat disepakati
penyelesaiannya, karena masing-masing pendapat mempunyai dasar-dasar yang
rasional.
2.
Sosiologi
pendidikan
Interaksi
sosial dalam batasan ini kita sebut saja pergaulan, sedangkan kelompok-kelompok
sosial sudah kita bahas dalam bagian-bagian terdahulu. Pergaulan merupakan
suatu proses yang dapat berkembang (berubah) menjadi interaksi pendidikan.
Interaksi
sosial (pergaulan) berubah menjadi interaksi pendidikan, bilamana ada maksud
untuk mengubah tingkah laku pihak tertentu. Interaksi sosial dan interaksi
pendidikan sebagai proses dialami oleh pendiidk dan anak didik didalam keluarga,
lingkungan tetangga, kampung, sekolah, dan lain kelompok di mana anak didik
menjadi anggotanya.
3.
Psikologi
pendiidkan
Pendapat
Mouly memberi gambaran kepada kita bahwa analisis psikologis membantu kita
memahami struktur psikologis anak didik dan kegiatan-kegiatannya, sehingga kita
dapat melaksanakan kegiatan-kegiatan pendidikan secara efektif.
Tujuan-tujuan
pendidikan yang dinyatakan berdasarkan analisis psikologis memberi tuntunan
bagi pendidik dan anak didik tentang apa yang hendak dicapai, kegiatan-kegiatan
yang mereka lakukan, dan tentang kemajuan yang dicapai oleh anak didik.
BAB II
Macam-Macam Pendidikan Di
Indonesia
A)Pendidikan Islam dan
Pendidikan Nasional
Pendidikan Islam yang
dalam hal ini dapat diwakili oleh pendidikan meunasah atau dayah, surau, dan
pesantren diyakini sebagai pendidikan tertua di Indonesia. Pendidikan
Pendidikan ketiga institusi di atas memiliki nama yang berbeda, akan tetapi
memiliki pemahaman yang sama baiak secara fungsional, substansial, operasional,
dan mekanikal. Secara fungsional trilogi sistem pendidikan tesrebut dijadikan
sebagai wadah untuk menggembleng mental dan moral di samping wawasan kepada
para pemuda dan anak-anak untuk dipersiapkan menjadi manusia yang berguna bagi
agama, masyarakat, dan negara. Secara substansial dapat dikatakan bahwa trilogi
sistem pendidikan tersebut merupakan panggilan jiwa spiritual dan religius dari
para tengku, buya, dan kyai yang tidak didasari oleh motif materiil, akan
tetapi murni sebagai pengabdian kepada Allah. Secara operasioanal trilogi
sistem penidikan tersebut muncul dan berkembang dari masyarakat, bukan sebagai
kebijakan, proyek apalagi perintah dari para sultan, raja, atau penguasa. Secara
mekanikal bisa dipahami dari hasil pelacakan histories bahwa trilogi sistem
pendidikan di atas tumbuh secara alamiah dan memiliki anak-anak cabang yang
dari satu induk mengembang ke berbagai lokasi akan tetapi masih ada iktan yang
kuat secara emosional, intelektual, dan cultural dari induknya.
Sebelum masuknya penjajah Belanda triilogi sistem
pendidikan pribumi tersebut berkembang dengan pesat sesuai dengan perkembangan
agama Islam yang berlangsung secara damai, ramah, dan santun. Perkembangan
tersebut pada dasarnya merupakan bukti bagi kesadaran masyarakat Indonesia akan
sesuinya model pendidikan Islam dengan nurani masyarakat dan bangsa Indonesia
saat itu. Kehidupan masyarakat terasa harmonis, selaras, dan tidak saling
mendominasi. Hanya saja sejak masuknya bangsa penjajah baik Spanyol, Portugis,
dan Belanda dengan sifat kerakusan akan kekayaan dan materi yang luar biasa
menjadikan masyarakat Indonesia tercerai berai. Terdapat sebagian masyarakat
pribumi yang masih teguh dengan pendirian dan ajaran yang diperoleh di dayah,
surau, dan pesantren ada juga yang sudah mulai terbuai dengan bujuk rayu para
penjajah jahat tersebut.
Sebagian manusia pribumi yang
menerima bujukan dan rayuan penjajah di atas adalah manusia pribumi yang telah
lupa dan memang secara sadar melupakan ajaran yang mereka peroleh di tempat
pendidikannya. Mereka juga terbius dengan iming-iming kekayaan dari para
penjajah yang sangat licik. Kelicikan dan kejahatan para penjajah memang tidak
pernah diungkap oleh para sejarawan. Kelicikan dan kejahatan penjajah sudah
tidak bias diterima manusia normal. Bujukan dan rayuan yang manis dari para
penjajah diarahkan kepada manusia pribumi yang kelihatan secara moral,
kepribadian, praktik keagamaan masih lemah dan rendah. Moralitas yang rendah,
kepribadian yang lemah dan tingkat ketaatan keagamaan minim merupakan sasaran
empuk bagi para penjajah.
Trilogi sistem pendidikan Islam
di atas mulai tergerus bahkan serta
dimatikan oleh penjajah. Para penjajah memandang bahwa trilogi sistem pendidikan
Islam tersebut pada dasarnya bukanlah lembaga pendidikan akan tetapi hanyalah
lembaga agitasi dan provokasi untuk melawana penjajahan. Dengan asumsi yang
demikian, maka menjadi sangat wajar ketika penjajah berusaha untuk
mengkerdilkan atau bahkan mematikannya. Di saat yang bersamaan penjajah
mendirikan sistem pendidikan alam negara penjajah. Di sini telah terjadi
polarisasi lembaga pendidikan yang pada awalnya hanya mengenal pendidikan
tradisional, maka pada masa penajajahan ini mulai muncul sistem pendidikan
modern. Di sinilah cikal-bakal mulai munculnya istilah pendidikan tradisional
dan pendidikan modern. Adanya fragmentasi ini kemudian juga merembet ke
dikotomisasi ilmu pengetahuan yaikni ada ilmu agama dan ilmu umum. Ilmu agama
dipahami sebagai ilmu-ilmu yang diberikan secara tradisional oleh trilogi
sistem pendidikan Islan sedangkan ilmu umum digunakan untuk menyebut ilmu-ilmu
yang diberikan oleh lembaga pendidikan modern, dalam hal ini sekolah-sekolah
yang didirikan para penjajah. Adanya persaingan yang tidak seimbang antara kaum
penjajah dan penduduk asli, maka sebagian besar manusia Indonesia mulai
mengalami perubahan dalam kehidupannya.
Mulai saat ini pulalah manusia
Indonesia mengalami perubahan yang sangat signifikan baik dalam aspek ideologi,
ekonomi, politik, maupun moralitas. Dalam aspek ideologi manusia pribumi mulai
ada yang bergeser dari ideologi spiritualisme-religius ke ideologi
materialisme-kapitalisme. Ideologi materialisme-kapitalisme adalah ideologi
yang lebih mementingkan kekayaan materi dan kekayaan tersebut digunakan untuk
dirinya sendiri. Kekayaan yang diperoleh dengan cara memeras dan menyiksa para
fakir miskin adalah sebuah perilaku para pengkiut ideilogi ini. Dalam aspek
ekonomi juga mulai bergeser dari hanya untuk memenuhi kebutuhan hidup diri dan
keluarganya mengarah ke orientasi untuk menguasi selutuh kekayaan yang ada,
sehingga kekayaan tesrebut hanya untuk dirinya sendiri. Hal ini memang
merupoakan konskuensi logis dari pergeseran ideologi di atas. Karena secara
teoritis dan praktis antara ideologi dan perilaku ekonomi akan memiliki
kesejajaran dan kesinambungan. Dalam aspek politik kehidupan masyarakat
bergeser dari sekedar menjadikannya sebagai sarana untuk menmgembangkan ajaran
dan moralitas masyarakat bergeser menjadi sebagai sarana untuk menguasai
masyarakat baik secara cultural maupun truktural. Inilah yang belakangan
menyebabkan munculnya kekayaan structural dan kemiskinan structural. Yaitu
kondisi dan keberlangsungan kehidupan masyarakat dimana yang kaya semakin kayak
arena menguasai seluruh akses kekayaan, sedangkan yang miskin semakin miskin
karena memang telah direbut seluruh aksesnya oleh orang yang kaya.
Dalam aspek moralitas pergeseran terjadi pada pandangan
masyarakat tentang konsep moralitas itu sendiri. Moralitas di sini dipahami
sebagai konsep tentang moral atau kebaikan atau baiknya sesuatu yang telah
dikonstruksi oleh masyarakat. Ketika penajajh yang berkuasa di Indonesia, maka
konsepsi tentang moral harus mengikuti konstruksi masyarakat penajajah. Sedangkjan
sebagaimana dijelaskan di depan bahwa ideologi para penjajah adalah
materialisme-kapitalis, maka sesuatu atau seseorang dianggap baik dan bermoral
ketika sesuatu itu bermanfaat dan berguna secara materiil. Seseorang dikatakan
kurang moralitas dan nilainya di hadapan masyarakat ketika seseorang itu tidak
mampu memberikan manfaat dan kegunaan secara materiil. Orang yang dianggap
berhasil dan bermoralk adalah sewseorang yang telah memiliki jabatan, kekayaan,
dan harta l;ebih dari orang tuanya. Demikianlah pergesaran yang terjadi sebagai
akibat terjadinya penjajahan di Indonesia.
Pada masa penjajahan Jepang
--yang merupakan Saudara Tua (karena sama-sama di benu Asia dengan
Indonesia)—pendidikan tradisional mulai mendapatkan angin kemajuan. Namun, semua
itu tidak ada artinya karena memang penjajahan Belanda sebagai salah satu
bangsa Barat atau lebih dikenal dengan bangsa Barat telah menancapkan ideologi,
politk, ekonomi, budaya, dan moralitas kepada masyarakat pribumi, maka angina
segar tersebut tidak mampu dimanfaatkan secara maksimal. Dengan demikian
pendidikan tradisional menjadi sangat sulit untuk kemabli lagi ke posisi
semual, yakni sebelum adanya penjajahan bangsa Barat.
Memasuki masa kemerdekaan
pendidikan Islam masih terus berkutat dengan sistem pendidikan modern
(peninggalan Belanda). Sistem pendidikan ini dipelopori oleh para tokoh
pendidikan yang telah mengenyam sistem pendidikan Belanda atau Barat. Oleh
karena itu, menjadi sangat masuk akal ketika sistem pendidikan nasional
Indonesia berkiblat kepada sistem pendidikan Barat. Sistem pendidikan yang
berkiblat pada sistem pendidikan Barat secara praktis dan teoritis berbeda
dengan sistem pendidikan Islam tradisional. Dari sinilah kemudian terjadi
pemisahan antara pendidikan tradisional yang dalam hal ini bias
direpresentasikan oleh pendidikan Islam dan pendidikan modern yang dalam hal
ini bias direpresentasikan oleh pendidikan nasional. Kedua asistem pendidikan
ini merupakana sebuah hasil kompromi para funding father negeri ini.
Kompromi yang diambil para
funding father negeri ini adalah bahwa pengabaian sistem pendidikan Islam
tradisional akan sangat menyakitkan umat Islam. Mengingat jasa dan pengorbanan
para ulama dan santri dari trilogi sistem pendidikan Islam tersebut di atas.
Pertimbangan lainnya adalah agar umat Islam memiliki lembaga pendidkkan khusus,
sehingga mayoritas penduduk Indonesia tidak mengalami kekecewaan yang luar
biasa kepada pemerintah. Oleh karena itu, pada masa kemerdekaan tepatnya pada 3
Januari 1946 didirikanlah Departemen Agama yang mengurusi urusdan umat Islam.
Meskipun pada dasarnya Departemen Agama ini mengurusi keperluan seluruh umat
beragama di Indonesia, namun melihat latar belakang pendiriannya jelas untuk
mengakomodasi kepentingan dan aspirasi umat Islam sebagai mayoritas penduduk
negeri ini.
Dalam masalah pendidikan,
kepentingan dan keinginan umat Islam juga ditampung di Departemen ini. Namun
sangat disayangkan perhatian para pemimpin negeri ini kurang begitu besar
terhadap pendidikan Islam di bawah naungan Depag ini. Hal ini terbukti dengan
anggaran yang sangat berbeda dengan saudar mudanya yaitu pendidikan nasional.
Perbedaan perhatian dengan wujud kesenjangan anggaran ini kemudian menyebabkan
munculnya perbedaan kualitas pendidikan yang berbeda. Di satu sisi
lembaga-lembaga pendidikan yang di bawah departemen pendidikan nasional
mengalami perkembangan cukup pesat sementara pendidikan Islam yang berada di
bawah payung Departemen Agama “terseok-seok” dalam mengikuti perkembangan
zaman.
Sampai pada pemerintahan Orde
Lama dan Orde Baru pemisahan sistem dan pengelolaan pendidikan nasional dan
pendidikan Islam masih dipertahankan. Artinya adalah bahwa pengelolaan
pendidikan Islam masih mengalami nasib yang tidak bagus dibanding dengan saudara
mudanya, pendidikan nasional. Walaupun secara substansial kedua sistem
pendidikan tersebut oleh pemerintah Indonesia sendiri juga mengalami nasib yang
sama buruknya, yaitu rendahnya anggaran pendidikan bila dibanding dengan
negara-negara berkembang lain apalagi dibanding dengan negara-negara maju.
Demikianlah nasib
perjalanan pendidikan di Indonesia yang sampai saat ini masih menduduki
ranngking kurang begitu bagus dibanding negara-negara lainnya. Kurangnya
perhatian pemerintah pusat dan menitikberatkan pembangunan pada sector ekonomi
menyebabkan pembangunan jiwa dan mental bangsa menjadi termarjinalkan. Padahal
pembangunan mental, jiwa, dan moral bangsa adalah sebuah keharusan dan
keniscayaan sejarah yang tidak bisa ditawar-tawar, khususnya bagi bangsa Indonesia
sebagaimana dijelaskan secara panjang lebar dalam buku ini. Pendidikan moral
bukan pendidikan ekonomi yang paling penting bagi bangsa Indonesia. Pendidikan
ekonomi tanpa didukung dengan pendidikan moral yang kuat hanya akan memunculkan
pemimpin-pemimpin yang berpenyakit kronis.
B)Pendidikan Indonesia
Kini
Pendidikan Indonesia saat ini
merupakan hasil dari kebijaksanaan politik pemerintah Indonesia selama ini.
Mulai dari pemerintahan Orde Lama, Orde Baru, dan Orde Reformasi. Pendidikan
Indonesia masih mementingkan pendidikan yang bersifat dan berideologi
materilisme-kapitalisme. Ideologi pendidikan yang demikian ini memnmag secara
teoritis tidask nampak, akan tetapi secara praktis merupakan realitas yang
tidak dapat dibantah lagi. Materialisasi atau proses menjadikan semua bernilai
materi telah merunyak di segala sendi sistem pendidikan Indonesia, termasuk
pendidikan Islam. Sendi-sendi yang dimasuki bukan hanya dalam materi pelajaran,
pendidik, peserta didik, manajemen, lingkungan, akan tetapi juga tujuan
pendidikan itu sendiri. Jika tujuan pendidikan telah mengarah ke hal-hal yang
bersifat materi, maka apa yang diharapkan dari proses pendidikan tersebut.
Dalam masalah kurikulum
pendidikan misalnya diarahkan kepada kurikulum yang memberikan bekal kepada
peserta didik untuk mampu mendapatkan pekerjaan yang menghasilkan pendapatan
yang besar. Kurikulum tersebut dibuat sedemikian rupa dan untuk mengikutinya
harus mengeluarkan uang sangat sangat besar. Jika dalam proses memperolehnya
haru mengeluarkan dana yang besar, maka dapat dibayangkan setelah memperoleh
pengetahuan tersebut. Peserta didik yang telah selesai akan menggunakan
pengetahuan tersebut paling untuk mengembalikan modal dan tentu berupaya untuk
mendapatkan untung sebesar-besarnya. Karena memang teori modern mengatakan
bahwa pendidian adalah investasi di masa depan. Investasi dalam dunia ekonomi
dipahami sebagai modal yang akan dipetik keuntungannya di waktu yang akan
datang. Sedangkan prinsip ekonomi yang diajarkan di sekolah menengah adalah
keluarkan modal sedikit mungkin dan hasilkan keuntungan sebesar-besarnya. Dari
sini dapat dipahami bahwa kurikulum pendidikan telah dijadikan atau telah
diselwengkan tujuannya hany auntuk mendapatkan pekerjaan. Sedangkan untuk
menjadikan manusia yang utuh bukan hanya dimarjinalkan, akan tetapi memang
dimatikan karena prinsip ekonomi tidak mengenal nilai-nilai spiritual,
moralitas, kebersamaan.
Dalam aspek pendidik misalnya
banyak sekali praktek dan perilaku penididik yang menjual nilai untuk mendapatkan
uang. Bahkan ada sebagian pendidik yang menjadikan kewenangannya untuk
memberikan nilai kepada peserta didik demi mendapatkan pendapatan dari peserta
didiknya sendiri. Modusnya adalah dengan memberikan nilai rendah pada program
regular, kemudian akan diberikan nilai agak tinggi atau bahkan tinggi pada
program khusus dimana peserta didik jug amembayar dengan biaya khusus. Praktik
dan moud operansi yang demikian ini bukan hanya menjadi realitas, akan tetapoi
sudah menjadi penyakit kronis dalam dunia pendidikan, bahkan pendidikan Islam
sendiri. Praktik yang demikian akan menjadi hilang ketika nilai-nilai moralitas
benar-benar terpancar dalam sistem pendidikan. Nilai-nilai moralitas yang
diberikan kepada peserta didik selama ini hanyalah teori-teori yang tidak
pernah dibuktikan dalam praktik kehidupan. Meskipun itu dalam praktik
pendidikan itu sendiri. Praktik pelanggaran moralitas tinggi justru sudah
diajarkan oleh para pendidik kepada peserta didik dengan berbagai praktik dan
modus operandi dalam proses pengajaran dan ujian, salah satunya adalah modus di
atas.
Aspek peserta didik merupakan korban dari sistem dan proses
pendidikan yang ada. Jika sistem pendidikan nssional maupun pendidikan Islam
telah mengalkami reduksi makna dari pendidikan menjadi sekedar penyampaian
pengetahuan (transfer of knowledges), maka pada saat itulah peserta didik
telahg diberi pelajaran yang sangat luar biasa pengaruhnya dalam kehidupannya
kelak. Peserta didik yang sudah berpoengalaman, misalnya mahasiswa S1 atau S2
dan bahkan S3 yang telah memahmi praktik-praktik demikian ini dan tidak mau
memperhjatikan nilai-nilai moralitas akan melakukan praktik-praktik asal bias
lulus dan selesai. Bahkan ada yang lebih tragis lagi yaitu asal dapat gelar,
sehingga muncul pasar gelar di Indonesia yang beberapa tahun sebelum ini sangat
marak dijajakan baik lewat media massa maupun media elektronik. Jual beli
nilai, jual beli gelar, dan jual beli karya ilmiah adalah satu hal yang
menunjukkan betapa rendah mental dan moralitas para peserta didik. Fenomena di
atas merupakan realitas yang terjadi dalam dunia pendidikan yang ideologinya
telah mengarah kepada ideologi materiliasme-kapitalis.
Materialisasi aspek manajemen
pendidikan dapaty dilihat pada praktik munculnya kebanggaan semua pihak baik pengelola,
pendidik, peserta didik, dan wali akan megahnya gedung dan kampus dimana mereka
berada dan ikut andil di dalamnya. Kemagahan gedung kampus dan seklolah menjadi
tolok ukur majunya sebuah lembaga pendidikan. Jika orientasi kemegahan gedung
kampus dan sekolah menjadi ukuran kemajuan sebuah pendidikan, maka dapat
dibayangkan orientasi pendidikannya. Orientasi manajemen pendidikannya adalah
pada kemegahan gedung secara fisikla, sementara kemegahan spsirtual dan
moral;itasa termarjinalkan atau bahkan sama sekali ditiadakan. Semua pihak yang
ada di dalamnya akan merasa bangga dan menganggap orang lain yang tidak berada
di situ sebagai masyarakat pendidikan kelas rendah. Manajemen pendidikan yang
hanya mengarah pada kemegahan gewdung kampus pada gilirannya akan ditundukkan
atau dikalahkan oleh insitusi pendidikan lainnya yang memiliki modal yang luar
biasa besarnya. Jadin pada dasarnya lembaga pendidikan atau dengan kata lain
manajemen pendidikannya dimaksudkjan untuk berkompetisi. Dan kompetisi inilah yang
menjadi darah dan energi bagi penyelenggaraan pendidikannya. Keberhasilan
sebuah lembaga pendidikan hanya diukur dengan megahnya gedung, mahalnya SPP,
banyaknya peminat, dan alumninya banyak yang menduduki jabatan tinggi. Inilah
manajemen pendidikan di Indonesia saat ini.
Materialisasi pada aspek
lingkungan pendidikan merupakan fenomena yang sangat
jelas. Lingkungan pendidikan di sini dipahami sebagai masyarakat yang berada di
sekitar pendidikan atau dengan kata lain adalah masyarakat Indonesia sendiri.
Masyarakat Indonesia sejak memasuki era modernisasi telah mengalami pergeseran
yang luar biasa. Pergeseran tersebut mencakup pergeseran orientasi kehidupan,
pergeseran budaya, pergeseran gaya hidup, pergeseran pandangan hidup,
pergeseran pertilaku politik, pergeseran perilaku ekonomi, dan pergeseran
terhadap ajaran agama. Pergeseran-pergeseran tersebut jmuarany adalah
disebabkan oleh adanya modernisasi yang terus "dibombardirkan" kepada
masyarakat, baik melalui jalur pendidikan, jalur media massa, dan jalur
birokrasi. Modernisasi pada intinya adalah upaya rasionalisasi seluruh aspek
kehidupan masyarakat, dari yang pada mulanya kental akan nuansa religius,
nuansa sakralitas, dan nuansa spiritual bahkan nuansa transendental menjadi
tidak bernuansa sama sekali kecuali nuansa rasionalitas, nuansa obyektivitas,
dan nuansa realitas-empiris. Massyarakat yang telah bergeser pandangan hidupnya
menjadi sebagaimana dikemukakan di atas, maka menjadikan danmenganggap
pendidikan sebasgai investasi dan ketika selesai akan mendapatkan keuntungan
lebih besar adalah sangat wajar. Semu aini pada dasarnya adalha materialsasi
lingkungan pendidikan di Indonesia, termasuk pendidikan Islam.
Materialisasi tujuan
pendidikan merupakan landasan awal bagi proses materialisasi seluruh aspek di
atas. Tujuan di manapun dia berada merupakan muara akhir dari semua proses yang
ada sebelumnya, termasuk di sini adalah dslam proses pendidikan. Tujuan
pendidikan yang dimaterialisasikan adalah upaya mencapai tujuan pendidikan
nasioanl maupun pendidikan Islam dengan asumsi dapat diukur secara kuantitatif
dan dapat diliuhat jhasilnya secara nyata. Tujuan-tujuan pendidikan yang telah
mengalami materialisasi dapat dilihat pada tujuan para pendidik. Misalnya,
berapa alumni yang telah menjadi dokter, berapa ayang telah menjadi pengacara,
berapa yang telah menjadi pejabat tinggi, berapa alumni yang telag menjadi
dewan. Dengan melihat jumlah alumni yang telah menduduki ajabatan apapun akan
dapat dipredikisikan penghasilan mereka. Setelah diketahui pendapatan par
alaumni, maka dapat diketahui pal keberjhasilan sebuah lemabag pendidikan.
Sangat jarang atau bahkan tidak ada berapa alumnsi yang telah menjadi manusia
bermoral, berapa alumni yang telah memnebriak kesadaran masyarakat akan arti
pentingnya persaudaraan, berapa alumni yang telah mampu memberikan pelayanan
gratis kepada masyarakat tanpa pamrih apapun, berapa alumni yang telah
benar-benar melaksanakan tujuan pendidkannya yaitu menjadi manusia seutuhnya.
Manusia seutuhnya di sini berarti secara jamsani dan ruhani, secara material
dan spiritual, dan secara fisik dan mental, serta secara intelektual dan moral
telah terjadi keseimbangan yang nyata. Jarang sekali atau bahkan tidak ada
sensus keberhasilan pendidikan yang mengukur kesuskesannya dengan ranah yang
demikian ini.
C)Pendidikan Moral atau
Akhlak
Pendidikan Islam pada
intinya adalah sebagai wahana pembentukan manusia yang bermoralitas tinggi. Di
dalam ajaran Islam moral atau akhlak tidak dapat dipisahkan dari keimanan.
Keimanan merupakan pengakuan hati. Akhlak adalah pantulan iman yang berupa perilaku,
ucapan, dan sikap atau dengan kata lain akhlak adalah amal saleh. Iman adalah
maknawi (abstrak) sedangkan akhlak adalah bukti keimanan dalam bentuk perbuatan
yang dilakukan dengan kesadaran dan karena Allah semata.
Berkaitan dengan
pernyataan di atas bahwa akhlak tidak akan terpisah dari keimanan, dalam
al-Qur'an juga sering dijelaskan bahwa setelah ada pernyataan “orang-orang yang
beriman,” maka langsung diikuti oleh “beramal saleh.” Dengan kata lain amal
saleh sebagai manifestasi dari akhlak merupakan perwujudan dari keimanan
seseorang. Pemahaman moralitas dalam bahasa aslinya dikenal dengan dua istilah
yaitu al-akhlaq al-karimah dan al-akhlaq al-mahmudah. Keduanya memiliki
pemahaman yang sama yaitu akhlak yang terpuji dan mulia, semua perilaku baik,
terpuji, dan mulia yang diridlai Allah.
Dalam pendidikan Islam
proses penghayatan dengan sebenarnya terhadap moralitas menjadi tolok ukur
keberhasilan. Memahami moralitas belum tentu secara otomatis menghayatinya.
Pemahaman terhadap moralitas berarti bahwa segala sesuatu tentang moralitas
sudah jelas baik dan pentingnya untuk dimiliki setiap peserta didik. Namun
pemahaman tersebut barulah terjadi dalam pikiran, belum tentu meresap ke dalam
hati dan perasaan. Berapa banyak hal yang baik diketahui kebaikan dan
manfaatnya bagi kehidupan akan tetapi semua orang condong untuk tidak
menjadikannya sebagai pegangan atau pedoman dalam hidupnya. Sebaliknya semua
orang tahu dan menyadari bahwa sifat buruk itu tidak baik akan tetapi tidak
semua orang mau menghindari atau meninggalkannya. Masalahnya terletak pada
penghayatan terhadap hal-hal yang baik tersebut.
Menghayati sesuatu
berarti menjadikannya bagian dari kepribadiannya, menyatu, dan tidak
terpisahkan lagi. Jadi menghayati moralitas berarti semua bentuk moralitas yang
telah diketahui itu masuk menjadi bagian dari pribadi dan tidak terpisahkan
lagi. Akibat selanjutnya adalah pandangan hidup, cara berpikir, dan bersikap
akan dipengaruhi oleh sesuatu yang telah dihayati itu.
Masalah penghayatan
bukanlah sederhana terutama bagi orang dewasa di mana pertumbuhan
kepribadiannya telah selesai pada usia 20 atau 21 tahun. Penghayatan adalah
proses kejiwaan atau proses pendidikan. Dikatakan proses kejiwaan artinya dalam
mengubah kepribadian yang telah terbentuk menjadi kepribadian baru. Proses
tersebut dalam ilmu jiwa dinamakan proses mengulang kembali pembentukan
kepribadian (reconstruction of personality).
Proses kejiwaan yang
demikian itu tidak mudah, harus dilakukan dengan usaha dan secara sadar. Di
antaranya dengan pemahaman bahwa unsur-unsur baru itu ternyata dan terbukti
baik serta diperlukan oleh yang bersangkutan. Perlu pula diketahui bahwa
kepribadian yang telah terbentuk itu tercakup di dalamnya semua pengalaman
akhir masa remaja kira-kira pada usia 20 tahun. Semua pengalaman tersebut ada
yang hilang atau terlupa. Oleh karena itu, unsur-unsur baru yang akan
dimasukkan ke dalam pribadi yang telah terbentuk harus cukup banyak agar dapat
menetralisir yang sudah ada, sehingga berubah menjadi kepribadian bentuk baru.
Pengalaman yang berkaitan dengan unsur baru itu harus banyak pula, agar
perubahan tersebut mantap dan dapat mengubah tindakan yang terjadi akibat
perubahan pribadi tersebut.
Dalam rangka penghayatan
moralitas yang sudah dipahami memerlukan adanya pengalaman-penagalaman lewat
penerapan dalam berbagai keadaan dan kesempatan. Pengalaman itu akan membawa
kepuasan dan kegembiraan yang berhasil dicapai dalam pergaulan dari reaksi
orang yang berhubungan dengannya. Semakin banyak pengalaman yang menyenangkan tersebut
dan semakin diterimanya unsur baru (moralitas) tersebut, maka semakin banyak
pula dorongan untuk meningkatkan pengalaman yang telah berhasil itu. Di samping
itu juga akan muncul dorongan untuk mengamalkan dan menerapkan berbagai macam
moralitas lainnya. Akhirnya terjadilah penyatuan (internalisasi) moralitas ke
dalam pribadi yang tidak dapat dipisahkan lagi.
Moralitas tersebut perlu
penerapan dalam kehidupan sehari-hari. Penerapan moralitas yang tinggi bagi
pndidik amat penting sebab penampilan, perkataan, akhlak, dan segala apa yang
terdapat padanya dilihat, didengar, dan diketahui oleh peserta didik. Hal ini
semua akan mereka serap dan tiru, dan lebih jauh akan mempengaruhi pembentukan
dan pembinaan akhlak mereka. Oleh karena itu, seyogyanya setiap pendidik
menyadari bahwa peranan dan pengaruhnya terhadap anak didik amat penting. Jika
pengaruh yang terjadi adalah yang tidak baik, maka kerusakan yang terjadi tidak
hanya pada anak itu saja, melainkan mempengaruhi anak cucu dan keturunannya
serta anak didiknya bila kelak ia menjadi pendidik.
Setelah pemahaman dan
penghayatan akhlak mulia, maka selanjutnya perlu usaha yang sungguh-sungguh
untuk menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini disebabkan perubahan
kepribadian dan masuknya moralitas ke dalam konstruksi kepribadian tidak akan
terjadi secara langsung pada perilaku dan sikap. Apabila seseorang telah
memiliki kebiasaan tertentu dalam menghadapi sesuatu, maka perilaku atau
tindakan yang telah menjadi kebiasaan itu segera terjadi ketika seseorang
menghadapi hal yang sama. Semua proses ini yang paling strategis adalah memalui
pendidikan, dalam konteks Indonesia adalah pendidikan nasional dan pendidikan
Islam.
Pada dasarnya kebiasaan itu memudahkan orang hidup.
Perkataan, perbuatan, gerakan, tangkah laku yang telah menjadi kebiasaan
seringkali terjadi tanpa pikiran, seolah-olah semua itu terjadi secara
otomatis. Karena itulah, maka moralitas yang belum menjadi kebiasaan dalam
kehidupan sehari-hari perlu diingat dan diusahakan penerapannya setiap saat
agar menjadi kebiasaan. Menghentikan kebiasaan lama dan menggantinya dengan
kebiasaan baru memerlukan pengorbanan dan usaha karena menumbuhkan kebiasaan
baru itu membutuhkan pemikiran, kesadaran, dan kesengajaan. Di lain pihak
kebiasaan lama sering terjadi tanpa proses pengolahan dalam pikiran dan mudah
menyelesaikan masalah. Oleh karena itu, kemampuan menerapkan moralitas perlu
dibina dan diusahakan dengan sungguh-sungguh.
Demikian pula halnya
dengan berbagai kelakuan yang bertentangan dengan moralitas baik dalam
kehidupan pribadi, keluarga, masyarakat, maupun berbangsa. Untuk membantu
menghentikannya dalam Islam secara tegas ada hukum dan ketentuan yang melarang
perbuatan yang tercela (madzmumah) dengan hukum haram. Orang tidak dengan
sendirinya berhenti dari perbuatan salah atau dosa yang telah terbiasa
dilakukannya setelah memahami dan menghayati bahwa perbuatan tersebut dilarang
Allah dan diancam dengan siksaan bagi yang melakukannya. Dia perlu berusaha
menghentikannya dengan perjuangan melawan kebiasaan buruk itu dan memohon ampun
kepada Allah atas segala kesalahan tersebut serta berdoa kepada Allah agar
diberi-Nya kekuatan untuk melawan dorongan yang buruk tersebut.
Upaya penerapan moralitas dalam kehidupan sehari-hari seharusnya menjadi bagian tak terpisahkan dari proses pendidikan nasional dan pendidikan Islam baik dalam keluarga, sekolah, dan masyarakat. Dalam keluarga metode yang dapat digunakan adalah peneladanan, sebab segala aktivitas orang tua akan menjadi panutan bagi putera-puterinya. Ketika di sekolah, guru di samping menyampaikan pelajaran dengan metode ceramah atau tanya jawab, juga perlu memberikan teladan yang baik. Sedangkan di dalam masyarakat pendidikan akhlak ini dapat dilakukan dengan metode nasehat dan peneladanan, terutama dari para tokoh dan pemimpin masyarakat.
Upaya penerapan moralitas dalam kehidupan sehari-hari seharusnya menjadi bagian tak terpisahkan dari proses pendidikan nasional dan pendidikan Islam baik dalam keluarga, sekolah, dan masyarakat. Dalam keluarga metode yang dapat digunakan adalah peneladanan, sebab segala aktivitas orang tua akan menjadi panutan bagi putera-puterinya. Ketika di sekolah, guru di samping menyampaikan pelajaran dengan metode ceramah atau tanya jawab, juga perlu memberikan teladan yang baik. Sedangkan di dalam masyarakat pendidikan akhlak ini dapat dilakukan dengan metode nasehat dan peneladanan, terutama dari para tokoh dan pemimpin masyarakat.
Pendidikan moral dan
akhlak menduduki posisi yang sangat penting dalam percaturan pendidikan di
Indonesia, bahkan bukan hanya dalam aspek pendidikan saja, melainkan juga bidan
g kehidupan politik, ekonomi, sosial budaya, dan ideologi. Arti penting dari
pendidikan moral atau akhlak dapat dilihat dari hasil pendidiikanm yang sampai
saat ini berlkansgung. Banyka pemimpion negara yang lupa akan penderitaan
takyat, hanya memewntingkan diri dan kelompoknya, menindas kaum melarat dan
kalah serta tunduk kepada pemilik modal besar (konglomerat., Bangsa Indeonsai
akan terus mengalami kemerosotan ekonomi, politik, dan budaya, ketika
pendidikan moral dan akhlak sudah dijadikan sebagai landasan awal pendidikan
nasional. Namun, semua ini tergantung pada political will para pemimpin negeri
ini (Presiden dan DPR atau ekskutif dan legislatrif))
D)Pendidikan Terpadu
Pendidikan di Indonesia
dari dulu sampai saat ini masih terkesan atau jelas-jelas berjalan secara
parsial dan terpisah-pisah tanpa adanya kordinasi yang jelas dari pemerintah.
Parsialisasi ini dapat dilihat dari banyaknya lembaga pendidikan yang berlindung
atau didirikan oleh beberapa departemen, misalnya Departemen Pertahanan
memiliki Akabri, Akpol dan sebagainya; Departemen Agama memiliki lembaga
pendidikan agama, Departemen Keuangan memiliki lembaga pendidikan STAN,
Departemen Dalam Negeri memiliki lembaga pendidikan APMD dan sebagainya. Dasar
pemikiran pendirian tersebut di satu sisi adalah untuk pemberdayaan sumber daya
manusia masing-masing departemen, namun ada analisis lain yaitu sebagai lahan
untuk mendapat anggaran lebih besar. Karena lembaga-lembaga pendidikan di
masing-masing departemen merupakan sumber proposal proyek yang sangat
strategis.
Implikasi dari
parsialisasi dan terkesan miskordinasi sistem pendidikan nasional tersebut
menyebabkan munculnya bibit-bibit egoisme masing-masing departemen. Kordinasi
yang seharusnya menjadi salah satu strategi yang sangat penting menjadi
terpental dengan parsialisasi tersebut. Oleh karena itu, barangkali layak
dikemukakan di sini dilontarkan adanya ide Pendidikan Nasional Terpadu. Modus
operandinya adalah dihilangkannya masing-masing lembaga pendidikan di
departemen yang berbeda kemudian dijadikan menjadi satu payung. Namun
sebelumnya harus dilakukan kesepakatan bersama secara mantap bahwa payung
tersebut harus tetap mengakomodasi kepentingan dan aspirasi masing-masing
departemen. Konsep pendidikan yang demikian mungkin bisa disebut pendidikan
terpadu.
Lontaran ide tentang
pendidikan nasional terpadu ini didasarkan pada beberapa pemikiran pendidikan nasional selama ini
tidak pernah bersahabat dengan dunia industri. Dunia industri seakan-akan
berada di luar dunia pendidikan nasional. Padahal dunia industri dan pendidikan
adalah dua pihak yang saling membutuhkan. Industri di sini mencakup seluruh
jenis industri misalnya industri pertanian, industri kehutanan, industri
kesehatan, industri olah raga, industri pendidikan, industri kelautan, industri
komunikasi, industri transportasi, industri informasi, industri militer dan
intelijen, industri budaya, industri arsitektur, industri keuangan, industri
entertainment, industri hukum, industri media massa dan sebagainya. Simbiosis
mutalisme di atas merupakan satu-satunya sarana yang paling strategis bagi
peningkatan kualitas pendidikan nasional. Dengan adanya simbiosis mutualisme
inilah yang kemudian memunculkkan konsep pendidikan nasional terpadu. Artinya
segala kebutuhan kehidupan manusia Indonesia diupayakan dipenuhi dengan membuat
penelitian yang kemudian memproduksinya. Semua ini dilakukan oleh putera-puteri
Indonesia betapapun buruknya kualitas bila hal itu adalah produk dalam negeri
harus dihormati dan harus dikembangkan oleh pendidikan yang ada dengan
penelitian yang intensif. Atau dengan kata lain bahwa hasil penelitian yang
dilakukan dan ditemukan oleh ilmuwan Indonesia harus direspons dan didukung
sepenuhnya oleh dunia industri. Bukan hanya menerima jadi dari luar negeri,
karena betatapun bagusnya produk luar negeri lambat laun akan menyengsarakan
dan memiskinkan masyarakat Indonesia sendiri.
b)Pendidikan nasional
selama ini tidak memiliki visi yang jelas tentang pemberdayaan manusia
Indonesia sendiri. Memang hal ini tergantrung pada sistem politik dan kebijakan
pendidikan pemerintah, selama pemerintah lebih menitikberatkan pada pemanfaatan
dan pengagung-agungan produki impor maka produksi dalam negeri akan terus mengalami
kemerosotan atau bahkan mati sama sekali. Politkk ekonomi pemerintah selama ini
tidak sejalan dengan politik pendidikannya, politkk pendidikannya juga tidak
sesuai dengan politik budayanya, demkkian juga politik budayanya tidak sesuai
dengan politik ideologinya. Atau dengan kata lain antara politik yang satu
dengan politik yang laan tidak ada yang sejalan, seirama, dan senafas. Misalnya
dari segi ideologi, nasionalisme adalah ideologi yang paling dominan, namun
ketika berada dalam politik ekonomi dan politik militer berbeda karena lebih
mementingkan kepentingan luar negerei dalam arti menggunakan teori-teoiri Barat
dan persenjataan impor. Ini jelas menunjukkan tidak adanya keselarasan dan
kesesusaian antara politik ideololgi dan poliitk ekonomi maupun militer.
Demikian juga yang terjadi dengan politik pendidikan dan poltiki lainnya tidak
ada yang selaras. Untuk menyelaraskan perlu kiranya digagas politik pendidikan
nasional terpadu yang mencakup dan sejalan dengan politik ideologi, politik
pemerintahan, politik budaya, politik ekonomi, politik hukum, dan
politik-politik lainnya. Hal ini dimaksudkan untuk memperjelas visi pendidikan
nasioanl terpadu sebagai upaya untuk keluar dari keterpurtukan
multidimensionala bangsa Indonesia ini.
c)Pendidikan nasional pada
dasarnya adalah otak dari sebuah badan besar yakni negara Indonesia. Jika otak
tersebut dipisah-pisah baik energi, potensi maupun kekuatannya, maka kinerja
otak tersebut tidak akan bisa maksimal. Demikian juga dengan pendidikan
nasional bila kekuatan, energi, dan potensinya dipisah-pisahkan ke
masing-masing departemen, maka performance-nya juga tidak akan bisa mencapai
maksimal. Sebagai kekuatan utama dalam pendidikan nasional, maka pendidikan
nasional terpadu ini mencakup seluruh disiplin keilmuan yang berkembang saat
ini. Kinerjanya dapat ditentukan dengan target jangk apendek, jangka menengah,
dan jangka panjang. Namun semua itu tidak boleh melupakan aspek moralitas yang
menjadi kendali utama sistem pendidikan nasional terpadu ini. Sebab tanp adanya
kendali moralitas yang tinggi, maka pemusatan kekuatan, potensi dan energi akan
menjadi sasarn empuk bagi para "tikus-tikus intelektual" yang tidak
mengenal tempat dan waktu itu. Dengan demikian, pemanfaatan departemen
pendidikan sebagai muara satu-satunya seluruh proses pendidikan nasional
menjadi mudah dimonitor. Tentunya semua ini didasarkan pada legislasi dan hukum
yang jelasa dan mantap tidak interpretable dan multi tafsir.
d)Pendidikan nasional
terpadu merupakan ejawantah dari kepercayaan manusia Indonesia kepada para
pengelola pendidikan. Kepercayaan tersebut merupkan modal yang sangat luar
biasa ampuhnya bagi pencurahan perhatian kemajuan dan peningkatan kualitas
pendidikan nasional. Kepercayaan yang saat ini menguap dari masing-masing pihak
merupakan akibat secara tidak langsung dari terpecahnya konsentrasi pengelola
pendidikan nasional. Di satu sisi departemen ini mengurusi dan bertanggung
jawab terhadap kualitas pendidikan nasional, namun di sisi lain tidak mampu
mengakses dan memberikan regulasi yang tegas terhadap lembaga yang ada di bawah
naungannya. Kepercayaan tersebut bisa dimunculkan kembali jika pemerintah
memilki political will yang kuat dan konsisten terhadap kualitas pendidikan
nasional, karena pada dasarnya pemerintah Indonesia hanya ada satu dan berada
di bawah kekuasaan satu presiden dan satu wakil presiden dengan bekerja sama
dengan DPR. Apalagi menghadapi sistem pemerintahan Indonesai hasil pemilihan
umum 2004 ini yang lebih menganut sistem presidensil, maka peemrintah mnemiliki
kekuasaan yang luar biasa dalam menentukan hitam putih, merah biru, hijau
kuningnya pendidikan nasional.
e)Pendidikan terpadu
merupakan jawaban intelektual dari persoalan pendidikan yang semakin lama
semakin tidak jelas visi dan arahnya. Dengan konsep pendidikan nasional terpadu
visi pendidikan nasional adalah jelas pemberdayaan manusia Indonesia dalam
seluruh aspek kehidupan, seluruh sector kehidupan, seluruh disiplin keilmuan,
seluruh lapisan masyarakat, seluruh strata sosial, seluruh kerangka ajaran agama,
seluruh etnis bangsa, seluruh budaya bangsa, seluruh tradisi local masyarakat,
dan seluruh harapana manusia Indonesia. Pendidikan nasional terpadu artinya
memberikan kesempatan kepada masyarakat Indonesia seluruhnya untuk
mengembangkan minat, bakat, potensi, kreativitas, dan keterampilannya yang
kemudian didukung sepenuhnya dan diakui sepenuhnya oleh dunia industri serta
pemerintah dengan aturan hukum yang jelas dan tegas. Pemberdayaan lewat
pendidikan tentunya perlu dilakukan perombakan sistem pendidikan secara
menyeluruh dimana tindakan-tindakan dan praktik-praktik penyelewengan
sebagaiman dikemukakan di sub sebelumnya telah terbabat habis dalam proses
pendidikan nasional. Kualitas alumni bukan hanya dinilai dari keberhasilan
menduduki jabatan akan tetapi dinilai sejauh mana alumni tersebut telah
memberikan sumbangan bagi pemberdayaan masyarakat. Inilah yang barangkali
menjadi idaman manusia Indonesia seutuhnya dan para funding father negara
Indonesia.
Praktik pendidikan
nasional terpadu dapat digambarkan secara berikut:
a)Adanya penyatuan payung pendidikan nasioanl dalam satu departemen. Departemen ini benar-benar bertanggung jawab secara nasional baik dalam hal kualitas, standar minimal lulusan, dan standar kesuksesan seorang alumni. Sebagai payung pendidikan secara nasional berarti dia memiliki kewenangan dalam menentukan berbagai komponen pendidikan. Departemen ini memiliki jaringan yang sangat kuat dengan berbagai departemen. Jaringan tersebut didasarkan pada hubungan saling mengisi dan bertanggung jawab. Artinya bahwa departemen pendidikan nasional terpadu ini harus memiliki ikatan structural, fungsional, emosional, dan intelektyal dengan departemen lain. Misalnya dengan Departemen Pertahanan, maka departemen pendidikan nasional terpadu ini bekerja sama secara intensif dalam hal penyelenggaraan pendidikan, penelitian dan pengembangan teknologi persenjataan militer. Kerja sama bentuk ini dimaksudkan untuk mnegurangi ketergantungan tekonologi militer kepada lura negeri. Penelitian yang intensif dengan dukungan dana yang cukup serta langsung dipraktikkan dalam departemen yang bersangkutan merupakan bentuk kerja sama yang saling menguntungkan dan memberdayakan. Departemen pendidikan nasioanl yang terpadu dalam penelitian persenjataan tersebut bukan hanya berkiatan dengan persenjataan dengan teknologi tingkat menengah, akan tetaoi jga teknologi tingkat tinggi yang tentunya memerlukan para ahli militer, arsitektur, nuklir, fisika, elektro dan keahlian lain yang mendukung pengembangan persenjataan canggih. Demikian juga kerja sama dengan departemen lain misalnya departemen pertanian, keuangan, kesehatan dan sebagainya. Dengan demikian, departemen pendidikan nasional terpadu ini bukan berarti berada di atas departemen lainnya, akan tetapi merupakan satu-satunya departemen yang memiliki otoritas di bidang pendidikan, penelitian, dan pengembangan sebagai upaya untuk memberdayakan masyarakat Indonesia seluruhnya.
a)Adanya penyatuan payung pendidikan nasioanl dalam satu departemen. Departemen ini benar-benar bertanggung jawab secara nasional baik dalam hal kualitas, standar minimal lulusan, dan standar kesuksesan seorang alumni. Sebagai payung pendidikan secara nasional berarti dia memiliki kewenangan dalam menentukan berbagai komponen pendidikan. Departemen ini memiliki jaringan yang sangat kuat dengan berbagai departemen. Jaringan tersebut didasarkan pada hubungan saling mengisi dan bertanggung jawab. Artinya bahwa departemen pendidikan nasional terpadu ini harus memiliki ikatan structural, fungsional, emosional, dan intelektyal dengan departemen lain. Misalnya dengan Departemen Pertahanan, maka departemen pendidikan nasional terpadu ini bekerja sama secara intensif dalam hal penyelenggaraan pendidikan, penelitian dan pengembangan teknologi persenjataan militer. Kerja sama bentuk ini dimaksudkan untuk mnegurangi ketergantungan tekonologi militer kepada lura negeri. Penelitian yang intensif dengan dukungan dana yang cukup serta langsung dipraktikkan dalam departemen yang bersangkutan merupakan bentuk kerja sama yang saling menguntungkan dan memberdayakan. Departemen pendidikan nasioanl yang terpadu dalam penelitian persenjataan tersebut bukan hanya berkiatan dengan persenjataan dengan teknologi tingkat menengah, akan tetaoi jga teknologi tingkat tinggi yang tentunya memerlukan para ahli militer, arsitektur, nuklir, fisika, elektro dan keahlian lain yang mendukung pengembangan persenjataan canggih. Demikian juga kerja sama dengan departemen lain misalnya departemen pertanian, keuangan, kesehatan dan sebagainya. Dengan demikian, departemen pendidikan nasional terpadu ini bukan berarti berada di atas departemen lainnya, akan tetapi merupakan satu-satunya departemen yang memiliki otoritas di bidang pendidikan, penelitian, dan pengembangan sebagai upaya untuk memberdayakan masyarakat Indonesia seluruhnya.
b)Pendidikan nasional
terpadu secara politik merupakan strategi nasional pemrintah yang sedang berkuasa
dalam rangka meningkatkan kualitas manusia Indonesia untuk melepaskan diri dari
ketergantungan dalam bentuk apapun dari negara lain. Berdiri di atas kekuatan,
kemampuan, kekayaan, sumber daya alam, dan keterampilan sendiri adalah visi
politik pendidikan nasional terpadu. Dengan visi ini dimungkinkan adanya
kebanggaan bagi para pengelola pendidikan karena benar-benar diperhatikanb oleh
dunia industri lainnya. Politik pembangunan infrastruktur, suprastruktur, dan
superstruktur harus memberdayakan seluurh lapisan masyarakat baik secara
sosial, politik, ekonomi, budaya, maupun ideologi melalui pendidikan. Dengan
menjadikan pendidikan nasional terpadu sebagai strategi nasional pemerintah,
maka sebagai konsekuensi logis, konsekuensi, administrative, konsekuensi
responsibiltas, dan konsekuensi politik pemerintah harus menyediakan dana
naggrana sesuai dengan tuntutan konstitusi hadil amandemen yang mengamanatkan
25 persen dari total APBN. Komitmen pengucuran dana sedemikian besar tentunya
dibarengi dengan ketatnya nilai moralitas bangsa sedemikian rupa sehingga para
poengelola tidak lupa diri dengan bergelimangnya dana anggaran poendidikan
nasioanl terpadu. Hal ini harus mulai dirintis dari proses pendidikan tingkat
dasar, menengah, dan pendidikan tinggi. Moralitas bangsa adalah satu-satunya
tolok ukur keberhassilan peningkatan kualitas pendidikan nasional terpadu.
Karena dengan moralitas tinggi, maka kemungkinan bocornya anggaran dana akan
dapat diminimalisir. Harapan ini bukan merupakan ilusi dan obsesi intelektual
dan bersifat teoritik belaka, akan tetapi bila semua pihak memiliki komitmen
bahwa siapa yang salah harus dipecat dan siapa yang jujur harus terus didukung,
maka moralitas bangsa akan menjadi baik dan itu harus dimulai dari sekarang dan
melalui jalur politik pendidikan nasional terpadu.
c)Politik pendidikan dalam
rangka pemberdayaan seluruh masyarakat Indonesia dan penanaman moralitas
merupakan sasaran dan tujuan utama pendidikan nasional terpadu. Moralitas
bangsa merupakan landasan spiritual yang tidak mampu dibangun dalam waktu
singkat. Penanaman moralitas bangsa harus dipupuk dan tidak pernah lengah
sebentarpun dalam proses pendidikan. Oleh karena itu, pelakasanaan proses
pendidikan dari sejak tingkat dasar, menengah sampai perguruan tinggi
harus senantiasa dikawal moralitas peserta didik. Peserta didik yang secara
moral tidak lolos dan memiliki standar moral rendah tidak berhak mengenyam
pendidikan lebih tinggi. Karena semua itu akan sangat merugikan masyarakat
lainnya. Di saat yang sama pemberdayaan seluruh potensi, minat, bakat,
kreativitas, dan keterampilan baik di bidang teknologi, budaya, tradisi, seni,
intelektual, sastra dan sebagaianya haru smendapatkan prioritas utama dalam pendidikan.
Sebagaimana diungkap dio atas semua itu mendapat duiklunganh penuh dari politik
pemerintah yang sedang berkuasa dan dunia industri yang terkait. Pemerintah
terus mengawal kerja sama dan jaringan kerja antara lembaga pendidikan dengan
dunia industri sebagai langkah untuk melepaskan diri dari ketergantungan
terhadap negara lain. Sebagaimana juga diungkap di atas industri di sini
mencakup industri dalam seluruh aspek kehidupan masyarakat dan bangsa.
METODE MENGAJAR
PENDIDIKAN ISLAM
Kata metode secara estimologis
merupakan arti dari bahasa yunani, yang merupakan gabungan dari kata meta yang
bisa diartikan sebagai “melalui” dan kata hodos yang bisa
diartikan sebagai “jalan yang dilalui” dalam setiap konsep yang dikemas dalam
semua pendidikan, metode pendidikan adalah alat yang dipergunakan untuk
mencapai tujuan pendidikan. Sebenarnya dalam kamus besar bahasa Indonesia
metode diartikan sebagai “cara yang teratur dan terpikir baik untuk mencapai
maksud dalam ilmu pengetahuan dan sebagainya atau jiga dapat diartikan sebagai
cara kerja yang bersistem untuk mudah dalam pelaksanaan suatu kegiatan
gunamencapai suatu tujuan yang ditentukan” Metode dalam mengajar yang di
ungkapkan oleh Roestiyah N.K adalah sebagai teknik penyajian yang dikuasasi
guru untuk mengajar atau menyajikan bahan pelajaran kepada siswa didalam kelas,
agar pelajaran tersebut dapat ditangkap, dipahami, dan digunakan oleh siswa
dengan baik. Jadi dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan metode mengajar
pendidikan Agama Islam adalah cara sistematis dan terencana yang digunakan
untuk melakukan suatu pengajaran dalam pendidikan Agama Islam untuk dapat
mencapai hasil yang maksimal dari tujuan yang telah ditentukan. Metode
pendidikan Agama Islam sebenarnya bertujuan untuk menjadikan proses dan hasil
belajar mengajar ajaran Islam lebih berdaya guna dan berhasil guna dan menimbulkan
kesadaran anak didik untuk mengamalkan ketentuan ajaran Agama Islam melalui
teknik motivasi yang menimbulkan gairah belajar anak didik secara mantap
disamping bermanfaat untuk mengantarkan tercapainya tujuan pendidikan yang di
cita-citakan. Metode pendidikan dipandang sebagai alat untuk mencapai tujuan
pendidikan, maka metode ini mempunyai dua fungsi ganda, yaitu fungsi bersifat
polipragmatis dan monopragmatis. Polipragmatis berfunsi apabila metode tersebut
mengandung kegunaan yang serba ganda(multipurpose), misalnya suatu mode
tertentu pada suatu situasi dan kondisi tertentu dapat digunakan untuk merusak,
da pada kondisi yang lain dapat dipergunakan untuk membangun dan memperbaiki.
Kegunaannya
dapat bergantung pada si pemakai atau pada corak, bentuk, dan kemampuan dari
metode sebagai alat. Sedangkan fungsi manopragmatis terjadi bilamana metode
mengandung suatu macam kegunaan untuk satu macam tujuan. Penggunaan metode
mengandung implikasi bersifat konsisiten, sistematis, dan makna menurut kondisi
sasarannya, mengingat sasaran metodenya adalah manusia, sehingga pendidik
dituntut untuk berhati-hati dalam penerapannya. Ada banyak metode yang
dikemukakan oleh para ahli dengan berbagai sebutan, diataranya:
1.
Maw`izhah
(ceramah)
2.
Kitabah (tulisan)
3.
Hiwar (dialog)
4.
Al-as`ilah wa al-ajwibah (Tanya jawab)
5.
Al-niqashy (diskusi)
6.
Al-mujadalah (debat)
7.
Brain strorming
8.
Al-qishash (bercerita)
9.
Al-amstal (metafora)
10.
Karya wisata
11.
Al-qudwah (imitasi)
12.
Uswatun hasanah
13.
Al-tathbiq (demontrasi dan dramatisasi)
14.
Game and simulation (permainan dan simulasi)
15.
Al-mumarasat al-amal (drill)
16.
Inquiry
17.
Discovery
18.
Micro teaching
19.
Modul belajar
20.
Independent study (belajar mandiri)
21.
Eksprimen
22.
Kerja lapangan
23.
Case study
24.
Targhib wa tarhib (janji dan ancaman)
25.
Al-tsawab wa al-`iqab (anugrah dan hukuman)
26.
Musabaqah (kompetisi)
Bab
III
Strategi
Memilih Metode Intruksional
Dalam
proses belajar mengajar guru dihadapkan untuk memilih metode-metode dari sekian
banyak yang telah ditemui oleh para ahli sebelum ia menyampaikan materi
pengajaran untuk mencapai tujuan instruksional. Beberapa pertimbangan yang
harus dilakukan oleh pengajar dalam memilih metode pengajaran secara cepat dan
akurat , pertimbangan tersebut mesti berdasarkan pada penetapan:
- Tujuan
instruksional
Penetapan tujuan instruktisional
merupakan syarat mutlak bagi gurudalam memilih metode yang akan digunakan di
dalam penyajian materi pengajaran.tujuan instruksional merupakan sasaran yang
heendak dicapai padaahkir pegajaran serta kemampuan yang harus dimiliki siswa.
Sasaran tersebut dapat terwudu dengan metode-metode pembelajran.
- Pengetahuan
awal siswa
Padaa awal atau sebelum guru masuk
ke kelas member materi pengajaran kepada siswa ada tugas guru yang tidak boleh
dilupakan adalah untuk mengetahua pengetahuan awal siswa . sewaktu member
materi pengajaran kelak guru tidak kecewa dengan hasil yang dicapai siswa,
untuk mendapat pengetahuan awal siswa guru dapat melakukan prates tertulis,
Tanya jawab diawal pelajaran. Dengan mengetahui pengetahuan awal siswa, guru
dapat menyusun strategi memilih metode intuksional yang tepat pada siswa-siswa.
- Bidang
studi atau pokok bahasan pada sekolah lanjutan tingkat pertama dan skolah
menengah program studi diatur dalam 3 kelompok. Pertama : program pendidikan
umum, kedua : program pendidikaan akademik, ketiga ; progam pendidikan
ketrampilan. Bidang studi tersebut seperti bidang studi pendidikan agama
ppkn, penjaskes dan kesenian dikelompokan ke dalam program pendidikan umum
. program pendidikan akademim meliputi bidang studi bahasa ,ilmu
pengetahuan social, ilmu pengetahuan alam, matematika. Program pendidikan
akademi bidang studi berkaitan dengan ketramoilan . maka metode yang akan
kita gunakan lebih berorientasi pada masing-masing ranah(kongnitif, afektif
dan psikomotorik)yang terdapat dalam pokok bahasan
- Lokasi
waktu dan sarana penunjang
Waktu yang tersedia dalam
pemberian materi pelajaran1 jam pelajaran 45 menit. Maka metode yang digunakan
telah dirancang sebelumnya termasuk didalamnya perakat penunjang pembelajaran,
perangkat pembelajaran itu dapaata dipergunkan oleh guru secara berulang-ulang
seperti ; trasparan, chard,video film dan sebagainya.
Metode
pembeajaran disesuaikan dengan muatan materi , sepeerti bidang studi biologi ,
metode yang akan diterapkan adalah metode
praktikum , dan memungkinkan mempergunakan metode diskusi , karena dari
hasil pratikum siswa memerlukan diskusi kellompok untuuk memecah problem yang
mereka hadapi.
- Idealnya
metode yang kita terapkan didalam kelas melalui pertimbangan jumlah siswa
yang hadir , memang ada ratio guru dan siswa agar proses belajar mengajar
efektif, ukuran kelas menentukan keberhasian terutama pengelolaan
kelasenyampaian materi.
Di
Negara maju seperti inggris 48%universitas menerapkan ukuran kelas dengan
jumlah mahasiswa 20 orang, pada sekolah dasar umumnya mereka menerima siswa
maksimal 40 orang dan ssekolah lanjutan maksimal 30 orang. Kebanyakan para ahli
pendidikan berpendapat idealnya satu kelas pada sekolah dasar dan sekolah
lanjutan 24 orang.
Ukuran kelas besar dan jumlah
siswa yang banyak metode ceramah yang lebih evektif akan tetapi yang perlu kita
ingan metode ceramah memiliki banyak kelemahan disbanding metode lainya,
terutam dalam pengukuran keberhasilan siswa.disamping metode cramah guru dapat
melasanakan Tanya jawab dan diskusi.kelas yang kecil dapat diterapkan metode
tutoliar karena pemberian umpan balik dapat dilakukan , dan perhatian terhadap
kebutuhan individual lebih dapat dipenuhi
- Pengalaman
dan kewibawaan
Guru yang baik
adalah guru yang berpengalaman paribahsa mengatakan pengalan adalah guru yang
baik hal ini di akui di lembaga pendidikan criteria guru berpeengalam ia telah
mangajar selama lebih kurang 10 th. Maka sekarang bagi calon kepala sekolah
boleh mengajukan permohonan menjadi kepala sekolah bila telah mengajar minimal
5 tahun dengan demikian guru harus memahami seluk beluk persekolahan, strata
pendidikan bukan menjadi jaminan utama dalam keberhasilan mengajar akan tetapi
pengalman yang menentukan umpmanya guru peka dengan masalah , memecah masalah,
memilih metode yang tepat merumus tujuan instruksional memotifasi siswa memilih
metode yang tepat. Mengolah siswa mendadap umpan balik dalam proses
belajar-mengajar jabatan guru membutuhkan pengalaman yang panjang sehingga kelak
menjadi professional, akan tetapi professional guru belum terakui seperti
professional lainya terutama dalam upaya (payment), pengakuan (recomize).
Sementara guru diminta memiliki pengetahuan (knowledge espycelly and
skill),pelayanan (servise)tangung jawab (serponsibility), dan persatuan
(unity). Gled langfrod(1978).
Satu
kewibawaan yang dimiliki guru terbagi dua , pertama kewibawaan kasih saying
seperti yang dimiliki ayah dan ibu iya menyayangi anaknya tanpa pilih kasih.
Dan berharap anak-anaknya tumbuh dan berkembang bagi agama, masyarakat, nusa
daan bangsa. Kedua kewibawaan jabatan ia dapat memerintah, mengajurkan,
menasehati siswa yang berguna bagi menejen pembelajaran
B.
Metode-Metode Isntruksional
Sebagaimana
yang telah diuaraikan bahwa metode instruksional merupakan cara melakukan atau penyajian menguraikan, member contoh dan
member latihan isi pelajaran kepada siswa untuk menyapai tujuan tertentu.
Berikut ini akan diutaraj berbagai metode intruksional yang memungkinkan
didalam kelas masing-masing metode memiliki ke unggulan dan kelemahan , pada
sub bab ini akan membicarakan keunggulan dan keterbatasan masing-masing metote
itu .
- Metode
ceramah
metode ini lebih banyak digunakan
dikalangan dosen karena dossen memberikan kuliah mimbar dan disampaikan dengan
ceramah dengan pertimbangn dosen berhadapat berhadapan dengan banyak mahasiswa
yang mengikuti perkuliahan. Metode ceramah ini terbentuk penjelasan konsep
prinsip dan fakta pad ahkir perkuliahan ditutup dengan tnya jawab antara dosen
dan mahasiswa namun demikian pada sekolah tingkat lanjutan metode ceramah dapat
dipergunakan oleh guru dan metode ini dapat difariasi dengan metode lain.
Keterbatasan metode ceramah
sebagai berikut
a.
Keberhasilan siswa tidak terukur
b.
Perhatian dan motivasi siswa sulit di
ukur
c.
Peran serta siswa dalm pembelajar siswa
rendah
d.
Materi kurang terfokus
e.
Pembicaraan sering melantur
- Metode
demonstrasi dan eksperiment
Pengunaan
metode demontsrtasi dapat di terapkan dengan syarat memiliki keahlian untuk
mendemostrasikan penggunaan alat atau melaksanakn kegiatan tertentu seperti
kegiatan yang sesungguhnya . keahlian mendemostrasikan tersebut harus dimiliki
oleh guru ata pelatih yang ditunjukan setelah didemosttrasikan siswa diberi
kesempatan melakukan ketrampilan seperti yang telah dipergakan oleh guru.
Metode
demostrasi ini sangat efektif menolong siswa mencari jawaban atas pernyataan
seperti: bagaimana prosesnya? terdiri dari unsur apa? cara mana yang paling
baikbagaimana dapat diketahui kebenarannya? Melalui pengamatan induktif.metode
demontrasi dapat dilaksakan;
a.
Manakalah kegiatan pembelajaran
bersifat formal, magang, atau latihan kerja,
b.
Bila materi pelajaran berbentuk
ketrampilan gerak petunjuk sederhana untuk melakukan ketrampilan dengan
menggunakan bahasa asing, dan prosedur melaksanakan kegiatan
c.
Manakalah guru pelatih , instruktur
bermaksud menyederkan penyelasian kegiatan yang panjang , baik yang menyagkut
pelaksanaan suatu prosedur melaksanaka suatu kegiatan yang panjang baik yang
menyangkut pelaksanaan prosedur maupun dasar teorinya
d.
Pengajar bermaksud munujukan suatu
standart penampilan.
e.
Untuk menumbuh motivasi siswa tentng
latihan atau praktik yang kita laksanakan
f.
Untuk dapat mengurangi
kesalahan-kesalahan bila di bandingkan dengan kegiatan hanya mendengar ceramah
atau membaca didalam buku karena soiswa memperoleh gambaran yang jelas dari
hasil pengamatan
g.
Bila beberapa masalah yang menimbulkan
pertnyaan pada siswa dapat di jawab lwbih teliti waktu proses demontrasi atau
eksperimen
h.
Bila siswa turut aktif bereksperiment
maka memperoleh penglaman praktik untuk mengembangkan kecakapan dan memperoleh
pengkuan dan pengharapkan dari lingkungan social .
Batas-batas demonstrasi sebagai
berikut:
a. Demontrasi
akan merupakan metode yang tidak wajar bila alat yang didemonstrasikan tidak
dapat diamati seksama oleh siswa
b. Demostrasi menjadi kurang evektif bila tidak diikuti
sebuah aktifitas dimana para siswa sendiri dapat ikut bereksperiment dan
menjadikan aktifitas itu pengalaman pribadi
c. Tidak
semua hal dapat didemostrasikan didalam kelompok
d. Kadang-kadang
bila suatu alat di bawah kedalam kelas kemudian didemostrasikan terjadi prose
yang berlainan dengan broses situasi nyata
e. Manakalah
setiap orang diminta mendemonstrasikan dapat menyita waktu yang bannyak dan
membosankan bagi peserta yang lain
3. Metode
tanya jawab
Metode Tanya jawab dapat dinilai sebagai
metode yang tepat apabila pelaksnaanya ditunjukan untuk :
a. Meninjau
ulang pelajaran
b. Menyelingi
pembicaraan agar tetap mendapatkat perhatian siswa
c. Mengarahkan
pengamatan dan pemikiran mereka.
Metode Tanya jawab tidak wajar
digunakan untuk :
a. Menilai
kemajuan peserta didik
b. Mencari
jawaban dari siswa
c. Member
giliran pada siswa tertentu
Kebaikan metode Tanya jawab adalah
a. Tanya
jawab dapat memperoleh sambutan yang lebih aktif bila dibandingkan dengan
metode ceramah yang bersifat menolong
b. Memberi
kesempatan kepada siswa untuk mengumukakan pendapat
c. Mengetahui
perbedaan –perbadaan pendap yang ada , yang dapat dibawa suatu diskusi
Diantara
kelemahanya adalah bahwa Tanya jawab bias menimbulkan penyimpangan dari pokok
tersebutr lebih-lebih jika kelompok siswa membri jawaban atau mengajukan
pertanyaan yang dapat menimbulkan masalah baru
dan menyimpang dari pokok persoalan .
4. Metode
penampilan
Metode penampilan adalah berbentuk
pelaksnakan praktik oleh sisiwa di bawah bimbingan dari dekat oleh pengajar
paraktik tersebut dilaksanak atas dasar penjelasan atau demonstrasi yang
diteriama atau di amati siswa.
Metode ini dipergunakan pengajar harus:
a. Memberikan
penjelasan yang cukup terhadap siswa selama siswa berpraktik
b. Melakukan
dtindakan pengamanan sebelum kegiatan prakit di mulai untuk keselamatan siswa
yang digunakan
Metode penampilan ini tepat
diguanakan manakalah;
a. Pelajaran
telajh mencapi tingkat lanjutan
b. Kegiatan
pembelajaran bersifat formal , latihan kerja, atau magang dipelajarinya situasi
sesungguhnya
c. Siswa
mendapat kemungkin untuk menerapkan apa yang dipelajarinya kedalam situasi
sesungguhnya
d. Kondisi
praktik sama gengan kondisi kerja
e. Dapat
disediakan bimbingan kepada siswa terhada siswa secara dekat secara praktik
f. Kegiatan
ini menjadi remedial bagi siswa
Keterbatasn pengunaan metode
panampilan adalah
a. Membutuhkan
waktu panjang karena siswa harus nedapatkajan kesempatan berpraktik sampai
baik,
b. Membutuhkan
fasilitas khusus yang mungkin mahala, sulit diperoleh dan dipelihara secara
terus menerus
c. Membutuhkan
pengajar yang lebih banyak karena setiap pengjar hanya dapat membantu sejumlah
kecil siswa.
5. metode diskusi
metode diskusi merupkan interaksi antara
siswa dan siswa aatau siswa dengan guru untuk menganalisis, memecahkan
maslah, dngan mengali atau
memperdebatkan topic atau pemaslahan tertentu.
Metode diskusi ini diganuakan guru,
pelatih dan instruktur bela;
a. Menyediakan
bahan , topic atau masalah yang akan didiskusikan
b. Menyebutjan
pokok maslah yang akan dibahas atau memberikan studi khusus pada siswa sebelum
menyelenggarakn diskusi
c. Menugaskan
siswa untuk menjelaskan siswa , analisis, dan meringkas
d. Membimbing
diskusi , tidak member ceramah
e. Sabar
terhadap kelompok yang lamban dalam mendiskusikanya
0 komentar:
Posting Komentar