BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Untuk mengantisipasi dan mengikuti
perkembangan dunia, maka Bimbingan dan Konseling di sekolah merupakan suatu hal
yang tidak dapat ditawar keberadaannya. Pesatnya kemajuan jaman menuntut
manusianya untuk siap mengisi jaman tersebut. Manusia sebagai individu yang
berperan mengisi aktivitas jaman akan selalu terbentur dengan masalah-masalah
yang dihadapinya dalam kehidupan.
Siswa sebagai anak didik yang juga merupakan
bahagian dari individu yang dikatakan berperan mengisi zaman tentu tidak akan
terlepas dari kondisi ini. Pada siswa yang dipersiapkan untuk menjadi generasi
penerus diharapkan dapat dan memperoleh perkembangan individu yang optimal.
Perkembangan disini tentunya melalui sekolah. Berbicara mengenai sekolah maka
perangkat membentuk individu melalui pendidikan merupakan suatu sistem.
Disamping memperoleh ilmu pengetahuan siswa juga diharapkan dapat berkembang
lebih jauh sesuai dengan kapasitas individu yang dimilikinya. Disinilah peran
guru Bimbingan Konseling, dengan mendampingi si anak untuk memperoleh dan
meraih harapan dan cita-citanya, diharapkan anak dapat tergali dan berkembang
lebih baik kemampuan yang ada pada dirinya.
B. Rumusan Masalah
1. Seperti
apakah pendekatakan bimbingan konseling di sekolah itu?
2. Bagaimanakah
tehnik-tehnik yang digunakan dalam bk?
3. Program
apa sajakah yang ada dalam bimbingan konseling di sekolah?
C. Tujuan Pembahasan
1. Ingin
mengetahui pendekatan bimbingan konseling di sekolah.
2. Ingin
mengetahui tehnik-tehnik bimbingan konseling
3. Ingin
mengetahui program dalam bimbingan konseling di sekolah
BAB II
PEMBAHASAN MASALAH
A.
PENDEKATAN
PADA BIMBINGAN KONSELING
Kata Pendekatan terdiri dari kata dasar dekat dan mendapat
imbuhan Pe-an yang berarti hal, usaha atau perbuatan mendekati atau mendekatkan.[1]
Jadi Pendekatan Bimbingan dan Konseling adalah suatu usaha yang dilakukan oleh
seorang konselor untuk mendekati kliennya sehingga klien mau menceritakan
masalahnya. Ada 2 pendapat mengenai pendekatan Bimbingan Konseling di sekolah
yaitu Dalam melaksanakan kegiatan BK ada beberapa pendekatan, antara lain :
1. Pendekatan Non-Direktif
Secara perlahan-lahan konselor juga mendorong klien untuk
mencurahkan perasaan positifnya serta mengadakan penilaian terhadap pola
berpikirnya dari pola pikir orang lain, serta menilai perbuatannya dari
perbuatan orang lain. Itu sebagai suatu gambaran situasi hubungan yang bersifat
Non-Direktif.[2]
Tujuan Pendekatan Non-Direktif
a.
Membebaskan klien dari berbagai
konflik psikologis yang dihadapinya.
b. Menumbuhkan kepercayaan pada diri
klien, bahwa ia memiliki kemampuan untuk mengambil keputusan terbaik bagi
dirinya tanpa merugikan orang lain.
c. Memberikan kesempatan kepada klien
untuk mempercayai orang lain dan siap menerima pengalaman orang lain yang
bermanfaat baginya.
d. Memberikan kesadaran kepada klien
bahwa dirinya merupakan bagian dari suatu lingkungan social budaya yang luas
tetapi ia masih tetap memiliki kekhasan dan keunikan tersendiri.
e. Menumbuhkan keyakinan pada klien
bahwa dirinya terus tumbuh dan berkembang (process of becoming).[3]
Kebaikan-kebaikan Pendekatan Non-Direktif.
Penggunaan pendekatan ini akan
banyak membantu apabila :
a. Klien mengalami kesukaran emosional
dan tidak dapat menganalisis secara raional dan logis.
b. Konselor memiliki kemampuan yang
cukup tinggi untuk menangkap penghayatan emosi dalam mengungkapkan masalah dari
klien dan memantulkan kembali kepada klien dalam bahasa dan tindakan yang
sesuai.
c.
Pendekatan ini sangat baik digunakan
jika klien memiliki kemampuan untuk merefleksikan diri dan mengungkapkan
perasaan-perasaan serta pikiran-pikirannya secara verbal.
d. Pendekatan ini cocok digunakan sebab
masalah yang dihadapi klien tetap menjadi tanggung jawab klien sendiri,
walaupun konselor memberikan bantuan-bantuan berupa pertanyaan penggali, ajakan
menekankan supaya klien memusatkan perhatian pada refleksi ini.
Kelemahan Pendekatan Non-Direktif
1. Cara pendekatan ini menyita banyak
waktu bila wawancara konseling tidak terarah.
2. Kemampuan dan keberanian klien untuk
mengungkapkan secara verbal seluruh permasalahannya sangat terbatas.
3. Kesukaran-kesukaran klien dalam
menerima dan memahami diri sendiri.
4. Pendekatan ini menuntut sifat dan
sikap kedewasaan dari klien.
5. Kesukaran-kesukaran konselor dalam
aspek klinis sering merupakan masalah, karena konselor belum terlatih dalam
masalah psikologis.[4]
2. Pendekatan Rasional-Emotif
Teori
Konseling Rasional Emotif dengan istilah lain dikenal dengan "rasional-emotif
therapy" yang dikembangkan oleh Dr. Albert Ellis, seorang ahli Clinikal
Psychology (Psikologi klinis).
Tujuan
dari RET Albert Ellis pada intinya ialah untuk mengatasi pikiran yang tidak
logis tentang diri sendiri dan lingkungannya. Konselor berusaha agar klien
makin menyadari pikiran dan kata-katanya sendiri, serta mengadakan pendekatan
yang tegas, melatih klien untuk bisa berpikir dan berbuat yang lebih realistis
dan rasional.
Penerapan
pendekatan ini sangat ideal apabila diterapkan di sekolah, terutama oleh guru,
konselor, atau guru pembimbing yang berwibawa. Guru pembimbing yang berwibawa
akan mampu membantu siswa yang mengalami gangguan mental untuk mengarahkan
secara langsungpada para siswa yang memiliki pola berpikir yang tidak rasional,
serta mempengaruhi cara berpikir mereka yang tidak rasional untuk meninggalkan
anggapan yang keliru itu menjadi rasional dan logis.
Guru
melalui mata pelajaran yang diajarkan kepada siswanya secara langsung bias
mengaitkan pola bimbingan yang terpadu untuk mempengaruhi para siswanyauntuk
segera meninggalkan tindakan, pikiran, dan perasaan yang tidak rasional.[5]
3. Pendekatan Analisis Transaksional
Prinsip-prinsip
yang dikembangkan melalui analisis transaksional diperkenalkan pertama kali
pada tahun 1956 oleh Eric Berne, dan kemudian disusul dengan pembahasan yang
mendalam di depan Regional Meeting of The American Group Psychotherapy
Association di Los Angeles, buolan November 1957, yang berjudul: "Transactional
Analysis: A New and EffectiveMethod Group Therapy".
Prinsip-prinsip
yang dikembangkan oleh Eric Berne dalam analisis transaksional adalah upaya
untuk merangsang rasa tanggung jawab pribadi atas tingkah lakunya sendiri,
pemikiran yang logis, rasional, tujuan-tujuan yang realistis, berkomunikasi
dengan terbuka, wajar dan pemahaman dalam berhubungan dengan orang lain.
Tujuan Analisis Transaksional :
1. Tujuan pertama, konselor membantu
klien yang mengalami kontaminasi (pencemaran) status ego yang berlebihan.
2. Konselor berusaha membantu
mengembangkan kapasitas diri klien dalam menggunakan semua status egonya yang
cocok.
3. Konselor berusaha membantu klien di dalam
mengembangkan seluruh status ego dewasanya. Pengembangan ini pada hakikatnya
adalah menetapkan pikiran dan penalaran individu.
4. Tujuan terakhir dari konseling
adalah membantu klien dalam membebaskan dirinya dari posisi hidup yang kurang
cocok serta menggantinya dengan rencana hidup yang baru yang lebih produktif.[6]
4. Pendekatan Klinikal
Konseling
Klinikal berkembang diawali dari konsep konseling jabatan (vocational
counseling), yang menitikberatkan pada kesesuaian pendidikan dengan jabatan(vocational).
Konseling jabatan pertama-tama dirintis dan diperkenalkan oleh Frank Parson
(1909) yang menekankan kepada tiga aspek penting, yaitu : (1) pemahaman yang
jelas tentang potensi-potensi yang dimiliki individu termasuk di dalamnya ialah
tentang bakat, minat, kecakapan, kekuatan-kekuatan maupun
kelemahan-kelemahannya. (2) pengetahuan tentang syarat, kondisi, kesempatan dan
tentang prospek dari berbagai jenis pekerjaan atau kerir, (3) penyesuaian yang
tepat antara kedua aspek tersebut.
Istilah
klinikal, apakah dalam arti diagnosis klinikal maupun konseling klinikal adalah
merupakan kerangka acuan kerja, yang mendasarkan pada konsep bahwa konselor
bukanlah semata-mata piñata dan pelaksana tes, tetapi dia juga bekerja
menghadapi individu sebagai pribadi seutuhnya. Jadi, ini berarti bahwa
konseling klinikal didasari pada pandangan tertentu tentang hakiukat manusia.[7]
Tujuan Konseling Klinikal
1. Klien yang perlu mendapat bantuan
adalah siswa yang menghadapi masalah yang tidak dapat memcahkan masalahnya
sendiri. Untuk dapat membantu siswa dalam memecahkan masalahnya, konselor harus
memahami dengan seksama seluk beluk dan liku-liku masalah yang dihadapi oleh
siswa sebagai suatu dasar bagi konselor dalam menentukan tehnik atau pendekatan
yang tepat. Jadi peranan langkah diagnosis di sini memegang peranan penting.
2. Karena pada dasarnya konseling
klinikal merupakan suatu proses personalisasi dan individualisasi, maka tujuan
dari konseling adalah untuk membantu siswa mempelajari, memahami, dan menghayati
dirinya sendiri serta lingkungannya, serta melancarkan terjadinya proses
pengembangan diri, pemahaman diri, perwujudan cita-cita dan penemuan identitas
diri.
Tujuan
lain dari pendekatan konseling klinikal adalah agar individu mampu belajar
melihat dirinya sendiri sebagaimana adanya dan mampu untuk mengembangkan
potensi-potensi yang ada pada dirinya secara optimal. Untuk mencapai tujuan
ini, pola hubungan yang penuh dengan keakraban, bersahabat, perhatian, dan ikut
merasakan apa yang dirasakan orang lain perlu ditanamkan dalam proses hubungan
konseling.[8]
Langkah-langkah Pendekatan Klinikal
1. Langkah Diagnosis I yaitu konselor
berusaha mengumpulkan dari berbagai sumber dan dari berbagai pihak yang diduga
ada relevansinya dengan masalah yang dihadapi siswa.
2. Langkah Sintesis ialah suatu langkah
untuk membuat suatu rangkuman data diatas, sehingga tampak jelas hal-hal unik
yang berhubungan dengan masalah siswa.
3. Langkah Diagnosis II yaitu kegiatan
untuk menyusun gambaran kondisi siswa. Dengan tersusunnya gambaran kondisi
sehingga tampak dengan jelas masalah apa yang sedang dialami siswa dan
faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya masalah tersebut.
4. Langkah Prognosis adalah suatu usaha
untuk memilih alternatif tindakan yang dapat membantu siswa dalam mengatasi
sendiri masalahnya.
5. Langkah Treatment atau penyembuhan
adalah pelaksanaan pemberian bantuan kepada siswa.
6. Langkah Follow Up (lanjutan) ialah
membantu siswa melaksanakan rerncana tindakan langkah awal sampai terakhir
sedangkan klien itu sendiri kelihatan aktif pada waktu terjadi hubungan
wawancara konseling saja.[9]
Menurut
pandangan Gerald Corey (2005), menguraikan berbagai pendekatan dalam bimbingan
dan konseling sebagai berikut.
1. Pendekatan Psikoanalitik
Manusia
pada dasarnya ditentukan oleh energi psikis fdan pengalaman-pengalaman dini.
motif dan konflik tak sadar adalah sentral dalam tingkah laku sekarang. adapun
perkembangan dini penting karena masalah-masalah kepribadian berakar pada
konflik-konflik masa kanak-kanak yang direpresi.
2. Pendekatan Eksistensial-Humanistik
Berfokus
pada sifat dari kondisi manusia yang mencakup kesanggupan untuk menyadari diri,
kebebasan untuk menentukan nasib sendiri, kebebasan dan tanggug jawab,
kecemasan sebagai suatu unsur dasar, pencrian makna yang unik didalam dddunia
yang tak bermakna, ketika sendirian dan ketika berada dalam hubungan dengan
orang lain, keterhinggaan dan kematian, dan kecenderungan untuk mengaktualkan
diri.
3. Pendekatan Clien-Centered
Pendekatan
ini memandang manusia secara positif bahwa manusia memiliki suatu kecenderungan
ke arah berfungsi penuh.dalam konteks hubungan konseling, mengalami perasaan
yang sebelumnya diingkari. klien mengaktualkan potensi danbergerak kearah
peningkatan kesadaran, spontanitas, kepercayaan kepada diri, dan keterarahan.
4. Pendekatan Gestalt
Manusia
terdorong kearah keseluruhan dan integrasi pemikiran perasaan serta tingkah
laku. pandangannya anati deterministik dalam arti individu dipandang memiliki
kesanggupanuntuk menyadaribagaimana pengaruh masa lampau berkaitan dengan
kesulitan sekarang.
5. Pendekatan Analisis Transaksional
Manusia
dipandang memiliki kemampuan memilih. apa yang sebelumnya ditetapkan, bisa
ditetapkan ulang. meskipun manusia bisa menjadi korban dari putusan-putusan
bingung dan sekenario kehidupan, aspek-aspek yang mengalihkan diri bisa diubah
dengan kesadaran.
6. Pendekatan Tingkah Laku
Manusia
dibentuk dan dikondisikan oleh pengondisian sosial budaya. pandangannya
deterministik, dalam arti, tingkah laku dipandang sebagai hasil belajar dan
pengondisian.
7. Pendekatan Rasional Emotif
Manusia
dilahirkan dengan potensi untuk berpikir rasional, tetapi juga dengan
kecenderungan-kecenderungan kearah berpikir curang. mereka cenderung untuk
menjadi korban dari keyakinan-keyakinan yang rasional dan untuk
mereindoktrinasi dengan keyakinan-keyakinan yang irasional itu, tetapi
berorientasi kognitif-tingkah laku-tindakan, dan menekankan berpikir, menilai,
menganilisis, melakukan, dan memutuskan ulang. modelnya adalah didaktif
direktif, tetapi dilihat sebagai proses reduksi.
8. Pendekatan Realitas
Pendekatan
realitas berlandaskan motivasi pertumbuhan dan anti deterministik.
B.
Tehnik Bimbingan dan Konseling
Tehnik adalah suatu cara
(kepandaian, pengetahuan dll) untuk membuat atau melakukan sesuatu.[10]
Jadi Tehnik Bimbingan dan Konseling adalah Suatu cara yang harus digunakan oleh
seorang konselor dalam melaksanakan kegiatan Bimbingan dan Konseling.
Pada dasarnya
tehnik-tehnik pengenalan dan pemahaman individu dapat digolongkan menjadi 2,
yaitu :
1. Tehnik Non Testing
1. Tehnik Non Testing
Tehnik Non
Testing adalah tehnik-tehnik pengumpulan data dengan menggunakan alat yang
bukan test. Tehnik ini digunakan untuk mengumpulkan data yang tidak dapat
dikumpulkan dengan tehnik testing. Penggunaan tehnik ini perlu diutamakan
karena alat-alat tersebut dapat diusahakan sendiri oleh konselor atau petugas
bimbingan di sekolah.
Tehnik non
testing ada bermacam-macam jenisnya, antara lain :
a) Tehnik wawancara, adalah suatu
proses pembicaraan dalam suatu situasi komunikasi langsung (face to face
relationship) antara pewawancara dan yang diwawancarai dalam hal mana kedua
belah pihak saling memberikan dan atau menerima informasi tentang
persoalan-persoalan yang dibicarakan. Sedangkan dalam bidang bimbingan dan
konseling , wawancara dapat mempunyai berbagai tujuan, seperti (a) pengumpulan
data, (b) menciptakan hubungan baik, (c) memberi pertolongan.[12]
b) Tehnik Observasi, adalah tehnik
pengumpulan data yang dilakukan secara sistematis dan sengaja dengan
menggunakan alat indera (terutama mata) dan pencatatan terhadap gejala perilaku
yang diselidiki. Alat indera merupakan alat utama dalam observasi, oleh karena
itu agar observasi dapat berhasil maka dituntut kemampuan menggunakan alat
indera dengan sebaik-baiknya. Kesengajaan itu bersangkutan dengan tanggung
jawab ilmiah bagi yang melakukan observasi, sedangkan sistematis merupakan
cirri kerja ilmiah. Gejala-gejala perilaku individu perlu diselidiki bilamana
kita ingin memahami kondisi kepribadian seseorang individu. Oleh karena itu
tehnik observasi sangat tepat untuk memahami perilaku individu.[13]
c) Tehnik Kuesioner adalah suatu daftar
yang berisi pertanyaan-pertanyaan yang harus dijawab atau dikerjakan oleh orang
yang ingin diselidiki atau responden. Dengan mempergunakan kuesioner akan dapat
diperoleh fakta-fakta atau opin-opini. Pertanyaan-pertanyaan dalam kuesioner
sangat tergantung pada maksud dan tujuan yang ingin dicapai. Hal ini akan
mempunyai pengaruh terhadap bentuk dari pertanyaan yang ada dalam kuesioner
itu. Kuesioner berfungsi sebagai tehnik pengumpul data dan juga sebagai alat
pengumpul data.[14]
d) Tehnik Dokumentasi, yaitu tehnik yang dipergunakan untuk
mengumpulkan data dengan usaha mempelajari dan membuktikan laporan tertulis
dari suatu peristiwa yang isinya terdiri atas penjelasan dan pemikiran yang
bertalian dengan keperluan yang dibutuhkan. Dokumen tersebut dapat diambil dari
buku pribadi, buku rapor dandaftar presensi.[15]
e) Pemeriksaan fisik dan kesehatan,
yang dapat dilakukan secara periodic, misalnya satu bulan atau satu semester
sekali.dapat juga dalikukan secara insidentil (sewaktu-waktu) sesuai kebutuhan
atau masalah yang dihadapi. Data tentang pertumbuhan jasmani atau kesehatan
dapat dipergunakan sebagai pedoman guru atau konselor di dalam membantu murid.[16]
f) Tehnik Biografi, yaitu tehnik
pengumpulan data dengan menggunakan bahan-bahan yang berwujud tulisan mengenai
kehidupan subjek yang diselidiki , baik yang ditulis sendiri maupun oleh orang
lain. Bahan-bahan biografis yang banyak dipergunakan dalam pengumpulan data
adalah : biografi, autobiografi, buku harian, kenangan masa muda dan case
history.[17]
g) Tehnik home visit (kunjungan rumah), adalah suatu tehnik
bimbingan dimana konselor atau guru mengadakan kunjungan ke rumah orang tua
murid dengan tujuan untuk lebih mengenal dan memahami lingkungan hidup murid
dalam keluarga dan keterangan-keterangan lain tentang murid.[18]
h) Tehnik Sosiometri dikemukakan oleh
Moreno yang bertujuan untuk meneliti saling hubungan antara anggota kelompok di
dalam suatu kelompok. Dengan kata lain sosiometri banyak digunakan untuk
mengumpulkan data tentang dinamika kelompok. Dengan sosiometri maka akan dapat
diketahui kesukaran seseorang dalam kelompoknya, baik dalam pekerjaan, belajar
di sekolah maupun teman-teman bermain, menyelidiki ketidaksukaan terhadap teman
kelompoknya.[19]
i)
Tehnik
Case Study adalah suatu tehnik untuk mempelajari keadaan dan perkembangan
seseorang secara mendalam, dengan tujuan membantu untuk mencapai penyesuaian
diri yang lebih baik. Studi kasus bersifat integrative artinya dalam
mengumpulkan data menggunakan berbagai macam pendekatan misalnya wawancara,
observasi dan lain-lain. Studi kasus juga bersifat komprehensif artinya data
yang dikumpulkan meliputi berbagai aspek kepribadian misalnya data tentang latar
belakang sosial, latar belakang keluarga dan lain-lain.[20]
j)
Tehnik
Case Conference adalah pertemuan yang direncanakan untuk membahas keadaan dan
masalah seseorang atau beberapa orang. Tujuannya adalah untuk lebih mengenal
dan memahami anak yang mengalami kasus agar dapat diberikan pertolongan secara
tepat. Yang ikut menghadiri dalam case conference adalah konselor, wali kelas,
kepala sekolah, guru dan ahli lain yang dianggap perlu, kadang-kadang orang tua
diundang jika dalam pembahasan kasus menuntut kerja sama dari orang tua.[21]
2.
Tehnik Testing.
Tehnik tes
tediri dari bermacam-macam tes, diantaranya :
1. tes kemampuan
2. tes prestasi
3. tes bakat
4. tes minat
5. tes kepribadian.
Penggunaan tes bagi konselor berfungsi untuk :
1. Mengetahui kemampuan, minat, bakat,
kepribadian individu/siswa sehingga dapat dipahami kekuatan dan kelemahannya
yang nantinya menjadi bahan dalam pemberian bantuan.
2. Membantu memperkirakan
kemungkinan-kemungkinan untuk menuju sukses sesuai dengan bakat, minat dan
kemampuan siswa.
3. Membantu siswa dalam mengambil
keputusan dasar yang berkenaan dengan perencanaan pendidikan dan pekerjaan.
Kesulitan-kesulitan siswa yang berkenaan dengan hal-hal tersebut dapat
dipertimbangkan dengan hasil tes yang ada.
4. Menggunakan tes untuk diagnosis
masalah siswa, maksudnya masalah-masalah siswa dikenali dan direncanakan untuk
dapat ditetapkan dalam usaha perbaikannya.
C. Program
Bimbingan dan Konseling
Program pelayanan Bimbingan dan Konseling di sekolah
disusun berdasarkan kebutuhan peserta didik (need assessment) yang diperoleh
melalui aplikasi instrumentasi, dengan substansi program pelayanan mencakup:
Empat bidang jenis layanan dan kegiatan pendukung format
kegiatan, sasaran pelayanan volume/beban tugas konselor. Program pelayanan
Bimbingan dan Konseling pada masing-masing satuan sekolah/madrasah dikelola
dengan memperhatikan keseimbangan dan kesinambungan program antar kelas dan
antar jenjang kelas, dan mensinkronisasikan program pelayanan Bimbingan dan
Konseling dengan kegiatan pembelajaran mata pelajaran dan kegiatan
ekstrakurikuler, serta mengefektifkan dan mengefisienkan penggunaan fasilitas
sekolah/madrasah.
Dilihat dari
jenisnya, program Bimbingan dan Konseling terdiri 5 (lima) jenis program, yaitu
: [23]
1. Program
Tahunan, yaitu program pelayanan Bimbingan dan Konseling meliputi seluruh
kegiatan selama satu tahun masing-masing kelas di sekolah/madrasah.
2. Program
Semesteran, yaitu program pelayanan Bimbingan dan Konseling meliputi seluruh
kegiatan selama satu semester yang merupakan jabaran program tahunan.
3. Program
Bulanan, yaitu program pelayanan Bimbingan dan Konseling meliputi seluruh
kegiatan selama satu bulan yang merupakan jabaran program semesteran.
4. Program
Mingguan, yaitu program pelayanan Bimbingan dan Konseling meliputi seluruh
kegiatan selama satu minggu yang merupakan jabaran program bulanan.
5. Program
Harian, yaitu program pelayanan Bimbingan dan Konseling yang dilaksanakan pada
hari-hari tertentu dalam satu minggu. Program harian merupakan jabaran dari
program mingguan dalam bentuk satuan layanan (SATLAN) dan atau satuan kegiatan
pendukung (SATKUNG). DAFTAR PUSTAKA
Penyusunan Program[24]
- Program
pelayanan konseling disusun berdasarkan kebutuhan peserta didik (need
assessment) yang diperoleh melalui aplikasi instrumentasi.
- Substansi program pelayanan konseling meliputi keempat bidang, jenis layanan dan kegiatan pendukung, format kegiatan, sasaran pelayanan, dan volume/beban tugas konselor.
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Dari pembahasan di atas telah banyak dijelaskan
mengenai pendekatan, tehnik-tehnik serta program bimbingan dan konseling di
sekolah. Disini dapat kita ketahui bahwasanya ketiga poin tersebut saling
berkaitan dimana setiap program yang ada di bimbingan konseling dilakukan/
dilaksanakan bersadarkan tehnik-tehnik tertentu. Serta dalam melakukan program
tersebut diperlukan pendekatan-pendekatan tersendiri kepada setiap murid.
Pada pendekatan bimbingan konseling sudah dijelaskan
diatas namun biasanya pendekatan yang dilakukan oleh konselor antara
masing-masing sekolah berbeda-beda, hal ini tergantung bagaimana si konselor
tersebut bisa mudah untuk mendekati murid-muridnya yang memerlukan maupun yang
tidak memerlukan bantuan.
[1] Kamus Besar Bahasa Indonesia, hal 237
[2]
Drs.Dewa Ketut Sukardi, pengantar pelaksanaan program BK di sekolah , hal 66-68
[3]
Ibid hal 90
[4]
Ibid hal 95-98
[5]
Ibid hal 111
[6]
Ibid hal 133
[7]
Ibid hal 142
[8]
Ibid hal 147
[9]
Ibid hal 169-180
[10]
Kamus umum bahasa Indonesia hal 1035
[11]
Drs.Mungin Adi Wibowo, Materi pokok Bimbingan dan konseling jilid 1 hal 17
[12]
Ibid hal 19
[13]
Ibid hal 30
[14]
Ibid hal 47
[15]
Ibid hal 56-57
[16]
Ibid hal 59
[17]
Ibid hal 63-64
[18]
Ibid hal 67
[19]
Ibid hal 68
[20]
Ibid hal 79
[21]
Ibid hal 85
[22]
Prof.H.M.Arifin,M.Ed, Materi pokok bimbingan dan konseling, hal 94
[23]
Pola Dasar Rencana dan Pengembangan Program Bimbingan dan Penyuluhan proyek –
proyek perintis sekolah pembangunan. BPP Jakarta 1974.\
2 komentar:
terima kasih, sangat membantu
vcggh
Posting Komentar