BAB I
PENDAHULUAN
- Latar Belakang Masalah
Pada beberapa kurun terakhir ini,
ummat Islam di Indonesia khususnya banyak dikejutkan oleh berbagai aksi
terorisme yang merusak dan meluluhlantahkan tatanan sosial, ekonomi dan
politik, pertahanan dan keamanan bangsa Indonesia yang mengatasnamakan
perjuangan Islam.
Islam telah dibajak oleh orang-orang
yang tidak bertanggungjawab yang justru merugikan umat Islam sendiri menurut
kacamata nasional, regional bahkan global, sehingga terjadi pandangan miring
dan negatif bahwa umat Islam identik dengan kekerasan dan terorisme. Padahal
Islam adalah rahmatan lil ‘alamin, pembawa kedamaian, kejahteraan dan
ketentraman bagi alam semesta.
Ulama terkenal dari Timur Tengah
memberikan fatwa bahwa perbuatan teror adalah haram hukumnya dan termasuk
ajaran kaum khawarij.
Khawarij adalah aliran kalam
pertama dalam sejarah Islam pada abad ke 1 hijriah. Aliran khawarij ini juga
merupakan kelompok sektarian utama yang ketiga di luar sunni dan syi’ah di
bidang politik. Munculnya aliran khawarij ini berawal dari masalah politik,
walaupun pada akhirnya kebanyakan ulama dan cendikiawan lebih memfokuskan
pembahasan aliran khawarij dalam disiplin ilmu kalam (theologi), karena dalam
perkembangannya kaum khawarij lebih banyak bercorak theologis.
Kemunculan aliran khawarij
dilatarbelakangi oleh adanya pertikaian politik antara Ali bin Abi Thalib
dengan Muawiyah bin Abi Sufyan yang pada waktu itu menjabat gubernur Syam
(Suriah/Syria). Muawiyah menolak untuk membaiat Ali yang terpilih sebagai khalifah,
sehingga Ali mengerahkan bala tentara untuk memerangi Muawiyah. Sebaliknya
Muawiyah juga mengumpulkan pasukannya untuk menghadapi Ali.
Pertempuaran terjadi antara kedua
belah pihak di Shiffin. Pasukan Ali bin Abi Thalib memperlihatkan tanda akan
menang dan berhasil mendesak pasukan Muawiyah. Amr bin Ash yang ikut berperang
dari pihak Muawiyah bisa membaca situasi dan mengusulkan kepada Muawiyah agar
memerintahkan pasukannya untuk mengangkat mushaf al-Qur’an dengan ujung tombak
sebagai isyarat genjatan senjata minta untuk damai dengan mengadakan arbitrase
(tahkim atau penjurian).
Pada mulanya Ali bin Abi Thalib
tidak mau menerima tawaran genjatan senjata tersebut, karena beliau tahu
permintaan damai tersebut hanya sebagai strategi tipu muslihat dan akal busuk
lawan yang terdesak dan hampir kalah dalam perang, akan tetapi karena didesak
sebagian pengikutnya terutama para qurra dan huffaz, akhirnya
diputuskanlah untuk mengadakan arbitrase.
Sebagai mediator atas usul sebagian
pengikut Ali diangkat Abu Musa Al-Asy’ary, walaupun sebenarnya Ali sendiri
tidak setuju untuk mengangkat Abu Musa Al-Asy’ary sebagai mediator karena
beliau bukan diplomatik yang mengerti politik dan strategi. Dari pihak Muawiyah
diwakili oleh Amr bin Ash seorang diplomatik ulung sekaligus politikus dan ahli
strategi. Akhirnya perundingan damai tersebut dimenangkan oleh kubu Muawiyah
bin Abi Sufyan dan membawa petaka serta kerugian pihak Ali bin Abi Thalib.
Keputusan Ali bin Abi Thalib
menerima arbitrase ternyata tidak didukung semua pengikutnya. Mereka yang tidak
setuju dengan sikap Ali keluar dari barisan Ali dan mengangkat Abdullah bin
Wahab al-Risbi sebagai pemimpin mereka yang baru. Kelompok ini kemudian
memisahkan diri ke Harurah suatu desa dekat Kufah. Mereka inilah kemudian
dikenal dengan kaum khawarij.
- Rumusan Masalah
1.
Apa pengertian khawarij ?
2.
Bagaimanakah cirri-ciri khusus kaum khawarij?
3.
Bagaimanakah pemikiran kaum khawarij?
4.
Apa sekte-sekte khawarij?
- Tujuan masalah
1.
Untuk mengetahui apakah khawarij itu
2.
Untuk mengetahui bagaimanakah cirri-ciri kaum
khawarij itu
3.
Untuk mengetahui seperti apakah pemikiran para kaum
khawarij
4.
Untuk mengetahui semua sekte-sekte dalam aliran
khawarij
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Khawarij
Khawarij adalah bentuk jamak (plural) dari kharij
(bentuk isim fail) artinya yang keluar. Dinamai demikian karena kelompok
ini adalah orang-orang yang keluar dari barisan Ali bin Abi Thalib sebagai
protes terhadap Ali yang menyetujui perdamaian dengan mengadakan arbitrase
dengan Muawiyah bin Abi Sufyan[1].
Pendapat lain mengatakan bahwa khawarij
berasal dari kata kharaja- khurujan didasarkan atas Q.S. 4 : 100 yang
pengertiannya keluar dari rumah untuk berjuang di jalan Allah. Kaum
khawarij memandang diri mereka sebagai orang-orang yang keluar dari rumah
semata-mata untuk berjuang di jalan Allah. [2]
Dengan demikian khawarij adalah
aliran (firqah) yang keluar dari jamaah (almufaraqah li al-jamaah) disebabkan
ada perselisihan pendapat yang bertentangan dengan prinsip yang mereka yakini
kebenarannya.
Selain nama khawarij, ada beberapa
nama lagi yang dinisbatkan kepada kelompok aliran ini, antara lain al-muhakkimah,
syurah, haruriyah dan al-mariqah.
Al-Muhakkimah berasal dari semboyan mereka yang
terkenal (Tiada hukum kecuali hukum Allah) atau (Tidak
ada pembuat hukum kecuali Allah). Berdasarkan alasan inilah mereka menolak
keputusan Ali bin Abi Thalib. Menurut pendapat aliran ini yang berhak memutus
perkara hanya Allah, bukan melalui arbitrase (tahkim)[3].
Syurah berasal dari syara- syira’an
artinya menjual. Penamaan ini didasarkan pada Q.S. 2 : 207 : Dan
diantara manusia ada yang menjual dirinya untuk memperoleh keridlaan Allah.
Pengikut aliran ini menganggap kelompoknya sebagai golongan yang dimaksud pada
ayat di atas[4].
Haruriyah berasal dari kata Harurah,
nama daerah tempat menggalang kekuatan dan pusat kegiatan kelompok ini setelah
memisahkan diri dari Ali bin Abi Thalib. Haruriyah berarti orang-orang
berkebangsaan Harurah[5].
Al-Mariqah berasal dari kata maraqa
artinya anak panah keluar dari busurnya. Pemberian nama ini oleh
orang-orang yang tidak sepaham (lawan) aliran ini karena dianggap telah keluar
dari sendi-sendi agama Islam[6].Adanya
sebutan (nama) yang variatif bagi aliran khawarij itu didasarkan kepada
slogan-slogan yang diproklamirkan aliran ini, atau berdasarkan markas dan pusat
perkembangan serta penyebaran aliran ini, bahkan ada yang berdasarkan kecaman
dari yang tidak sefaham dengan aliran ini.
B. Ciri-ciri khusus kaum khawarij[7]
1.
mereka lebih dahulu berontak pada Ali, baru kemudian mencari sebab dan dalil bagi
tindakan mereka itu. Setelah mereka mencari alas an tak kunjung bertemu, mereka
kembali menyokong Ali, tetapi mereka rindu lagi pada perpecahan, maka mereka
memisahkan diri lagi.mereka taat beribadah dan memperberat ibadat-ibadat
2.
mereka taat beribadah dan memperberat ibadat-ibadat mereka
3.
mereka ikhlas membela pendirian dan berani berperang untuk itu[8]
Golongan khawarij menghendaki agar khalifah dipegang oleh
orang yang cakap dan shaleh, tanpa dibataskan kepada golongan atau kaum
tertentu. Golongan jumhur adalah merupakan golongan mayoritas kaum muslimin
pada waktu itu menghendaki agar khilafat harus dipegang oleh orang-orang
keturunan Quraisy.[9]
C. Pemikiran Khawarij
Corak pemikiran khawarij dalam
memahami nash (al-Qur’an dan hadits) cenderung tekstual dan parsial, sehingga
dalam menetapkan suatu hukum terkesan dangkal dan sektarian. Hal ini
dipengaruhi oleh kondisi milli para penganut aliran khawarij yang mayoritas
berasal dari suku Baduwi yang rata-rata dalam kondisi kehidupan keras dan
statis. Keimanan yang kuat tanpa disertai wawasan keilmuan yang luas
menimbulkan fanatisme dan radikal, sehingga mudah memvonis bersalah terhadap
setiap orang yang tidak sepaham dan sejalan dengan alirannya. Diantara pendapat
aliran khawarij :
1.
Semua
permasalahan harus diselesaikan dengan merujuk kepada hukum Allah berdasarkan
Q.S.5 : 44 : Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan
Allah, maka mereka itu adalah orang-orang kafir. Dengan berpedoman pada
ayat tersebut, maka Ali, Muawiyah dan semua orang yang terlibat dan menyetujui
arbitrase (tahkim) dianggap telah kafir karena memutuskan masalah tidak merujuk
kepada al-Qur’an. Menurut pandangan aliran khawarij arbitrase tidak mempunyai
dasar dalam al-Qur’an.
Memang benar dan tepat bahwa ummat
islam dalam segala aktivitas hidup dan kehidupan termasuk memutuskan suatu
permasalahan harus berdasarkan pada al-Quran, akan tetapi di dalam aplikasinya
tidak dibenarkan menggunakan al-Quran secara parsial dan sektarian sehingga
mengaburkan pesan inti al-Quran, karena kandungan al-Quran itu ada yang mantuq
(tekstual) dan ada yang mafhum (kontekstual), sehingga tidak begitu saja mudah
memvonis bahwa sesuatu itu tidak ada dalam al-Quran sebagaimana faham khawarij
di atas.
1.
Iman
tidak cukup hanya dengan pengakuan “Tidak ada tuhan selain Allah dan
Muhammad utusan Allah” melainkan harus disertai amal saleh. Dengan kata
lain iman tidak hanya sekedar tashdik (pembenaran dan pengakuan) akan
tetapi juga amal perbuatan.
2.
Kafir
adalah pengingkaran terhadap Allah dan Rasul Allah serta melakukan dosa besar.
3.
Seorang
muslim yang melakukan dosa besar (al-kabair) adalah keluar dari islam (murtad)
dan tidak lagi di bawah perlindungan hukum islam.
Pemikiran di atas akibat dari cara
memahami makna al-Qur’an dengan pemahaman yang formalistik, tekstual dan
skripturalistik.
- Al-Qur’an
adalah makhluk.
- Manusia
memiliki kebebasan berbuat dan berkehendak.
- Khalifah
harus dipilih secara bebas oleh seluruh umat Islam, yang berhak menjadi
khalifah tidak terbatas dari suku Quraisy atau bangsa Arab, melainkan
semua orang Islam berhak menjadi khalifah dengan sarat memiliki kapasitas
dan kapebilitas untuk menduduki jabatan tersebut.
- Khalifah
wajib ditaati apabila berlaku adil dan menjalankan syariat Islam. Apabila
khalifah (imam) melakukan maksiat (dosa) atau hilang keadilannya (adam
al-adalah) harus diberhentikan dan dibunuh.
- Orang
Islam diluar aliran khawarij (non khawarij) dianggap sebagai politheis
(musyrik) atau kafir dan boleh untuk diperangi dan dibunuh. Akan tetapi
ahli kitab yang meminta perlindungan dari khawarij diperlakukan
dengan baik hati.
Setiap muslim (khawarij) harus
diperlakukan sama, tidak memandang suku atau ras, tidak ada nasab (kehormatan
keturunan) dalam islam. Bahkan seorang budak hitam legam bisa menjadi orang
yang paling mulia dalam komunitas khawarij[10].
Demikian diantara corak hasil
pemikiran aliran khawarij yang paling mendasar. Mereka berhasil menarik
orang-orang non Arab (bangsa Ajam) masuk ke kelompoknya, walaupun penganut asal
khawarij adalah suku Baduwi dan suku-suku Arab bagian selatan yang menentang
hegemoni orang-orang Arab bagian Utara. Hal ini disebabkan aliran khawarij
memiliki paham demokratis dalam urusan politik. Mereka berpendapat bahwa urusan
kepemimpinan yang merupakan urusan umat dan setiap individu memiliki hak yang
sama atasnya.
Kepemimpinan bukan urusan dan hak
suku tertentu serta dimonopoli secara turun temurun yang penting memiliki
kekuatan, berilmu, berlaku adil, punya keutamaan dan wara. Akan tetapi mereka
bersikap radikal dan tidak mengenal kompromi kepada pemimpin atau masyarakat
yang melanggar syariat Islam.
Bashrah menjadi pusat intelektual
kaum khawarij yang juga mempunyai pengikut di Arab bagian Selatan dan
Mesopotamia Hulu. Tentara Arab (khawarij) membawa doktrin khawarij ke Afrika
Utara dan doktrin tersebut segera menjadi bentuk Islam di kalangan suku Barbar[11]
D. Sekte-sekte Khawarij
Khawarij terkenal karena
ketidaksudian dan keengganan berkompromi dengan pihak manapun yang dianggap
bertentangan dan berseberangan dengan pendapat dan pemikirannya, sehingga
muncullah beberapa kelompok sektarian (sempalan) dari aliran khawarij ini yang
masing-masing sekte tersebut cenderung memilih imamnya sendiri dan menganggap
sebagai satu-satunya komunitas muslim yang paling benar.
Ajaran-ajaran Islam yang terdapat
dalam al-Qur’an dan Hadits diartikan menurut lafadz dan harus diartikan
sepenuhnya. Iman dan paham mereka merupakan iman dan paham orang yang sederhana
dalam pemikiran lagi sempit akal serta fanatik yang membuat mereka tidak bisa
mentolerir penyimpangan terhadap ajaran Islam walaupun hanya penyimpangan dalam
bentuk kecil.
Hal inilah yang menyebabkan kaum
khawarij mudah terpecah belah menjadi sekte-sekte kecil dan terus menerus
mengadakan perlawanan terhadap penguasa-penguasa Islam dan umat Islam yang ada
pada masanya.
Mengenai jumlah sekte khawarij,
ulama berbeda pendapat, Abu Musa Al-Asy’ary mengatakan lebih dari 20 sekte,
Al-Baghdady berpendapat ada 20 sekte, Al-Syahristani menyebutkan 18 sekte,
Musthafa al-Syak’ah berpendapat ada 8 sekte utama, yaitu al-Muhakkimah,
al-Azariqah, al-Najdat, al-Baihasiyah, al-Ajaridah, al-Saalibah, al-Ibadiah dan
al-Sufriyah. Muhammad Abu Zahrah menerangkan 4 sekte yaitu al-Najdat,
al-Sufriyah, al-Ajaridah dan al-Ibadiah. [12]
Sedangkan Harun Nasution ada 6
sekte penting yaitu:
- Al-Muhakkimah
Al-Muhakkimah dipandang sebagai
golongan khawarij asli (pelopor aliran khawarij) karena terdiri dari pengikut
Ali bin Abi Thalib yang kemudian membangkang dan keluar dari barisan Ali bin
Abi Thalib. Nama al-Muhakkimah berasal dari semboyan dari doktrin mereka la
hukma illa li allah yang merujuk pada Q.S. 6 : 57 : In al-hukmu illa li
allah (menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah). Mereka menolak arbitrase
karena dianggap bertentangan dengan perintah Allah dalam Q.S. 49 : 9 yang
menyuruh memerangi kelompok pembangkang (bughat) sampai mereka kembali ke jalan
Allah.
Pemimpin sekte ini bernama Abdullah
bin Wahab al-Risbi yang dinobatkan setelah keluar dari barisan Ali bin Abi
Thalib. Dalam paham sekte ini Ali, Muawiyah dan semua orang yang terlibat dan
menyetujui arbitrase dituduh telah menjadi kafir karena telah menyimpang dari
ajaran Islam berdasarkan Q.S.5 : 44.
Sekte ini juga berpendapat bahwa
orang yang berbuat dosa besar seperti membunuh tanpa alasan yang benar dan
berzina adalah kafir. Hal ini didasarkan dengan ayat Al-qur’an Surat
An-nisa’:31,
- Al-
Azariqah
Sekte al-Azariqah lahir sekitar
tahun 60 H. (akhir abad 7 M.) di daerah perbatasan antara Irak dan Iran. Nama
al-Azariqah dinisbahkan kepada pemimpin sekte ini yang bernama Nafi bin Azraq
al-Hanafi al-Hanzali, anak bekas budak Yunani. Sebagai khalifah Nafi diberi
gelar amir al-mukminin. Menurut al-Baghdadi pendukung sekte ini berjumlah
lebih dari 20 ribu orang.
Paham dari pemikiran
sekte ini lebih ekstrem (radikal), diantaranya:[13]
1.
Orang
Islam yang tidak bersedia memihak atau bekerja sama dengan mereka dianggap
murtad.
2.
Orang yang menolak ajaran al-Azariqah adalah musyrik.
3.
Pengikut al-Azariqah yang tidak berhijarah (eksodus) ke daerah wilayah
kekuasaan mereka dianggap musyrik juga.
4.
Semua orang Islam yang musyrik
boleh ditawan atau dibunuh termasuk anak dan istri mereka.
5.
Adanya praktek isti’rad artinya menilai dan menyelidiki atas
keyakinan para penentang mereka. Orang-orang yang tidak lolos dari penyelidikan
ini dijatuhi hukuman mati, termasuk wanita dan anak-anak, karena anak-anak
orang musyrik akan dikutuk bersama orang tuanya.
Berdasarkan prinsip dan pemikiran
tersebut, pengikut al-Azariqah banyak melakukan pembunuhan terhadap sesama umat
Islam yang berada di luar wilayah daerah kekuasaan mereka. Mereka menganggap
daerah mereka sebagai dar al-islam, diluar daerah itu dianggap dar
al-kufr (daerah yang dikuasai/diperintah orang kafir).
Pada tahun 684 M. Sekte al-Azariqah
ini membiarkan kaum khawarij lainnya di Bashrah menjalani perang yang mencekam
di Irak selatan dan Iran, akhirnya semuanya menemui kematian syahid menurut
mereka sebagaimana harapan mereka.
- Al-Najdat
Penamaan sekte ini dinisbatkan
kepada pemimpinnya yang bernama Najdah bin Amir al-Hanafi, penguasa daerah
Yamamah dan Bahrain. Lahirnya sekte ini sebagai reaksi terhadap pendapat Nafi
(pemimpin al-Azariqah) yang dianggap terlalu ekstrim. Pendapat Nafi yang
ditolak adalah tentang :
- Kemusyrikan
pengikut al-Azariqah yang tidak mau hijrah ke wilayah al-Azariqah.
- Kebolehan
membunuh anak-anak atau istri orang yang dianggap musyrik.
Pengikut al-Najdat memandang Nafi
dan orang-orang yang mengakuinya sebagai khalifah telah menjadi kafir. Paham
theologi al-Najdat yang terpenting adalah :[14]
- Orang
Islam yang tidak sepaham dengan alirannya dianggap kafir dan akan masuk
neraka yang kekal di dalamnya.
- Pengikut
al-Najdat tidak akan kekal dalam neraka walaupun melakukan dosa besar.
- Dosa
kecil dapat meningkat posisinya menjadi dosa besar apabila dikerjakan
terus menerus.
- Adanya
faham taqiyah yaitu orang Islam dapat menyembunyikan identitas
keimanannya demi keselamatan dirinya. Dalam hal ini diperbolehkan
mengucapkan kata-kata atau melakukan tindakan yang bertentangan dengan
keyakinannya.
Dalam perkembangan selanjutnya sekte
ini mengalami perpecahan. Dari tokoh penting sekte ini seperti Abu Fudaik
dan Rasyid al-Tawil membentuk kelompok oposisi terhadap al-Najdat yang berakhir
dengan terbunuhnya al-najdat pada tahun 69 H. (688 M.).
4.Al-Ajaridah
Pemimpin sekte ini adalah Abdul Karim bin Ajarrad. Pemikiran
sekte ini lebih moderat dari pada pemikiran al-Azariqah. Sekte ini berpendapat
:[15]
1.
Tidak
ada kewajiban hijrah ke wilayah daerah al-Ajaridah.
2.
Tidak
boleh merampas harta dalam peperangan kecuali harta orang yang mati terbunuh.
3.
Anak-anak
kecil tidak dapat dikatagorikan orang musyrik.
4.
Surat
Yusuf bukan bagian dari al-Qur’an, karena al-Qur’an sebagai kitab suci tidak
layak memuat cerita percintaan seperti yang terkandung dalam surat yusuf.
5.
Al-Sufriyah
Sekte ini membawa paham yang mirip
dengan paham al-Azariqah akan tetapi lebih lunak. Nama al-Sufriyah berasal dari
nama pemimpin mereka yang bernama Zaid bin Asfar. Pendapat dari sekte
al-Sufriyah yang terpenting adalah :[16]
- Umat
Islam non khawarij adalah musyrik, tetapi boleh tinggal bersama mereka dalam
perjanjian damai (genjatan senjata) asalkan tidak mengganggu dan
menyerang.
- Kufur
atau kafir mengandung dua arti yaitu kufr al-nikmat (mengingkari nikmat
Tuhan) dan kufr bi Allah (mengingkari Allah). Kufr al-nikmat tidak berarti
keluar dari Islam.
- Taqiyah
hanya dibenarkan dalam bentuk perkataan, tidak dibenarkan dalam bentuk
tindakan (perbuatan).
- Perempuan
Islam diperbolehkan menikah dengan laki-laki kafir apabila terancam
keamanan dirinya.
6.Al-Ibadiyah
Sekte ini dilahirkan oleh Abdullah
bin Ibad al-Murri al-Tamimi tahun 686 M. Doktrin sekte ini yang terpenting
adalah :[17]
- Orang
Islam yang berbuat dosa besar tidak dapat dikatakan mukmin, akan tetapi
muwahhid.
- Dar
al-kufr adalah markas pemerintahan yang harus diperangi, sedangkan diluar
itu disebut dar al-tauhid dan tidak boleh diperangi.
- Yang
boleh menjadi harta pampasan perang adalah kuda dan peralatan perang.
- Umat
Islam non khawarij adalah orang yang tidak beragama tetapi bukan orang
musyrik
Sekte al-Ibadiyah sebagai golongan
yang paling moderat dalam aliran khawarij dan merupakan sekte khawarij yang
bertahan hingga zaman modern. Mereka menghasilkan sejumlah mutakallimin
(theolog) paling awal dalam Islam dan bersedia hidup berdampingan secara damai
dengan umat Islam lainnya yang tidak menganiaya mereka. Mayoritas umat Islam
dan keluarga penguasa dalam kesultanan Oman adalah Ibadiyah. Sekte ini juga
terdapat di Mzab dan Wargla (Aljazair), pulau Jerba lepas pantai timur Tunisia,
Nafusa dan Zuwaghah (Libia), Zanzibar dan beberapa perkampungan di Afrika Timur.
Kini jumlahnya tidak lebih dari sejuta orang.
Adapun golongan Khawarij ekstrim dan
radikal, sungguhpun mereka sebagai golongan telah hilang dalam sejarah,
ajaran-ajaran mereka masih mempunyai pengaruh walaupun tidak banyak dalam
masyarakat Islam sekarang.
BAB III
KESIMPULAN
Dari uraian di atas dapat diambil suatu intisari bahwa
aliran khawarij muncul karena persoalan politik antara Ali bin Abi Thalib dan
Muawiyah bin Abi Sufyan, dikatakan khawarij karena keluar dari barisan Ali bin
Abi Thalib sebagai protes terhadap Ali yang menyetujui perdamaian dengan
Muawiyah bin Abi Sufyan. Dalam perkembangan selanjutnya khawarij lebih banyak
bercorak theologis, sehingga merupakan aliran kalam pertama dalam Islam yang
lahir pada abad 1 H.
Corak pemikiran aliran khawarij dalam memahami nash
al-Qur’an dan Hadis cenderung tekstual dan parsial, sehingga melahirkan
pemahaman yang kaku dan sektarian serta bersikap tendensius mudah memvonis
salah, menghukumi kafir/musyrik kepada yang tidak sependapat dengan alirannya.
Pengikut aliran khawarij didominasi oleh suku
Badwi dan suku-suku lain dari Arab Selatan yang menolak hegemoni Arab Utara,
kondisi ini menyebabkan tidak memiliki daya pijakan yang kuat (oportunis),
fanatisme yang berlebihan, wawasan keilmuan yang tidak memadai dan cenderung
statis, sehingga memudahkan terpecah dan membentuk kelompok sektarian.
Mengenai jumlah sekete dari aliran khawarij terdapat
perberbedaan pendapat diantara para theolog, yang terkenal ada 6 sekte yaitu
al-muhakkimah, al-ajariqah, al-najdat, al-ajaridah, al-sufriyah dan
al-ibadiyah.
Umat Islam akan mudah terpecah dan membentuk kelompok
sektarian manakala tidak memiliki landasan aqidah yang kokoh dan wawasan
keilmuan yang mumpuni.
DAFTAR PUSTAKA
A.
Syalabi, Sejarah Kebudayaan Islam 2, Jakarta : Pustaka al-Husna, 1988.
Harun
Nasution, Teologi Islam : Aliran-aliran, Sejarah, Analisa Perbandingan,
Jakarta : UI Press, 1986.
J.
Suyuthi Pulungan, Fiqh Siyasah : Ajaran, Sejarah, Analisa dan Pemikiran,
Raja Grafindo Persada, 1995
Al-Syahristani,
Al-Milal wa al-Nihal, Cairo : t.p., 1968.
Muhammad,
abduh. Risalah tauhid, Alih bahasa. KH. Firdaus AN. Jakarta:
Bulan-Bintaang.1996
[1]
Al-Syahristani, Al-Milal wa al-Nihal, Jilid 1 ( t.p.,
1968) hal.123
[2]
Ibid
[3] J. Suyuthi Pulungan, Fiqh Siyasah : Ajaran, Sejarah,
Analisa dan Pemikiran, (Raja Grafindo Persada, 1995) h.196
[4]
Al-Syahristani, op.cit h.125
[5]
A. Syalabi, Sejarah Kebudayaan Islam 2, (Pustaka
al-Husna, 1988) h.309
[6]
Al-Syahristani, op.cit h.125
[7]
Drs Bashori, Ilmu Kalam, hal 56
[8]
Drs.Burhandaya, Sejarah Perkembangan pemikiran ketuhanan dalam islam, PN tiga
A, Yogjakarta 1976 hal 37
[9]
Drs Bashori, Ilmu Kalam, hal 56
[10]
Al-Syahristani, op.cit h.130
[11] J. Suyuthi Pulungan, Fiqh Siyasah : Ajaran, Sejarah,
Analisa dan Pemikiran, (Raja Grafindo Persada, 1995) h.196
[12] Harun Nasution, Teologi Islam : Aliran-aliran, Sejarah,
Analisa Perbandingan, (UI Press, 1986) h.20
[13]
Opcit hal 25
[14]
Opcit hal 28
[15]ibid
hal 30
[16]
Ibid hal 32
[17]
Ibid hal 34
0 komentar:
Posting Komentar